Bab 5 Sahabat
Bab 5 Sahabat
Seperti kesetanan Narsih mengobrak-abrik seisi rumah. Ia juga membongkar almari tripleknya yang hanya dihuni beberapa lembar kaos oblong dan celana jean kusam. Tapi yang dicarinya tak kunjung ia temukan. Narsih sudah sangat putus asa. Jika benda itu hilang maka seluruh impiannya untuk bisa menjadi seorang artis juga turut terbang. Seingatnya gawai berharganya itu ia tertinggal di atas meja.
Rumah mereka yang hanya ada dua sekat, satu untuk kamar dan satunya lagi untuk raung tamu yang juga difungsikan sebagai dapur itu, terus ia jelajahi. Namun apa yang dicarinya benar-benar telah raib. Narsih mulai panik dan nampak uring-uringan. Apalagi saat kedua adik kembarnya mulai datang dari bermain dan mulai merecoki Narsih dengan pertanyaan demi pertanyaan karena melihat kondisi rumah yang acak-acakan, membuat kepalanya semakin pening. Narsih sudah tak dapat menahan dirinya. Ia kemudian melampiaskan kemarahannya pada dua lelaki kecil berwajah polos itu yang sebetulnya Narsih tak tega untuk memaki mereka.
Sampai kemudian ibu tirinya datang, dengan membawa wajah lelahnya setelah seharian berkutat dengan sampah dan aroma tak sedap. Sewaktu melihat Narsih memarahi kedua putranya, Sarmi langsung murka. Tanpa banyak kata segera ia menarik rambut Narsih dan membawanya keluar dari rumah mereka yang sempit.
Berani-beraninya ya kamu memarahi kedua anakku, baru bekerja sebagai tukang parkir saja, sudah mentang-mentang kamu. Uang pemberian kamu itu lho tidak pernah cukup untuk makan, tahu kamu, sergah Sarmi masih tak melepaskan tarikan rambutnya.
Narsih mencoba untuk melepaskan tarikan ibu tirinya itu dari rambutnya. Namun tarikan itu terlalu kuat.
Lepaskan aku mak! seru Narsih melawan sampai akhirnya ia bisa membebaskan dirinya saat wanita bertubuh besar itu mulai lengah.
Aku cuma mencari hpku mak.
Oh jadi kamu menuduh kedua adikmu itu mengambil hp kamu?
Bukan begitu mak, aku cuma bertanya pada mereka, elak Narsih.
Namun Sarmi tetap tak bisa terima. Ia kembali memaki-maki Narsih meski beberapa saat kemudian para tetangga mereka mulai berdatangan dan menjadikan pertengkaran ibu dan anak itu sebagai tontonan. Untuk orang-orang sederhana dengan pemikiran yang sempit, urusan rumah tangga orang lain selalu menjadi daya tarik. Mereka selalu ingin tahu urusan orang lain.
Meski mengetahui pertengkarannya dengan Narsih telah menjadi tontonan orang banyak, Sarmi masih tak dapat meredakan emosinya. Selama ini apa pun yang dilakukan Narsih selalu salah di matanya. Ia membenci Narsih sebesar rasa bencinya pada ibu Narsih, sosok yang dulu tak pernah mampu untuk ia kalahkan bahkan sampai wanita itu meninggal bertahun-tahun silam.
Narsih berusaha untuk tidak meladeni kemarahan ibu tirinya itu dan terus berusaha untuk bisa pergi dari tempat itu. Namun, Sarmi sudah terlanjur kalap. Sampai kemudian Warsono, bapak Narsih datang tergopoh-gopoh menghampiri mereka. Ia segera memisah istri dan anaknya itu. Setelah berhasil ia lalu membawa mereka berdua masuk ke dalam rumah.
Kalian itu tidak malu apa jadi tontonan banyak orang?
Narsih sudah keterlaluan pak, sahut Sarmi kesal.
Memangnya apalagi yang dilakukan Narsih? tanya Warsono sambil memandangi istri dan anaknya itu bergantian.
Anakmu ini memarahi Pujo dan Puji habis-habisan sampai anak-anak itu ketakutan.
“Apa benar Narsih? tanya Warsono tegas.
Aku tidak bermaksud seperti itu pak.
Terus maksud kamu apa? sahut Sarmi dengan nada tinggi.
Aku cuma mencari hpku pak.
Itu sama artinya kamu menuduh anak-anakku mencuri hpmu, sergah Sarmi semakin murka.
Sudah, sudah, jangan bertengkar lagi, hp itu sudah aku jual, ucap Warsono mengakui yang langsung membuat Narsih membelalakkan kedua matanya.
Apa pak?
Aku butuh uang, lagipula kamu tak terlalu membutuhkan barang itu.
Tidak butuh bapak bilang? Justru aku membutuhkannya pak, semua kontak penting ada di sana, aku Narsih kehabisan kata-katanya. Sebenarnya ia ingin mengatakan kalau ia sedang menunggu telepon dari seorang manajer yang telah berniat untuk mengorbitkannya menjadi seorang artis. Namun kata-kata itu tertahan di bibirnya karena ia tak mau mereka mengejek mimpinya itu. Ia sudah terlalu lelah direndahkan.
