Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Awal Mula

Hembusan semilir angin pagi meniup dedaunan yang lepas dari ranting, membawanya terbang terombang ambing ke segala penjuru arah. Sinar mentari berkilauan begitu indahnya, membawa kehangatan menembus awan. Menembus jauh ke bumi, hingga menyentuh kulit putih wanita jelita nan menawan bernama Citra Agustina.

Wajahnya yang cantik terlihat begitu muram. Sedari pagi, istri Marwan itu melamun sendirian di bangku teras rumah kontrakannya. Menatap kosong ke arah dedaunan yang beterbangan tertiup angin. Mata indahnya terlihat sedikit merona merah, sembab karena menangis.

"SILAKAN SAJA KAMU CARI KONTOL-KONTOL YANG JAUH LEBIH BESAR... SILAKAN SAJA KAMU MINTA DIENTOT AMA KONTOL-KONTOL PRIA LAIN YANG LEBIH KUAT..."

Kembali ia teringat ucapan suaminya beberapa saat lalu. Ucapan yang benar-benar menyakiti hatinya. Sepanjang pagi, berbagai macam pikiran mulai bersliweran di benak wanita cantik itu.

"Tak usahlah kamu masukkan hati perkataan Mas Marwan tadi Citra.." Ucapnya dalam hati, "Kamu sendiri sih yang memulai... Khan tahu sendiri, suamimu itu tak suka jika dibanding-bandingkan dengan orang lain... Mungkin dia berkata seperti itu hanya karena kesal akan segala permintaan anehmu..." Tambahnya mencoba menenangkan diri.

Disatu sisi Citra merasa bersalah kepada suaminya, namun disisi lain, ia merasa capek dengan segala kepribadian Marwan yang sering berubah-ubah.

"Sudahlah Citra, buat apa sih mempertahankan lelaki emosian seperti dia... Cari saja lelaki lain yang jauh lebih baik darinya... Lebih mapan... Dan yang paling penting, lebih perkasa... Hihihi..." Pikir Citra sambil membatin, "Ingat... Mas Marwan sudah memberi ijin..."

" TIIITT... TIIITT... TIIITT... TIIITT..."

"Mbak Citra yang cantik, gimana mbak? Kapan bisa bayar tunggakan rumah? Mbak telat bayar hampir 1 bulan loh..."

Seketika lamunan Citra buyar, isi pesan barusan semakin merusak suasana pagi harinya. Buru-buru Citra masuk kedalam rumah dan membangunkan suaminya yang masih tidur nyenyak.

"Mas... Bangun mas... Sepertinya kamu harus mencari pekerjaan baru. Semua perhiasanku sudah aku jual semua demi menutup kebutuhan hidup kita sehari-hari...." Omel Citra.

"Hooooaahhmmmm... Kenapa Dek?...." Tanya Marwan mencoba mencari tahu sebab istri cantiknya ngomel-ngomel di pagi hari.

"Pak Darjo minta duit kontrakan.."

"Sabar ya Dek... Mas masih belum ada duit... Kamu coba ulur lagi deh sampai minggu depan..."

"Ulur... Ulur... Ulur... Selalu saja pakai alesan itu..."

"Sini sayang... Duduk dulu disini...." Ajak Marwan supaya Citra mendekat. "Kamu Tenang saja ya... Nanti siang mas ada janji ketemuan sama pemilik tanah... Semoga bisa dijadikan obyekan..." jawab Marwan sambil mengusap rambut panjang Citra, "Nah kalau proyeknya GOAL, mas bakal lunasin semuanya.... Dan mas bakal beliin kamu semua barang yang kamu minta..." tambahnya lagi mencoba menenangkan emosi istrinya

"Yah... Semoga saja Mas... Aku udah malu mas kalo ditagih teman-temen... Masih belum sanggup buat melunasi hutang..."

"Hehehehe... Tenang saja sayang... Sekarang kamu bikinin mas kopi dulu ya... Mas mau siap-siap..."

"Bikin aja sendiri... "

"Looohh....? Emang kamu mau kemana dek...?"

"Kamu nggak liat apa... Aku sudah telat ke kantor..."

"Ciieeeee... Masih ngambek nih ceritanya... Hahahaha..."

"Bodo...."

***

Sudah lebih dari 30 menit, Citra duduk di halte, menunggu bis langganannya yang tak kunjung datang. Semenjak motor kesayangannya dijual Marwan untuk menutupi kebutuhan rumah tangganya, hampir tiap pagi Citra harus berangkat dari rumah jam setengah 6 pagi supaya bisa tiba dikantor jam 8. Namun entah kenapa hari ini hampir semua kendaraan umum tak terlihat. Sekalipun terlihat, pasti sudah penuh terisi orang.

"Mungkin karena BBM naik kali ya mbak... " Ujar seorang lelaki tua yang sedari tadi mencoba mengajak Citra bercakap-cakap, "Jadi bisnya pada ngambek... Hehehe..." Tambahnya lagi. Dengan mata melotot kearah payudara Citra, lelaki tua membetulkan posisi selangkangannya.

"Iya kali pak..." Jawab Citra tak peduli dengan apa yang lelaki tua itu sedang lakukan, "Dasar kakek-kakek cabul...". Dengan cuek Citra terus menyantap sarapan paginya, sepotong lemper ayam yang baru saja ia beli di warung samping halte.

"Mbak orang kantoran ya? Pantes bajunya seksi sekali..." Tanya lelaki tua itu pantang menyerah. Melihat Citra yang sama sekali tak menggubrisnya, mata lelaki tua itu kembali jelalatan, memandang tubuh Citra dari ujung kepala hingga ujung kaki. "Pahamu bener-bener mulus mbak... " Bisik lelaki tua itu pelan sembari menggeser posisi duduknya kearah Citra. "Tetekmu juga besar sekali... Gimana kalau pagi ini kita jalan-jalan dulu? Yah sedikit bersenang-senang gitu..." Ucap lelaki tua itu sambil mencoba mengelus-elus paha putih Citra. "Aku bisa membayarmu kok... Kamu tinggal pilih aja cantik, mau dibayar pake uang atau pake kontolku ini..." Kata lelaki tua itu. Dengan santai lelaki tua itu mengambil tangan Citra yang bebas lalu mengarahkannya ke batang penisnya yang sudah menegang dari balik celananya.

Melihat ulah lelaki tua yang kurang ajar itu kemarahan Citra meledak-ledak.

"Heeeeh... BANGSAT... Pak Tua... Anda jangan kurang ajar ya... " Bentak Citra keras sembari menarik tangannya dari genggaman lelaki tua itu. Saking kerasnya, orang-orang yang berada disekitaran halte seketika menengok kearahnya, "Saya bukan wanita murahan... Dan saya nggak tertarik dengan uang kotor atau titit busukmu itu.... PERGI...!"

Merasa mangsanya ternyata melawan dan merasa malu, lelaki tua itupun tak mau mengalah. Otak kotornya, segera memutar situasi. "Dasar LONTE... Wanita tak tahu diri... Semalam lo ngemis-ngemis minta dientot, minta kepuasan, minta uang... Eeehh... Begitu udah dikasih, sekarang malah belagak lupa. INGET... Semalam, lo ngentotin KONTOL ini, KONTOL ini yang muasin nafsu birahi lo... " Balas lelaki tua itu berusaha menjatuhkan harga diri Citra. "Kalo lo mau minta uang lagi, jangan minta ama gw... Minta aja ama mucikari lo..." Kata lelaki tua itu sambil melangkah pergi.

"HEEEEII... BANGSAT... " Teriak Citra makin marah, "SINI... KITA BELUM KELAR..."

"Gausah sok pura-pura deh mbak... Kalo jadi lonte ya lonte aja... Gausah jadi pembohong juga..." Teriak lelaki tua itu menutup pembicaraan dari kejauhan.

