Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 3 Hilangnya Sebungkus Nasi

Bab 3 Hilangnya Sebungkus Nasi

Narsih memasuki rumahnya dengan lesu. Seharian ia bekerja membuat seluruh tubuhnya terasa sangat letih. Yang diinginkannya saat ini adalah segera mengguyur tubuhnya dengan air segar, dan setelah itu mengisi perutnya dengan nasi bungkus yang sempat dibelinya di warung dekat pelataran mall, yang menjadi tempat kerjanya. Namun, hanya demi bisa mandi tetap juga dibutuhkan sebuah perjuangan. Setelah mengambil pakaian ganti dari dalam rumah, Narsih harus melangkah keluar menuju ke toilet umum yang letaknya masih dua kilometer lagi dari rumahnya. Bahkan setelah sampai di sana pun ia masih harus menunggu giliran, yang benar-benar cukup menguji kesabaran.

Setelah berhasil membersihkan tubuhnya, Narsih bergegas berlari menuju rumahnya ia teringat masih membiarkan nasi bungkusnya tergeletak di atas meja. Ia berharap nasi itu tak berpindah ke perut orang lain, terutama perut-perut kedua adiknya yang selalu lapar itu. Sudah kesekian kalinya mereka menyerobot makanannya. Saat ini ia sudah begitu lapar apalagi nasi itu ia beli dengan uang terakhirnya. Ia sudah tak punya uang sepeserpun, meski besok dirinya gajian tetap saja ia merasa tak sanggup jika harus menahan laparnya sampai besok. Ia tak mau nanti malam tidurnya menjadi terusik karena rasa lapar yang menjeratnya.

Sesampainya di rumah, dugaannya ternyata terbukti benar, nasi bungkusnya telah raib. Ia langsung merutuki dirinya sendiri. Untuk keadaannya saat ini, sebungkus nasi itu sangat berharga meski lauknya hanyalah seiris tempe dan sejumput tumis kangkung. Bayangan lezat nasi bungkus itu langsung menguap dari pikirannya. Saat ia melangkah di belakang rumah, ia hanya mendapati kertas pembungkusnya saja yang tersisa, teronggok di dalam bak sampah. Narsih tak menemukan siapa pun di dalam rumah yang membuatnya tak bisa menuduh dengan mudah siapa yang telah mengambil nasi bungkusnya.

Akhirnya Narsih keluar dari rumah, dengan membawa rasa laparnya. Sampai kemudian mendadak gawainya bergetar saat menerima sebuah panggilan. Narsih segera menerima panggilan itu meski berasal dari nomor yang tidak dikenal.

“Hallo!” sapa Narsih.

“Apa ini Nara?” tanya suara wanita dari seberang sana.

“Eh… iya,” jawab Narsih segera meski ia sempat ragu, saat wanita yang diajaknya bicara itu menyebutnya Nara. Narsih dengan cepat menduga barangkali wanita ini, orang dari stasiun televisi. Seketika senyumnya langsung terbit membawa terbang rasa laparnya.

“Aku Shasha, kamu masih ingat aku kan?” sahut suara wanita dari seberang sana.

“Oh Kak Shasha, iya kak tentu saja aku ingat.”

“Kamu ada waktu malam ini?”

“Tentu saja kak, aku selalu punya waktu kosong kalau buat Kak Shasha,” jawab Narsih tak jujur karena sebenarnya malam nanti ia harus mengikuti kelas kejar paket C yang sudah dua tahun ini ia ikuti untuk bisa mendapatkan pendidikan setara SMA.

“Bagaimana kalau kita ketemu malam ini jam tujuh?”

“Tentu saja kak.”

“Nanti soal tempatnya aku kirimkan lewat pesan wa aja ya.”

“Iya kak,” jawab Narsih sangat bahagia.

“Ok sampai ketemu nanti malam.”

Setelah itu Narsih langsung menutup gawainya. Gawai yang ia dapatkan dari memenangkan undian sabun colek, dua tahun lalu. Gawai yang sangat berjasa yang membuatnya bisa mengunggah video-video goyang gayungnya hingga membuatnya bisa diundang untuk mengisi acara televisi meski baru sekali. Walau mungkin tak semua temannya melihat penampilannya di televisi waktu itu, meskipun juga ia belum bisa menjadikan kedua orang tuanya untuk bisa peduli dan memperhatikannya karena yang diterima Narsih selama ini dari kedua orang tuanya hanyalah pengabaian. Tapi Narsih tetap tak kehilangan harapan, dan keoptimisannya semakin menguat saat ia menerima kabar dari sang manajer yang ia panggil dengan sebutan Kak Shasha itu yang memintanya untuk bertemu malam ini.