Sudahlah Sih, anggap saja kamu berbakti pada bapakmu itu. Lagipula kalau ada hp kamu malah malas bekerja, jangankan membantuku memulung sampah, menjaga adik-adikmu saja kamu tidak mau, sahut Sarmi.
Narsih mulai menatap tajam pada bapaknya yang saat ini tengah merokok. Lelaki pengangguran itu sama sekali tak menampakkan raut bersalah.
Buat apa uang itu pak? tanya Narsih berani.
Warsono membisu masih menikmati rokoknya yang baru saja ia hisap dalam-dalam. Mengacuhkan ucapan anaknya.
Jawab pak pertanyaan Narsih, desak Narsih dengan wajah yang mulai nampak memerah karena menahan kesedihan sekaligus rasa marah.
Apa untuk berjudi lagi?
Warsono bergeming pura-pura tak mendengar.
Jawab pak! desak Narsih sengit.
Kalau iya kamu mau apa? Sudahlah aku akan ganti hp jelekmu itu kalau aku menang nanti, tungkas Warsono tak kalah sengit.
Aku tidak akan memaafkan bapak, aku benci bapak, sergah Narsih setelah itu berlari pergi meninggalkan rumah yang sering menghadirkan luka untuknya.
Narsih terus berlari dengan membawa tangisnya. Luka di hatinya kali ini mungkin yang paling sakit ia rasakan dan ia menjadi ragu apakah untuk selanjutnya ia masih bisa memaafkan lelaki yang sering mengecewakannya itu yang sayangnya lelaki itulah yang telah menghadirkan ia ke dunia.
******
Sudahlah Nar, jangan menangis terus, ucap Bima lelaki muda seorang tukang ojek on line yang telah bertahun-tahun menjadi sahabat Narsih semenjak mereka masih kanak-kanak.
Kali ini bapakku sudah keterlaluan Bim, bapak sudah merampas mimpiku padahal tinggal sejengkal lagi impian itu dapat aku raih.
Bima tercenung mendengar ucapan Narsih. Dalam hatinya ia mengagumi kegigihan gadis hitam manis di depannya yang sangat percaya diri dengan impiannya untuk menjadi artis.
Semua kontak penting ada di hp itu, sekarang aku sudah tak bisa lagi mengunggah videoku ke aplikasi. Apalagi sekarang aku juga sedang menunggu panggilan dari Kak Shasha. Aku sudah tak tahu harus bagaimana lagi menghadapi sikap bapak.
Siapa itu Kak Shasha?
Seorang manajer artis yang beberapa hari lalu sempat menemuiku dan berniat untuk memasukkan aku ke dalam agensinya.
Bima menghela napasnya sejenak, ia juga merasakan kecemasan yang dirasakan Narsih. Namun ia tetap berusaha untuk membesarkan hati Narsih, sebagaimana selama ini Narsih selalu menguatkannya saat ia harus melewati masa-masa yang sulit.
Tapi kalau itu masih rejeki kamu, aku yakin Kak Shasha itu bisa menemukanmu meski sekarang kamu sudah tak memiliki hp?
Narsih menatap wajah sahabatnya itu luruh kemudian ia pun akhirnya mengangguk pelan meski ia masih tak yakin.
Oh iya apa bapakmu tidak mengambil dulu sim cardmu? Tapi selama ini kamu menyimpan kontakmu di phone box atau di ..?
Aku menyimpannya di phone box, jawab Narsih cepat, ekspresi wajahnya nampak semakin menyiratkan kekecewaan sekaligus penyesalan.
Mereka lalu menarik nafas berat nyaris bersamaan.
Kamu tak usah khawatir aku akan membantumu agar bisa mempunyai hp lagi, janji Bima sambil menyunggingkan senyumnya berusaha menghalau kesedihan di wajah Narsih.
Narsih segera menyergap Bima dengan tatapan penuh tanya.
Maksud kamu?
Aku akan lebih keras bekerja lagi supaya bisa membelikan kamu hp, ucap Bima yakin.
Senyum Narsih langsung terkembang saat mendengar janji sahabatnya itu. Namun hanya sedetik wajahnya kembali berubah murung. Narsih tak mau membebani sahabat terbaiknya itu.
Tidak, Bim aku akan berusaha sendiri. Aku tak mau merepotkan kamu.
Aku hanya ingin membantumu, tegas Bima.
Kamu juga sedang butuh uang untuk pengobatan ibumu. Tidak, jangan lakukan itu.
Aku bisa mengusahakannya, jangan meremehkan aku Nar.
Narsih kembali mengulum senyumnya saat melihat tekad sahabatnya.
Gini saja, kita berlomba siapa yang lebih dulu bisa mengumpulkan uang. Kalau aku yang lebih dulu mempunyai uang, kamu jangan menolak aku belikan hp. Bagaimana setuju? Bima lalu mengacungkan kelingkingnya langsung disambut oleh Narsih.
Setelah itu mereka saling tersenyum. Meski setelah itu Narsih menjadi kesal saat Bima menepuk kening Narsih, kebiasaan buruk Bima yang selalu Bima lakukan bila bertemu dengan sahabatnya itu. Narsih merasa sangat beruntung memiliki sahabat sebaik Bima yang selalu mau membantunya dalam keadaan apapun.
*****