"Mimpi apa aku semalem... Sampe dikira pelacur gini... Ini pasti gara-gara baju sialan ini, orang jadi mengira aku wanita murahan." Gerutu Citra sambil berulang kali menurunkan bagian bawah roknya, supaya tak banyak memamerkan paha mulusnya. "Sejak kapan sih baju-baju ini sudah pada kecil... Begitu Mas Marwan dapet duit, aku harus beli banyak pakaian baru..."

Sebenarnya, bukan baju Citra yang menjadi sempit, tapi tubuhnyalah yang semakin gemuk. Mungkin karena ia sering ngemil, tubuh yang dulunya kurus sekarang berubah menjadi semakin semok. Dan karena hal itu, terkadang ia merasa kesulitan untuk menutup semua aurat tubuhnya.

Memang, di kantornya Citra dituntut untuk dapat selalu tampil mempesona. Blouse plus blazer serta rok pendek dan heels, menjadi pakaian sehari-harinya. Jadi tak heran, jika ketika Citra menunggu bis, ia selalu menjadi santapan mata-mata mesum setiap lelaki yang melewatinya. Rambut hitam panjang, wajah cantik menawan, bibir tipis yang selalu terlihat basah, serta kulit putih yang mulus, selalu dapat membuat Citra seperti bunga diantara lebah, dikerubutin banyak lelaki. Terlebih ukuran payudaranya yang besar, pinggulnya yang semok dan kakinya yang jenjang, mampu menjadi senjata mematikan bagi setiap lelaki yang mendekat.

"Pagi mbak Citraaaa... " Terdengar suara berat seorang lelaki dari arah belakang, " Pagi-pagi udah PANAS aja mbak..."

Merasa ada orang yang memanggil namanya, Citra segera mencari tahu siapa pemilik suara berat itu, berharap bukan pria iseng lagi. "Ee... Eeeh Mas Seto..." Jawab Citra begitu tahu si pemanggil itu adalah suami Anissa, tetangga satu kontrakannya.

Tampan, tegap, berkumis tipis dan memiliki senyum menawan. Seketika, Citra merasa terpana melihat ketampanan suami tetangganya itu. Walaupun mas Marwan tak kalah tampan namun entah kenapa pagi itu pesona seto mampu membuat Citra melupakan suaminya.

"Kok belum berangkat mbak...? Tanya Seto lagi.

Sejenak, Citra menatap Seto dari ujung rambut hingga ujung kaki. Rambut jabrik berjambang, jakun besar, berjaket kain tipis dilapis kemeja, celana kain dan sepatu kulit. "Jadi ini pria yang selalu membuat membuat berisik dirumah tetangga... Jadi seperti ini tampang lelaki yang selalu membuat puas Anissa...?"

Melihat Seto yang sedang berada didekatnya, tiba-tiba Citra teringat akan permainan cinta Seto dan Anissa tadi pagi yang begitu mengganggu, teringat desahan orgasme Seto dan Anissa yang dapat mereka raih berulang kali, teringat betapa Seto mampu membuat Marwan Emosi karena selalu dibanding-bandingkan.

"SILAKAN SAJA KAMU CARI KONTOL-KONTOL YANG JAUH LEBIH BESAR... SILAKAN SAJA KAMU MINTA DIENTOT AMA KONTOL-KONTOL PRIA LAIN YANG LEBIH KUAT

Sekilas Citra mengingat kalimat kasar suaminya tadi pagi. "Oke Mas... Adek bakal lakuin semua itu..." Ucap Citra dalam hati. "Jangan sampai kamu menyesal..."

Sakit memang hati Citra ketika tadi pagi Marwan membentaknya dengan kalimat kasar seperti itu. Tapi, setelah berulang kali dipikirkan, apa untungnya bersakit hati melulu, lebih baik jika Citra menyikapi sakit hati itu menjadi hal yang lebih menyenangkan untuk dirinya. "Okee... Adek bakal cari kontol pria lain yang lebih bisa MEMUASKAN dahaga birahi Adek...".

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel