Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Ruang Olahraga 2

Erin pov

.

.

Setelah beberapa langkah masuk ke ruangan ini. Lagi-lagi, hidung Sindy mengeluarkan darah. Yang menandakan bahwa ada mahluk lain disini. Tak butuh waktu lama, aku sudah melihat mahluk itu. Tapi kini dia terlihat sedikit lebih baik dari waktu itu. Dan dia mulai berjalan ke arahku.

Sekarang dia sudah berada tepat didepan wajahku. Sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu. Lalu aku berusaha menerima apa yang akan ia katakan. Rupanya dia bukan ingin mengatakan sesuatu melainkan dia ingin memperlihatkan sesuatu padaku.

Seperti saat kasus Nani dulu. Pandanganku perlahan mulai gelap dan akhirnya aku kehilangan kesadaranku.

Tak lama kemudian, aku mulai sadar. Dan seperti pada kasus Nani, aku berada di masa lalu seseorang. Dapat ku pastikan ini adalah masa lalu sosok yang ada di ruang olahraga waktu itu.

Aku berada di tempat yang terlihat asing bagiku. Aku berada di sebuah rumah yang entah itu rumah siapa. Tak lama kemudian, mucullah seorang pria dari balik pintu berwarna putih yang terletak tak jauh dariku. Dia keluar menggunakan pakaian olahraga. Atau lebih tepatnya pakaian basket.

"Ibu, aku berangkat yah." ucap pria itu.

"Hati-hati di jalan. Pastikan kau pulang membawa sebuah piala." ucap ibunya yang berjalan dari arah dapur.

"Akan berjanji akan membawa pulang piala itu untukmu, ibu." ucap si pria ini.

"Kalau begitu berangkat lah, nanti kau terlambat." ucap ibunya.

Pria itu pun langsung meninggalkan rumahnya. Dia berlari ke halte bus yang ada diseberang jalan tak jauh dari rumahnya. Tentu saja untuk menaiki bus.

Selang beberapa waktu kemudian. Ia pun sampai di tempat tujuannya. Dan tempatnya sangat tidak asing bagiku. Yah, ini adalah sekolah ku.

Dia berlari memasuki gedung. Menaiki tangga dan berhenti di depan sebuah pintu. Ia langsung membuka pintu itu. Dan terdapat banyak sekali orang disini.

"Chandra, kenapa kau lama sekali. Kami mengira kau tidak bisa datang." tanya seorang temannya yang mengenakan pakaian persis dengan pakaian yang dikenanakan oleh pria yang bernama Chandra ini.

"Maafkan aku, Michael. Bus yang aku tumpangi tadi lama sekali muncul." ucap Chandra dengan nafas yang agak terengah-engah.

"Kalian harus pemanasan dulu. Supaya kalian tidak cedera saat pertandingan nanti." ucap seorang pria paruh baya. Mungkin dia adalah pelatih mereka.

Saat mereka sedang melakukan pemanasan. Muncullah segerombolan orang yang mengenakan pakaian yang sama tetapi dengan warna yang berbeda. Mungkin mereka adalah lawannya.

Selang beberapa waktu kemudian, semua pemain memasuki lapangan. Dan pertandingannya pun dimulai.

Jujur saja aku tidak menyukai permainan ini. Aku mudah bosan. Jadi kuputuskan untuk melalukan hal yang lain. Saat aku ingin beranjak dari tempat dudukku.

"Brukkkk... "

Aku melihat seseorang terjatuh di tengah-tengah lapangan. Dan dia adalah Michael.

"Kau baik-baik saja?" tanya Chandra seraya mengulurkan tangannya pada Michael. Kemudian, entah mengapa. Michael terlihat marah pada Chandra. Mungkin ia kesal. Akhirnya Michael berdiri tanpa menerima bantuan dari Chandra. Seketika wajah Chandra yang tadinya sangat bersemangat berubah menjadi wajah yang penuh dengan rasa heran.

Pertandingan masih berlangsung. Tim Chandra belum juga dapat melambung angka dari tim lawan. Mungkin karena di dalam tim Chandra tidak ada sama sekali kekompakan. Dan aku bisa melihatnya. Sampai pertandingan berakhir dengan skor yang sangat jauh berbeda. Tim Chandra kalah dengan nilai yang sangat rendah.

Tim yang menang dengan wajah yang gembira keluar meninggalkan lapangan dan tak lupa piala yang berhasil mereka dapatkan pun ikut dengan mereka. Sedangkan tim Chandra keluar dengan wajah kecewa.

"Kau marah padaku?" tanya Chandra kepada Michael  yang berjalan di depannya. Bukannya di jawab, Michael malah berjalan lebih cepat tetapi dia tidak berlari. Chandra mengejarnya dan memegang bahu sebelah kanannya. Tetapi Michael malah menyingkirkan tangan Chandra. Kemudian Michael berlari meninggalkan Chandra dengan perasaan yang bercampur aduk.

"Ada apa dengannya? Apa aku salah bicara?" tanya Chandra dalam hati seraya melihat punggung Michael yang perlahan menghilang dari pandangannya.

Chandra pulang dengan wajah yang sendu. Bukan karena dia kalah tadi. Melainkan karena sikap sahabatnya yang tiba-tiba berubah.

"Kau sudah pulang, nak. Bagaimana pertandingannya? " tanya ibunya. Tetapi Chandra sama sekali tidak mengubrisnya. Ia langsung berjalan menuju kamar dan menguncinya dari dalam.

"Kau baik-baik saja, Chandra." teriak ibunya dari balik pintu kamar Chandra.

"Sebaiknya biarkan saja dulu dia sendiri. Mungkin dia sedang punya masalah." ucap ibunya seraya pergi meninggalkan pintu kamar Chandra.

Chandra duduk termenung di kursi belajarnya. Dan aku hanya bisa diam dan memperhatikannya. Mungkin karena dia sudah lelah merenung. Akhirnya dia memutuskan untuk membersihkan dirinya di kamar mandi. Tal butuh waktu lama, dia keluar dari kamar  mandi dengan menggunakan kaos berwarna hijau muda. Dengan rambut yang masih basah.

Ia meraih handphonenya yang tergeletak di atas meja belajarnya. Aku melihat dia sedang mengotak-atik handphonenya itu. Kemudian ia berjalan menuju lemari pakaiannya dan mengganti baju kaosnya dengan baju yang lebih sering di sebut outfit yang keren.

Lalu ia keluar kamar. Aku rasa dia ingin pergi ke sebuah tempat untuk menenangkan pikirannya.

Tak lupa ia berpamitan pada ibunya. Lalu pergi.

Sekarang dia berada di sebuah cafe yang lumayan jauh dari rumahnya. Dia tampak sedang menunggu seseorang. Dan benar saja, tak lama kemudian muncullah seorang pria yang tak asing bagi mataku. Yah, benar dia adalah Michael. Aku harap mereka bertemu untuk berbaikan.

"Sudah lama? Maaf aku terlambat." ucap Michael yang baru saja datang dan langsung duduk di kursi sebelah Chandra.

"Tak apa. Ada apa? Apa yang ingin kau sampaikan padaku?" tanya Chandra.

"Aku minta maaf atas kelakuanku tadi di sekolah. Seharusnya aku tak melampiaskannya padamu. Aku menyesal." kata Michael yang sangat tulus.

"Baiklah, aku memaafkanmu. Kau kan sahabatku." ucap Chandra seraya menepuk bahu Michael.

Mereka menghabiskan waktu di cafe tersebut cukuo lama. Entah apa yang mereka bicarakan, aku berusaha tak ikut campur. Akhirnya mereka pun berpisah untuk puang ke rumah masing-masing.

Tiba-tiba pandanganku mulai gelap lagi. Aku rasa akan kembali ke masa ku. Ternyata tidak. Aku masih berada di masa lalunya Chandra. Dan sekarang aku berada di ruang olahraga. Yah, aku yakin sekali.

Kali ini aku melihat Chandra sendirian. Dia sedang duduk di salah satu bangku. Dan samar-samar ku lihat, tepat disampingnya ada sebuah kotak kecil. Aku tak mengerti mengenai kotak apa itu. Tak lama, muncullah seorang gadis yang memakai seragam yang sama seperti yang dikenakan Chandra.

"Hai, Chandra. Apa yang kau tunggu di sini." kata gadis ini dengan raut wajah imut yang sangat disengaja. Chandra tak menghiraukan perkataan gadis ini.

"Bolehkah aku duduk di sini?" tanya gadis itu yang bername tag Sella.

