Bab 14 Ambigu
Bab 14 Ambigu
Keresahan menguasai batin Nara saat ini. Sudah tiga kali panggilan gawainya tak mendapat jawaban dari Bima. Konsentrasinya tak dapat ia hadirkan saat pengacara Bagas mulai membacakan draft perjanjian hubungan settingan yang sedang mereka jalani. Walau saat ini raganya berada di dalam apartemen Bagas yang mewah, tetapi segenap pikirannya melayang ke rumah sederhana Bima di bantaran kali keruh di sudut kumuh Jakarta.
Bagaimana? Apa kamu bisa mempertimbangkan draft perjanjian itu? tanya Bagas tegas yang langsung menarik seluruh perhatian Nara pada dua orang lelaki yang saat ini tengah menanti responnya. Namun Nara malah terlihat linglung membuat Bagas digayuti tanya.
Heh, dengar ya, aku memanggilmu ke apartemenku ini bukan untuk melihatmu melamun. Memangnya apa sih yang kamu pikirkan?
Nara mencelos, memasang wajah tak sukanya pada sikap Bagas yang sering selalu arogan.
Bukan urusanmu.
Menjadi urusanku jika kamu menjadi tak fokus seperti sekarang, membuang-buang waktuku saja.
Nara bergeming.
Apa kamu masih memikirkan sopir itu?
Nara tak menjawab. Bagas semakin tak dapat menahan kesabarannya. Ia sangat tak senang melihat Nara begitu memikirkan lelaki yang pernah menjadi lawannya berkelahi saat ia mabuk seminggu yang lalu.
Aku tidak mau tahu sekarang kamu tanda tangani saja perjanjian ini, tungkas Bagas sambil melemparkan kertas perjanjian itu tepat di depan Nara.
Nara berusaha menahan dirinya. Tanpa banyak kata ia lalu membaca isi perjanjian yang telah dibuat oleh pengacara Bagas.
Poin pertama perjanjian adalah kedua belah pihak dilarang membocorkan hubungan settingan mereka kepada siapapun.
Poin kedua menjelaskan bahwa mereka harus saling mendukung dalam karir masing-masing.
Poin ketiga membuat hubungan settingan mereka terlihat senatural mungkin, demi menghindari kecurigaan.
Poin keempat dilarang untuk saling jatuh cinta, harus tetap selalu profesional.
Nara berpikir sejenak. Isi perjanjian ini bagi Nara lebih rasional daripada perjanjian yang dibuat Bagas sendiri beberapa waktu lalu. Setelah ia pertimbangkan akhirnya Nara mengungkapkan persetujuannya.
Bagas menyambut persetujuan Nara dengan tersenyum lebar.
Ingat dengan poin yang keempat, jangan sampai kamu jatuh cinta padaku. Karena setelah ini kebersamaan kita akan semakin intens, jadi kamu harus pintar mengendalikan dirimu agar jangan sampai terjerat dalam pesonaku, ucap Bagas penuh percaya diri sambil mengerlingkan sebelah matanya.
Nara bergidik melihatnya. Walau sebenarnya lelaki blasteran Jawa Belanda itu memiliki wajah rupawan ditunjang dengan tubuh tegap dan tatapan yang tajam memikat namun segala pesona itu langsung menguap di mata Meta bila mengingat sikap Bagas yang selalu lebih sering menyebalkan dan kekanak-kanakan.
Aku tak akan pernah bisa jatuh cinta pada lelaki menyebalkan seperti kamu. Kamu sendiri yang harus menjaga hatimu jangan sampai terjerat pada kecantikanku, tungkas Nara tak mau kalah.
Bagas langsung tertawa terbahak saat mendengar pernyataan Nara. Sementara lelaki berjas pengacara Bagas, tak dapat menahan senyumnya melihat sikap konyol mereka berdua.
Setelah selesai membaca perjanjian itu Nara segera menandatanganinya, yang kemudian diikuti oleh Bagas. Lalu pengacara berambut legam itu memberi mereka berdua salinan surat perjanjian pada mereka berdua.
Kurasa urusanku sudah selesai di tempat ini. Aku harus pergi sekarang, ucap pengacara berpenampilan rapi itu sambil berdiri dari duduknya dan memasang kembali kancing jasnya.
Terima kasih Pak Dibyo, dan kuharap bapak juga bisa merahasiakan tentang perjanjian ini.
Tentu saja, itu sudah kewajibanku, menutup rapat rahasia klien.
Setelah itu Dibyo pengacara berumur awal empat puluh itu melangkah keluar dari apartemen Bagas, diikuti Bagas di belakangnya. Seusai mengantar kepergian Dibyo, Bagas segera membalikkan badannya dan segera menemui Nara yang ternyata dilihatnya sudah bersiap untuk pergi.
Mau kemana kamu?
Kurasa dalam perjanjian itu tidak disebutkan bahwa aku harus melaporkan kemanapun aku pergi.
Iya memang benar, tapi sekarang kita harus melakukan sesuatu dulu untuk membuat hubungan settingan kita menjadi lebih natural.”
Nara langsung menikam Bagas dengan tatapan penuh tanya.
Kata-katamu selalu terdengar ambigu.
Ambigu bagaimana, kamu sendiri yang berpikiran mesum. Kamu pikir kita akan melakukan apa?
Nara semakin menampakkan kekesalannya.
Lalu kamu pikir aku sedang berpikir apa?
Kenapa aku harus memikirkan apa yang kamu pikir?
Kenapa sekarang kamu membahas apa yang aku pikir, menyebalkan. Lebih baik aku pergi saja dari sini.
Nara mulai mengambil tasnya dan bersiap untuk bangkit namun Bagas segera mencekal tangannya, menahannya untuk tak pergi.
Kalau kamu nekat pergi, aku akan melaporkan kamu pada Shasha. Aku akan bilang kamu tak mau membantuku.
Nara mulai membelalakan matanya.
Sampai kapan kamu bisa berhenti bersikap menyebalkan seperti ini? Aku sudah berusaha untuk membantumu, tapi sikapmu sering membuatku mual.
Mual? Apa kamu mau muntah? ledek Bagas. Entah mengapa ia malah senang membuat Nara kesal padanya. Ekspresi Nara benar-benar menghiburnya. Sejenak ia bisa melupakan masalahnya dengan Siska.
Jangan muntah di sini, pergi sana ke toilet.
Kalau bukan karena Kak Shasha sudah lama aku muntahi muka menyebalkanmu itu, sergah Nara berani. Namun Bagas malah kembali menertawakannya. Tawa melengking yang menyakiti gendang telinga Nara.
Sudah cukup Bagas, atau aku akan benar-benar pergi, ancam Nara.
Sekarang katakan apa yang harus aku lakukan lagi?
Bagas mengangkat sudut bibirnya membentuk seringai kemenangan yang menyebalkan.
Kita akan melakukan perjanjian poin nomor tiga, kita harus membuat hubungan settingan kita menjadi senatural mungkin.
Tapi sekarang tak ada wartawan sama sekali. Jadi semua itu kurasa tidak perlu.
Kamu masih berpikir kita akan melakukan sesuatu itu?
Melakukan sesuatu apa? tanya Nara yang semakin bingung dengan kalimat dan sikap Bagas yang begitu ambigu.
Melakukan sesuatu yang biasanya dilakukan sepasang kekasih yang jatuh cinta.
Apa maksudmu? ucapanmu ini benar-benar bermakna ganda. Apa kamu masih melarangku untuk mengatakan bahwa kalimatmu itu sangat ambigu?
Nara mengedikkan bahunya.
Apa kamu bermaksud untuk melakukan sesuatu yang mesum? tanya Nara sedikit gamang.
Untuk kesekian kalinya Bagas tertawa melihat kepolosan Nara.
Dasar otak kotor.
Tapi kalimatmu memang sangat ambigu, protes Nara.
Ambigu lagi, kamu sendiri ambigu, penampilan kamu polos tapi otak kamu kotor.
Cukup, tak ada gunanya berdebat dengan pria seperti kamu.
Nara mencoba untuk bangkit tapi Bagas tetap menahannya dengan memegang tangan Nara semakin erat. Untuk sesaat Nara seakan tak dapat bergerak, terkukung dalam tatapan Bagas yang semakin lekat dan mendekat hinga membuatnya mendadak seakan berhenti bernafas.
******