Bab 6 Rezeki Tak Akan Lari
Bab 6 Rezeki Tak Akan Lari
Simo sedang beristirahat di pos parkir saat seorang wanita cantik menghampirinya. Simo memperhatikan dengan seksama wanita bertubuh semampai yang sedang berdiri di depannya sambil menyuguhkan senyum ramahnya.
“Ada yang bisa saya bantu mbak?” tanya Simo santun.
“Perkenalkan dulu pak, saya Shasha,” ucap Shasha sembari mengulurkan tangannya yang segera disambut oleh Simo setelah mengelap tangannya terlebih dahulu. Ia merasa bangga diajak bersalaman oleh seorang wanita cantik yang tidak setiap hari bisa ia alami.
“Begini pak, saya ke sini untuk mencari Nara, dulu saya pernah bertemu dengan dia di tempat parkir ini jadi sekarang saya mencarinya ke sini karena Nara tak bisa aku hubungi gawainya,” jelas Shasha berharap Simo bisa memberinya informasi tentang Nara.
“Nara siapa ya?” tanya Simo agak bingung.
“Nara, anak buah bapak. Dulu saya pernah bertemu dia di sini dan ia mengaku bekerja di tempat parkir ini.”
Simo nampak berpikir, ia berusaha untuk mengingat dan memang ia merasa tak mempunyai anak buah bernama Nara.
“Tapi setahuku tak ada anak buahku yang bernama Nara. Apakah Nara itu seorang perempuan?”
“Iya pak, seorang gadis,” jawab Shasha cepat.
‘Tapi di tempat ini hanya ada satu anak perempuan, dan namanya Narsih bukan Nara.”
Shasha nampak sedikit kecewa, demikian juga Simo, lelaki paruh baya yang masih memiliki postur tegap dan berwajah tegas itu.
“Apa mbak punya fotonya atau gambarnya mungkin?” tanya Simo kemudian.
“Oh iya, kenapa aku tak menunjukkan video Otak-atiknya saja ya kepada bapak. Sebentar pak.”
Shasha lalu bergegas mengambil gawainya dan segera membuka aplikasi itu sampai ketemu dengan video yang ia maksud. Setelah itu menunjukkannya pada lelaki di depannya.
Simo melihat gawai milik Shasha dengan penuh perhatian dan tak perlu waktu lama bagi dia untuk mengenali sosok gadis yang sedang menari dengan sangat enegik dalam video yang di tunjukkan Shasha itu.
“Ini Narsih bukan Nara, Narsih juga pernah menunjukkan video ini padaku mbak. Anak itu sejak dulu senang menari dan joget-joget mbak,” ucap Simo polos.
Shasha tersenyum sejenak saat melihat kepolosan Simo, namun ia juga senang karena pencariannya mulai menemui titik terang. Shasha langsung menduga bahwa Nara adalah nama akun dari gadis yang sebenarnya bernama Narsih itu.
“Sekarang di mana Nara pak?” tanya Shasha ingin tahu.
“Hari ini anak itu libur mbak,” jawab Simo.
“Lalu di mana saya bisa menemuinya?”
“Mbak bisa titip pesan pada saya, besok kalau anak itu masuk akan saya sampaikan.”
“Tapi masalahnya nanti malam, Nara harus tampil di televisi, ia diundang untuk mengisi acara talk show yang di pandu oleh Bukre dan Jojo itu.”
Simo langsung membelalakan kedua matanya tak percaya.
“Narsih tampil di tivi mbak, di acara talk show terkenal itu?”
Shasha langsung mengangguk pasti.
“Jadi tolong katakan di mana saya bisa menemui Nara? Atau bapak punya nomor Nara yang baru?”
“Sampai sekarang Narsih belum punya hp mbak, hpnya yang kemarin hilang, katanya sih begitu.”
“Kalau begitu saya temui dia di rumahnya saja. Bapak tahu kan alamat rumahnya?”
Sejenak Simo menatap ragu pada Shasha. Ia tak yakin sosok secantik Shasha mau untuk menemui Narsih di tempat tinggalnya yang berada di pemukiman kumuh.
“Tapi mbak rumah Narsih tepat di depan pembuangan sampah kota, rumahnya kumuh jalan untuk menuju ke sana pasti saat ini becek karena tadi baru saja turun hujan. Apa mbak yakin mau ke sana?”
Shasha sempat terlihat gamang namun kemudian ia segera menepis rasa ragunya. Keinginannya untuk bertemu Narsih malah muncul semakin kuat. Ia ingin memberi gadis itu kesempatan untuk memperbaiki nasibnya..
“Saya tak peduli pak, siang ini juga saya harus berhasil menemukan Nara.”
Simo merasa takjub dengan tekad wanita baik hati di depannya. Ia juga turut bahagia karena Narsih, gadis muda yang sudah dianggapnya sebagai anak itu sebentar lagi bisa mewujudkan impiannya untuk menjadi artis.