Chandra hanya mengangguk sedikit. Kemudian Sella duduk disebelah Chandra. Dari awal duduk sampai beberapa menit kemudian, dia hanya terus melontarkan Chandra dengan pertanyaan yang menurutnya tidak perlu dijawab. Karena merasa terganggu, Chandra pun bangkit dari duduknya. Tapi dia melupakan kotak kecil itu.

Dan Sella terlihat kecewa dan marah saat Chandra pergi meninggalkannya. Sella sepertinya menyukai Chandra. Dan Chandra sepertinya tak menyukai Sella sedikit pun. Mungkin karena Sella lelah terus menerus tak dihiraukan oleh Chandra, akhirnya dia mengambil sesuatu dari dalam tasnya.

Sella mengeluarkan sebuah pisau yang sangat tajam. Perasaanku mulai tak karuan. Aku takut Sella akan melakukan sesuatu dengan pisau itu.

Dia berlari mengejar Chandra dari belakang dengan pisau yang dia sembunyikan di punggungnya.

"Chandra, kenapa kau selalu saja membuat ku lelah mengejarmu. Aku menyukai mu. Kau selalu saja tak menghiraukan keberadaanku. Kau membuat ku lelah menyukai mu." kata Sella yang berhasil mengejar Chandra. Dan sekarang dia berdiri di depan Chandra.

Tanpa aba-aba, Sella langsung menusuk perut sebelah kiri Chandra dengan pisau yang sedari tadi ia sembunyikan. Chandra langsung terkapar di lantai dengan darah yang terus berkeluaran. Aku yang melihatnya, seketika tersentak.

"Astaga, apa yang sudah ku lakukan. Chandra bangunlah. Kumohon." ucap Sella dengan tangisan yang tiada hentinya. Ia memeriksa nadi Chandra berharap ia masih bisa diselamatkan. Tapi, Sella tak menemukan nadi yang masih berdetak.

"Bagaimana ini?" ucap Sella yang mulai terlihat binggung disertai ketakutan yang membuat lututnya bergetar hebat.

Akhirnya dia memutuskan untuk menyembunyikan mayat Chandra di belakang salah satu ring basket.  Kemudian, Sella membersihkan darah yang membekas di lantai dengan kain pel.

Dan dia segera meninggalkan ruangan ini. Dan kotak kecil yang tadi dibawa oleh Chandra, sekarang berada ditangan Sella. Dia membuka kotak itu, dan mendapati sepucuk surat didalamnya. Dia langsung membacanya.

(Selamat ulang tahun, Michael sahabatku. Ini memang bukan barang mahal. Ini hanya sebuah gelang murah. Dan kau tahu? Aku membeli 2 gelang yang sama. Yang satu untukku dan satunya lagi untukmu. Sekali lagi selamat ulang tahun, sahabatku.)

Ternyata ini adalah hadiah untuk Michael yang sedang berulangtahun. Sella membawa kotak yang berisi surat dan sebuah gelang itu pergi.

Akhirnya aku paham, mengapa hantu itu bergentayangan di ruang olahraga. Dan pandanganku lagi-lagi gelap. Tak lama, aku mendengar suara memanggil namaku. Dan aku tersadar dan berada di masa ku sekarang.

"Erin bangunlah. Sudah sejam kau pingsan. Akkhh dasar anak ini. Dia pingsan atau tidur. Lama sekali." ucap Sindy dengan nada kesal yang sangat jelas di telingaku.

Aku pun mulai membuka mataku. Dan melihat sekeliling ku dan kami rupanya masih berada di ruang olahraga.

.

.

.

Yerin pov end

.

.

.

Akhirnya Erin tersadar setelah sejam pingsan. Dan aku yakin bahwa Erin sudah melihat masa lalu hantu ini. Setelah kesadarannya sudah stabil, dia langsung menceritakan semuanya kepada kami.

"Jadi begitu rupanya. Pantas saja, hantu itu terus saja berada di belakang ring basket itu. Dan bagaimana kita memecahkan misteri ini.?" tanya Sindy dengan posisi yang duduk disebelah kanan Erin.

"Kita lanjutkan ini besok saja. Ini sudah sore. Nanti ibuku khawatir. Kita pulang saja dulu." ucapku seraya berdiri dari dudukku yang bersebelahan dengan Erin tepatnya di sebelah kirinya.

Akhirnya mereka pun setuju dengan tawaranku. Dan pulang ke rumah masing-masing.

Hari ini melelahkan sekali.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel