Bab 12 Lelaki Arogan
Bab 12 Lelaki Arogan
Nara menatap cemas ke arah Bagas yang masih saja meracau dengan wajahnya nampak semakin memerah. Bagas jelas begitu mabuk. Setelah menghubungi Shasha, Nara baru tahu alamat apartemen Bagas dan meminta Bima untuk membawanya ke sana.
Kamu yakin ini alamat apartemennya? tanya Bima setelah mereka tiba di depan sebuah gedung apartemen mewah.
Iya, memang benar ini, ucap Nara sambil menunjukkan gawainya pada Bima untuk melihat alamat Bagas.
Aku cuma tidak menyangka saja kalau Bagas sekaya ini, gumam Bima sambil mulai mengarahkan mobilnya menuju pintu gerbang apartemen.
He, kamu pikir aku ini model kacangan. Aku ini sudah kaya dari lahir, tahu, tungkas Bagas yang ternyata masih bisa mencerna ucapan Bima saat kondisinya tengah mabuk seperti itu.
Bima lalu menggerutu tak jelas apalagi saat mobilnya diberhentikan oleh seorang petugas keamanan gedung. Namun untungnya dalam kondisi teler sekalipun Bagas masih bisa menyapa petugas yang ternyata telah cukup kenal dekat dengan Bagas. Tanpa pemeriksaan lebih lanjut, petugas itu segera membuka pintu portal dan membiarkan mobil yang dikendarai Bima masuk ke dalam area apartemen.
Setelah memarkir mobilnya, Bima langsung membuka pintu belakang dan membantu Nara membawa Bagas menuju masuk ke dalam apartemennya. Saat berada di dalam lift, Bagas masih saja mengoceh tak karuan terus memanggil-manggil nama Siska. Nara semakin tak sabar.
Sudah cukup, Bagas ayo cepat tunjukkan yang mana apartemenmu. Kamu itu berat sekali, tungkas Nara sambil terseok-seok membantu Bima memapah tubuh Bagas yang teler. Bahkan Nara sampai harus melepas sepatunya untuk memudahkan langkahnya.
Bagas mendadak menatap Nara lekat. Setelah itu ia malah tertawa terbahak-bahak.
Oh aku lupa, sekarang pacarku adalah kamu. Nara, si artis baru itu.
Mereka bertiga terus melangkah walau terseok-seok. Saat berada di depan pintu apartemennya Bagas langsung menghentikan langkahnya. Masih dengan sempoyongan Bagas berusaha menghempaskan cekalan tangan Bima juga Nara. Karena Nara tak sigap, mendadak ia kehilangan keseimbangan tubuhnya dan nyaris terjungkal tapi untunglah Bima dengan cergas berhasil menangkap Nara. Sejenak kening mereka saling beradu, dan Bagas melihat itu semua. Tanpa pernah disangka Bagas terpancing amarahnya.
Apa yang ingin kamu lakukan pada pacarku? sergah Bagas dengan tubuhnya yang sempoyongan.
Kamu mau mencium Nara, he .
Bima menghela nafasnya sejenak. Ia sudah tak dapat menyembunyikan kekesalannya pada lelaki mabuk di depannya.
Bagas, sudah ayo cepat masuk, buka pintu apartemenmu itu.
Bagas dengan tegas menghempaskan tangan Nara yang berusaha untuk mengalihkan perhatiannya.
Aku sudah kehilangan Siska, sekarang kamu malah mau mengambil Nara, aku tidak akan membiarkanmu.
Bima berusaha untuk tak menghiraukan ocehan Bagas. Namun saat Bagas terus mendekatinya sambil mengacung-acungkan jari tengahnya. Emosi Bima mulai naik walau ia berusaha untuk menahan diri dengan mengepalkan kedua tangannya erat-erat. Situasi menjadi tak terkendali saat Bagas malah menjatuhkan tinjunya pada perut Bima. Bima tak sempat menghindar, akhirnya ia tak dapat menahan dirinya lagi. Ia pun membalas pukulan Bagas. Bima meninju rahang Bagas yang langsung membuat lelaki itu langsung jatuh tersungkur ke lantai. Nara dengan cepat berupaya melerai pertengkaran mereka. Tetapi usahanya sia-sia. Kedua lelaki itu terus saling memukul. Walau Bagas sempat jatuh, namun ia sanggup untuk bangkit lagi dan membalas pukulan Bima. Sampai kemudian ia tak sanggup lagi membalas. Tubuh dan wajahnya babak belur. Saat Bagas mulai tak berdaya, Nara langsung menghampirinya dan berusaha mengangkat tubuh Bagas. Setelah Bagas berhasil membuka pintu apartemennya dengan memencet nomor kode masuk. Mereka lalu segera masuk. Bima masih mau untuk membantu Nara membawa Bagas sampai di dalam kamarnya.
Setelah membaringkan tubuh Bagas dan merawat luka di wajah Bagas. Nara lalu berniat meninggalkan Bagas. Namun Bagas yang sempat dikira Nara telah tertidur malah mencekal tangannya dan menahan langkah Nara.
Mau kemana kamu, Siska?
Nara tercenung sejenak, entah mengapa ada rasa kecewa merambatinya saat Bagas menyebut nama Siska. Dengan perlahan Nara melepaskan tangan Bagas, setelah itu ia melangkah pergi menuju pada Bima yang sudah menunggunya, untuk mengantarnya pulang.
*****
Apa sih yang kamu lihat dari lelaki seperti itu? Dia malah memberimu pengaruh yang buruk, gerutu Bima saat mereka telah berada di dalam mobil dalam perjalanan menuju ke tempat kos Nara.
Nara diam tak menjawab.
Kamu harus hati-hati dengan pergaulanmu. Ingat masih banyak cita-citamu yang belum terwujud. Kamu masih belum kuliah, kamu juga belum bisa membelikan orang tuamu rumah. Jangan sampai kamu salah langkah.
Bima terus menasehati Nara dan Nara selalu mendengarkan ucapan sahabatnya itu.
Lebih baik kamu menjauhi lelaki seperti itu.
Aku tak bisa, jawab Nara lirih, langsung menarik tatapan Bima ke arahnya.
Apa maksudmu tak bisa? Jangan katakan kamu jatuh cinta pada lelaki brengsek itu.
Nara terdiam. Ia sungguh ingin jujur pada sahabatnya tentang hubungan settingan yang tengah dijalaninya bersama Bagas. Namun ia harus mengunci rapat bibirnya. Ini untuk pertama kalinya Nara menyimpan rahasia pada sahabatnya, dan itu cukup menyiksanya.
Aku tak tahu harus berkata apalagi, aku hanya bisa menasehatimu, sekali lagi berhati-hatilah. Dan jika kamu membutuhkan bantuanku, katakan saja aku akan selalu membantumu.
Bima memilih mengalah tak lagi memaksa Nara untuk memberinya penjelasan. Selanjutnya sepanjang sisa perjalanan mereka lalui dalam diam hingga mobil yang dikendarai Bima sampai di depan tempat kos Nara. Bima menunggu Nara hingga sosok gadis manis itu menghilang ke dalam bangunan berlantai dua itu. Setelah itu ia melajukan kendaraannya menuju pulang ke rumahnya sendiri, dengan membawa kekhawatirannya pada pergaulan sahabat terbaiknya yang dianggapnya telah salah memilih teman.
*****
Nara terpaksa menemui Bagas di apartemennya. Semua ia lakukan demi sahabatnya yang sekarang ditahan di kantor polisi atas laporan yang dilakukan Bagas. Nara ingin agar Bagas mencabut laporannya itu. Karena bagaimanapun sebenarnya tadi malam yang melakukan pemukulan terlebih dahulu justru Bagas sendiri. Saat Nara datang, ia melihat lelaki itu sedang bersantai di depan televisi sambil menikmati semangkuk salad buah.
Bagas, apa maksudmu menjebloskan Bima ke penjara? sergah Nara tegas saat berdiri di hadapan Bagas. Nara menghalangi Bagas menonton televisi demi mengalihkan perhatian lelaki bermata tajam itu kepadanya.
Apa maksudku? Apa kamu tidak melihat wajahku sampai penuh memar seperti ini karena pukulannya. Ia harus membayar apa yang telah ia lakukan padaku, gerutu Bagas.
Nara yang masih belum beranjak dari hadapannya menatap Bagas tajam.
“Bukankah, semalam kamu sendiri yang memukul Bima dulu. Aku tidak mau tahu kamu harus mencabut tuntutanmu sekarang juga.
Enak saja, aku sudah rugi besar hari ini. Aku sampai-sampai membatalkan pemotretan akibat ulah sopir itu. Mukaku hancur gara-gara dia.
Berapa kerugian kamu, sebutkan aku akan membayarmu, tantang Nara emosi.
Bagas menatap Nara dengan pandangan menyepelekan.
Yakin kamu mau membayarnya? Beli baju buat diri sendiri saja pelitnya setengah mati, malah sekarang menantang membayar ganti rugi padaku? Kamu memangnya punya uang berapa?
Nara merasa sangat terhina. Bagas seperti sangat mengecilkan dirinya.
Katakan saja berapa?
Sudah aku bilang kamu tidak akan mampu membayarnya.
Nara semakin tak sabar menghadapi sikap Bagas yang begitu arogan.
Kalau kamu tak mencabut tuntutan kamu sekarang juga, aku akan mengungkapkan hubungan settingan kita di depan wartawan. Biar sekalian karir kamu hancur berantakan.
Bagas nampak tersentak. Ia menatap Nara seolah tak percaya. Akhirnya ia bangkit dari sofa dan memandang Nara tegas.
Kalau karir aku hancur, karir kamu juga akan hancur.
Aku tak peduli, tentang Nara begitu tegas yang membuat hati Bagas disusupi rasa takut. Perlahan ekspresi dinginnya mulai luluh.
Baik aku mengalah, kali ini kamu menang. Aku akan mencabut tuntutanku.
Nara langsung napasnya lega. Ia bersyukur bisa mencairkan sikap keras kepala Bagas. Lelaki arogan itu pun akhirnya bisa ia taklukkan.
*****