Bab 13 Playing Victim
Bab 13 Playing Victim
Bagas terpaksa memenuhi permintaan Nara. Akhirnya ia mencabut tuntutannya pada Bima. Namun, ia malah mengalihkan tuntutannya pada Nara. Bagas memaksa Nara untuk mau menerima perjanjian yang ia ajukan. Walau begitu ia masih memberi kesempatan pada Nara untuk membaca isi perjanjian yang telah ia buat, di hadapan Nara.
Nara membaca dengan sangat hati-hati surat perjanjian yang baru saja ditulis oleh Bagas. Ia berulang kali menghela nafasnya saat melihat isi perjanjian yang sebagian besar ia rasa merugikan dirinya.
Bagas, aku tidak bisa menerima perjanjian ini, tolak Nara sambil meletakkan pena yang sempat ia pegang.
Kamu harus menyetujuinya, supaya kamu tak lagi bisa mengancamku sembarangan untuk membongkar hubungan settingan kita.
Tapi kalau begini caranya aku yang akan rugi, seperti poin nomor satu ini. Kamu memintaku untuk memenuhi semua permintaanmu dan tidak boleh menolak. Itu artinya aku memberimu kesempatan pada kamu untuk berbuat semena-mena padaku. Aku menolak, aku tidak akan menandatanganinya.
Permintaanku ini maksudnya kamu harus mengikuti kemauanku yang ada hubungannya dengan kelancaran hubungan settingan kita. Tidak lebih dari itu.
Tapi kalimat ini bermakna ambigu. Kamu ubah dulu kalimatnya, baru aku akan menandatanganinya, ucap Nara tegas.
Bagas menatap Nara kesal.
Kamu itu seperti pengacara saja, tungkas Bagas.
Aku hanya berjaga-jaga.
Bagas menarik nafasnya sesaat. Sekali lagi ia harus mengalah pada Nara.
Baik kalau begitu terpaksa aku harus mengkonsultasikan ini dengan pengacaraku. Kukira ini akan sederhana. Namun kenapa menjadi tidak sederhana jika berhubungan dengan gadis sok pintar seperti kamu, keluh Bagas.
Memangnya kamu pikir aku bisa kamu bodohi. Dengar ya dulu aku memang miskin tapi bukan gadis yang bodoh.”
Terserah kamu mau ngomong apa, gerutu Bagas sebal.
“Sekarang ayo kita kantor polisi, dan cepat cabut laporanmu itu.
Enak saja, kamu harus membantuku merawat luka di wajahku dulu, sambil menyuapiku dengan salad buah ini.
Nara membelalakkan matanya tak percaya. Bagas ternyata bukan hanya sombong namun juga sangat manja. Pantas saja jika Siska meninggalkannya. Tapi Nara terpaksa bersabar demi kebebasan sahabatnya.
Katakan di mana semua perlengkapan P3K mu? tanya Nara.
Ada di kotak obat di kamarku, ambil sendiri cepat! sergah Bagas sambil menyelonjorkan kakinya di sofa dan mulai berbaring.
Nara mendengus sebal namun kakinya tetap melangkah juga. Setelah mengambil kotak obat ia lalu bersimpuh di dekat Bagas. Nara kemudian mengoles luka memar dan bengkak di wajah Bagas dengan salep anti peradangan. Bagas terus menerus meringis dan mengeluh saat Nara mengobatinya.
Kamu itu manja sekali, baru luka seperti saja keluhanmu sudah bukan main.
Ini sakit sekali tahu! sergah Bagas.
Nara semakin kesal dibuatnya, membuat jemarinya menekan lebih keras pada luka Bagas saat mengolesi salep.
Aw, awh, sakit kamu itu sengaja ya
Makanya jangan bergerak terus, jawab Nara datar yang membuat Bagas langsung menarik tangan Nara dan menyingkirkannya dari wajahnya.
Sudah, sudah, sekarang suapi aku saja.
Apa?
Memangnya kenapa? Apa kamu tidak ingin sopir taksi on line itu bebas?
Mendengar ancaman Bagas, dengan terpaksa Nara menyuapi Bagas. Walau ia terus menggerutu dan menekuk wajahnya di depan Bagas. Sebaliknya lelaki itu nampak sangat menikmati kekesalan Nara. Ia berusaha melupakan patah hatinya dengan meluapkannya pada Nara. Siska telah membuat hatinya remuk tak berbentuk tapi entah mengapa saat berada di dekat Nara ia menjadi terhibur. Semua karena kepolosan gadis itu. Sesuatu yang sebelumnya tak ia jumpai pada gadis lain yang pernah dikenalnya.
Setelah puas mengerjai Nara, Bagas baru mau beranjak dari apartemennya. Mereka lalu segera menuju ke kantor polisi untuk menarik berkas tuntutannya. Nara berharap Bagas benar-benar memenuhi permintaannya karena lelaki itu seringkali bersikap di luar dugaan.
*****
Saat tiba di kantor polisi tanpa disangka ternyata para wartawan telah menunggu mereka di sana. Berita tentang baku hantam antara Bagas dan seorang sopir taksi on line dengan sangat cepat menyebar melalui portal berita on line. Tentu saja wartawan datang untuk mendapatkan konfirmasi dari Bagas. Melihat kedatangan Bagas bersama Nara, mereka semua langsung mendekat dan melemparkan beragam pertanyaan. Bagas yang telah terbiasa menghadapi wartawan nampak begitu tenang.
Nanti aku akan meladeni wawancara dengan kalian tapi setelah urusan saya selesai ya, ucap Bagas sok diplomatis sambil melangkah menuju ke ruang pemeriksaan diikuti olah Nara yang ada di sampingnya.
Setelah mendengar pernyataan dari Bagas, para wartawan langsung memberi ruang pada mereka untuk bisa leluasa berjalan masuk ke ruang pemeriksaan.
Selang setengah jam kemudian, seusai Bagas menjelaskan kronologi pertengkarannya dengan Bima semalam, juga sesudah pencabutan berkas tuntutan. Bagas segera mengajak Nara menemui para wartawan. Walau sebenarnya Nara masih ingin melihat keadaan sahabatnya yang baru dibebaskan dari ruang tahanan, namun Bagas tak memberinya kesempatan untuk berbicara sedikitpun dengan Bima. Bagas segera menggandeng tangan Nara dan mengajaknya keluar ruangan. Sementara Bima hanya bisa menatap wajah Nara, nanar.
Bagas langsung mengembangkan senyumnya saat berada di hadapan wartawan. Seperti janjinya tadi, ia bersedia untuk diwawancarai, dengan Nara yang terus berada di sampingnya dan tetap tak ia lepaskan gandengan tangannya.
Tadi apa yang sedang kamu lakukan di ruang pemeriksaan, apa kamu mendapat panggilan dari kepolisian?
Bukan, jadi aku ke sini itu demi memenuhi permintaan Nara yang menginginkan aku mencabut tuntutanku pada sopir taksi on line itu. Aku bersedia memaafkan walau bisa kalian lihat sendiri sopir itu telah membuat wajahku seperti ini, jelas Bagas yang sedang memainkan taktik playing victim, seolah-olah dia adalah korban dari peristiwa ini.
Nara kontan menatap kesal pada Bagas walau ia harus menyingkirkan ekspresi itu dengan segera, mengingat saat ini para wartawan sedang menyorot dirinya dan Bagas.
Nara menginginkan aku tak memperpanjang persoalan ini. Lagi pula kasihan juga sopir itu, dia kan tulang punggung keluarga. Kan kasihan keluarganya kalau sampai dia ditahan siapa yang akan mencarikan nafkah untuk keluarganya. Jadi karena itu aku memilih mencabut laporan di samping juga demi memenuhi permintaan Nara yang berhati lembut ini.
Nara terbelalak mendengar pujian Bagas. Sangat tidak terduga baginya. Namun juga membuatnya tersenyum simpul. Dalam hatinya menertawakan pujian Bagas padanya. Ia salut pada Bagas yang telah bersandiwara dengan sangat maksimal. Walau ia sangat yakin Bagas akan kembali mencabut pujian itu jika di hadapan mereka sudah tak ada lagi kerumunan para pencari berita ini.
Sepertinya Mas Bagas ini sangat mencintai Mbak Nara ya, celetuk salah seorang wartawati yang nampak kagum pada kemesraan Bagas pada Nara.
Tentu saja, walau pertemuan kami masih terbilang singkat, tapi aku sudah merasa sangat nyaman bersama Nara dan ia juga satu-satunya orang yang bisa membuat aku menjadi lebih sabar.
Nara kembali menanggapi pujian palsu Bagas dengan tersenyum simpul.
Setelah meladeni wawancara bersama para wartawan infotainment, Bagas lalu membawa Nara pergi, keluar dari kerumunan para pencari berita menuju ke dalam mobil yang terparkir tak jauh dari tempat mereka melakukan wawancara.
Jangan besar kepala ya dengan pujianku tadi, tungkas Bagas sinis saat mereka telah berada di dalam mobil Bagas.
Jangan khawatir, aku sangat tahu semua pujianmu itu palsu. Aku juga tidak butuh untuk kamu puji.
Bagas langsung menatap kesal pada Nara. Ia selalu tak mampu untuk mengalahkan Nara, yang selalu tahu cara untuk menangkis ucapannya. Nara adalah satu-satunya gadis yang bersikap acuh padanya. Setelah Siska satu-satunya wanita yang membuat hatinya remuk, kini datang Nara yang tak peduli pada segala pesona yang ia miliki. Ia merasa keberuntungannya mulai memudar karena ternyata tak semua wanita bisa ia taklukkan dengan mudah.
*****