“Saran saya kalau mbak ke sana jangan memakai mobil, ngojek saja mbak lebih cepat. Karena jalan ke rumah Narsih sempit tidak bisa di lewati mobil masuknya juga jauh dari jalan raya, berkelok-kelok mbak.”
“Oh begitu ya pak.”
“Iya, sebenarnya aku ingin mengantar mbak tapi siang ini aku masih harus jaga. Kalau aku cuma bilang arahnya saja takutnya mbak malah bingung.”
Simo nampak berpikir sejenak. Di tengah kebingungannya mendadak ia melihat sosok yang di kenalnya sedang melintas di depannya dengan sepeda motornya lengkap dengan jaket ojol yang selalu dipakainya. Wajah Simo langsung berbinar dan segera ia memanggil lelaki muda itu.
“Bima, Bim, sini kamu!” seru Simo lantang sambil melambaikan tangannya dan bertepuk tangan. Sosok yang dipanggilnya langsung menoleh lalu mendekat dengan melajukan motornya.
“Apa pak dhe?” tanya Bima setelah berada di depan Simo.
“Tolong antarkan Mbak Shasha ini ke rumah Narsih.”
Saat Pak Simo menyebut nama Shasha senyum Bima langsung terkembang. Dilihat dari penampilan wanita cantik di depannya, Bima langsung bisa menebak bahwa Shasha ini adalah seorang manajer, seperti yang pernah diceritakan oleh Narsih.
“Apa Kak Shasha ini adalah manajer artis?”
“Iya, aku sedang mencari Nara tolong antarkan saya ke rumahnya.”
“Cepat Bim, Mbak Shasha ini mau mengajak Nara untuk tampil di acara televisi.”
“Yang benar mbak, Alhamdulillah akhirnya cita-cita Narsih terkabul. Perkenalkan mbak saya Bima temannya Narsih sejak kecil.”
Sambil tersenyum Shasha menyambut uluran tangan Bima. Ia juga tak kalah bahagia sebentar lagi bisa bertemu dengan Nara.
“Ayo mbak, sekarang aku antar mbak ke rumah Nara,” ajak Bima sambil menyerahkan helm kepada Shasha. Shasha segera memakainya sambil bergegas naik ke atas boncengan motor Bima. Setelah itu Bima melajukan motornya dengan semangat dan sepanjang perjalanan wajahnya nampak selalu ceria.
Lima belas menit kemudian mereka sampai di depan rumah Narsih setelah melewati gang-gang sempit berkelok dan becek. Shasha berusaha untuk menahan dirinya walau saat ini ia merasa jijik dengan keadaan yang ada di sekitarnya, ditambah lagi dengan aroma tak sedap dari gunungan sampah yang tak jauh dari rumah Narsih, menyergap penciumannya, semakin membuatnya tidak nyaman.
Saat mereka datang, Narsih sedang berkutat dengan onggokan sampah yang terkumpul di depannya. Ia sedang sibuk memilah, memisahkan antara sampah plastic dan kertas. Narsih langsung menghentikan pekerjaannya ketika melihat kedatangan Shasha yang tak pernah diduganya bersama sahabatnya yang selalu saja dapat menemukan solusi dalam setiap persoalan di hidupnya.
“Narsih lihat aku datang bersama siapa?” seru Bima gembira sambil berjalan mendekati Narsih diikuti oleh Shasha di belakangnya.
“Kak Shasha?” seru Narsih tak percaya dan segera meletakkan pekerjaannya.
“Nara, aku senang akhirnya bisa menemukanmu.”
“Iya kak, beginilah keadaanku kak,” ucap Narsih tak percaya diri saat melihat Shasha telah mengetahui kondisi kehidupannya.
“Nara aku akan membantumu terbebas dari tempat ini, sebuah kesempatan telah terbuka untukmu. Bukre dan Jojo mengundang kamu dalam acaranya nanti malam dan kamu tak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini.”
Senyum lebar langsung terkembang di bibir Narsih. Berita ini terlalu membahagiakannya. Bima juga turut tersenyum dan terlihat tak kalah bahagianya dengan Narsih.
“Akhirnya kamu bisa mewujudkan mimpimu Nar!” seru Bima bahagia sambil menarik kedua tangan Narsih untuk ia genggam dan mengajak gadis di depannya berlonjak-lonjak untuk mengekspresikan kegembiraan mereka yang membuncah.
“Aku bilang juga apa Nar, kalau rejeki tak akan kemana,” imbuh Bima bersemangat. Narsih menanggapinya dengan mengangguk berkali-kali dan tetap mengurai senyum bahagianya.
Bagi Narsih apa yang diucapkan sahabatnya seringkali benar. Memang tak seharusnya ia merasa khawatir pada apapun, jika sudah menjadi jalannya, rezeki tak akan lari kemanapun.
*****