*****

Narsih terpaksa harus berjalan demi untuk menuju ke restoran yang di minta oleh Shasha untuk bertemu, untungnya tidak terlalu jauh dari rumahnya. Ia sudah tak mempunyai uang untuk membayar ongkos ojek atau angkot. Ia bersyukur setidaknya meski didera rasa lapar ia masih memiliki tenaga untuk dapat melangkahkan kakinya. Saat ia datang di restoran, Narsih melihat wanita cantik berkelas itu nampak baru saja datang berbarengan dengan kedatangannya. Segera Narsih mendekat menyapa wanita cantik itu yang malam ini memakai minidress warna hitam yang semakin menonjolkan tubuhnya yang semampai.

“Kak Shasha?”

“Kamu sudah datang, aku senang ternyata kamu bisa on time, ayo Nara silakan duduk.”

“Apa hanya ada kita berdua kak?” tanya Narsih sebelum ia duduk di kursi berhadapan dengan Shasha.

“Iya, oh…kamu mencari Bibi, dia adalah jadwal make up malam ini,” sahut Shasha sambil memindai barcode di hadapannya dengan gawai di tangannya untuk melihat daftar menu.

“Kamu mau makan apa Nara?” tawar Shasa.

Wajah Narsih langsung sumringah saat mendengar Shasha menawarinya makanan. Sungguh rejeki yang sangat ia harapkan, namun meski begitu Narsih masih menjaga kesopanannya dengan tidak mau menyebut apa yang ia mau.

“Terserah kakak saja, aku yakin semua makanan di restoran ini enak,” jawab Narsih pada akhirnya.

“Bagaimana kalau steak, kamu suka steak kan?” tanya Shasha.

“Iya kak, kedengarannya enak,” jawab Narsih sambil menganggukkan kepalanya.

Selanjutnya Shasha mulai mengirim pesanannya lewat aplikasi. Sambil menunggu pesanan datang ia mengajak Narsih berbincang.

“Jadi kamu belum mempunyai seorang manajer?”

“Iya, tapi apakah aku harus mempunyai seorang manajer?” Narsih balik bertanya.

“Tentu saja, itu sangat penting. Manajer akan mengatur jadwal kerjamu, juga yang akan mencarikan kamu pekerjaan. Kariermu bisa semakin cepat melesat.”

Narsih malah menatap Shasha gamang saat mendengar penjelasan Shasha.

“Apakah aku sudah menjadi seorang artis kak?”

Pertanyaan polos Narsih kontan membuat Shasha tertawa.

“Kamu memiliki potensi Nara, aku sudah melihat videomu berulangkali, apalagi sekarang goyanganmu viral di mana-mana, kamu sudah cukup terkenal Nara. Bukankah kamu sudah pernah diundang di acara televisi?”

Wajah Narsih langsung berbinar saat mendengar penjelasan Shasha.

“Jadi aku sudah jadi artis kak?”

Sekali lagi Shasha tertawa mendengar pertanyaan Narsih. Namun kemudian ia mengangguk.

“Jadi bagaimana jika aku menawarkan agar kamu bergabung dalam manajemen kami saja, S&S manajemen?”

“Apa itu S&S manajemen?”

“Nama manajemen artis yang aku kelola.”

Narsih langsung tersenyum lebar dan segera mengangguk pasti.

“Kalau begitu sekarang kita akan membicarakan tentang beberapa peraturan yang harus kamu ketahui juga tentang pembagian honor yang kamu terima.”

“Pembagian honor kak?”

“Iya, kami akan melakukan pembagian biasanya 75 untuk talent, 25 untuk kami manajemen. Apa kamu keberatan?”

Narsih tercenung sejenak, bukan karena apa-apa, saat ini perutnya sudah begitu lapar sampai-sampai ia tak bisa sepenuhnya mendengar penjelasan Shasha.

“Nara, bagaimana apa kamu setuju?”

“Setuju apanya kak?”

Shasha tersenyum melihat ekspresi Narsih yang seperti kurang fokus namun ia tak berniat untuk menjelaskan lagi pada Nara. Ia akan menjelaskannya lebih detail setelah pertemuan berikutnya. Terpenting baginya sekarang adalah persetujuan Narsih untuk bergabung dengan manajemennya.

“Kak, apa pesanan makanannya masih lama?”

“Mungkin beberapa menit lagi, apa kamu ada acara lain malam ini?”

Narsih menggeleng pelan.

“Masalahnya adalah ak sudah sangat lapar kak,” jawab Narsih jujur yang langsung disambut tawa oleh Shasha. Kepolosan Narsih membuatnya sangat terhibur. Ia juga merasa bahwa Narsih sepertinya sosok yang sangat menyenangkan membuat Shasha semakin ingin mengenal gadis yang malam ini hanya memakai kaos oblong itu secara lebih dekat.

*****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel