Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5. Sebuah Kiriman

"Satu lagi, tolong setelah ini kau hubungi bagian inventaris untuk menyiapkan ruangan yang full fasilitas untuk Mr. Hans dan asisten barunya. Suruh mereka kerjakan hari ini juga, karena besok pagi ruangan itu harus segera ditempati."

"Baik, Pak," balas Kim sambil mengangguk paham.

Soraya menatap tajam ke arah dinding. "Full fasilitas? Asisten baru? Besok? Apa jangan-jangan itu Kensky?" katanya dalam hati, "Bodoh amat, yang penting dia tidak berdekatan dengan Dean."

"Soraya?"

Suara berat Dean mengagetkannya. "Eh! Ya, Sa ...," dengan cepat ia mengoreksi perkataannya, "Eh, maksudku ada apa, Pak Dean?"

"Sekarang kau boleh keluar dan laksanakan setiap tugas yang diperintahkan Kimberly padamu. Dan ingat, jangan membantah, paham?"

"Baik, Pak."

"Mari ikut saya," kata Kim kepada Soraya kemudian menunduk pamit kepada Dean.

Karena Soraya berdiri di belakang Kim, ia menatap Dean dan mengedipkan mata dengan nakal.

Dean balas tersenyum. Meski hanya senyum datar, tapi hal itu membuat hati Soraya rasanya ingin meloncat keluar dan berbung-bunga.

***

Saat makan malam Kensky duduk di samping kanan Eduardus. Dengan ragu-ragu ia melirik sang ayah yang sedang menyantap makan malamnya dengan lahap.

Eduardus adalah lelaki berambut hitam. Matanya seperti Kensky. Tubuhnya gemuk dan kulitnya yang seputih susu diwariskan kepada putri semata wayangnya.

Di sisi kiri Eduardus ada sosok Soraya yang kini tampak bahagia. Setiap kali selesai menyuapi sendok ke dalam mulutnya ia tersenyum samar. Senyuman Dean tadi pagi selalu terbayang dan hal itu membuat jantungnya berdebar-debar.

"Bagaimana hasil wawancara tadi?" tanya Eduardus sambil menatap piringnya yang berisi ayam kecap dan sayur capcay.

"Sangat lancar." Kensky dan Soraya menjawab serentak dan hal itu membuat Eduardus juga istri kedua-nya itu menatap bingung.

"Kensky, apa kau juga ikut wawancara bersama Soraya tadi?" tanya Rebecca yang tak lain adalah ibu sambungnya. Ia bersikap bodoh dan berpura-pura tidak tahu.

"Iya, aku dan Soraya tadi memiliki jadwal yang sama."

"Wow, benar-benar sebuah kebetulan, bukan?" jawab Rebecca dengan nada mengejek, "Pasti kau diterima karena pergi bersama Soraya, kan?"

Kensky hendak menjawab, tapi Eduardus yang mendengar hal itu langsung melontarkan pertanyaan yang membuat Kensky harus menelan kembali kata-katanya.

"Sky, kau mendapat posisi di bagian apa?"

Kensky merasa senang. Ini pertama kali setelah puluhan tahun Eduardus berbicara dengan nada pelan kepadanya. "Aku menjadi asisten kepala keuangan."

"Kau Soraya?" tanya Eduardus tanpa menatapnya.

Soraya dengan pelan meletakan sendok dan garpunya. Disekanya bibir dengan serbet linen sebelum akhirnya menjawab, "Aku asisten sekertaris, Pa."

"Asisten sekertaris?" ulang Rebecca.

Soraya tersenyum meremehkan ke arah Kensky. "Iya, Ma. Aku asisten sekertarisnya pak Dean Bernardus Stewart."

"Wah! Selamat, Sayang. Kalau begitu kau harus bekerja dengan baik, biar nanti kau bisa naik jabatan menjadi sekertarisnya."

"Tentu saja, Ma. Itu memang yang akan kulakukan," katanya sambil menatap Kensky.

Kensky mencerna sikap Rebecca dan Soraya yang aneh. Sejak Soraya muncul di kantor tadi pagi ia memang sudah curiga. Hal yang tidak mungkin di saat yang bersamaan Soraya tiba-tiba diwawancara. Kensky tahu wanita itu tidak mengajukan permohonan, tapi kenapa wanita itu mendapatkan jabatan yang lebih tinggi darinya. "Apa jangan-jangan yang telah dijodohkan dengan Dean sebenarnya dalah Soraya?" tanya Kensky dalam hati.

"Sebagai orang tua laki-laki, ayah hanya bisa mendukung dan memberi selamat kepada kalian berdua," kata Eduardus yang membuat Kensky terkejut dari pikirannya, "Tapi ingat," Eduardus berdiri seakan menyudahi makannya, "siapa di antara kalian yang lebih dulu menikah, dia-lah pewaris tunggal perusahan ayah."

Kensky tidak terima. Ia segera berdiri dan menghadapi Eduardus. "Itu tidak adil, Pi!"

"Kensky!" pekik Rebecca, "Jangan membantah."

Kensky tidak menggubris. Ia terus menatap Eduardus dengan wajah yang tak kalah emosi. "Itu perusahan mami dan aku anak satu-satunya kalian. Harusnya Papi mewariskannya kepadaku, bukan dia!"

Plak!

Bunyi tamparan membuat Kensky terkejut. Soraya yang juga melihatnya pun langsung ternganga, sementara Rebecca tersenyum puas saat menyaksikan hal itu.

"Jangan pernah kau berkata begitu, Kensky! Kau dan Soraya adalah anakku. Karena aku sudah menikahi ibunya, itu berarti dia adalah tanggung jawabku," kata Eduardus dengan penuh penekanan. Dadanya terlihat naik turun akibat emosi, "Dengar, sekali lagi kau berkata begitu, akan kuhapus namamu dari daftar warisanku. Ingat itu!" Tanpa menunggu balasan Eduardus pun segera meninggalkan ruang makan.

Sementara Kensky masih berdiri di sana dengan hati yang terluka. Matanya nanar karena menahan perih di pipinya. Wajahnya bahkan memerah karena amarah yang tak kunjung meledak.

"Kensky, Kensky," kata Rebecca lalu berdiri, "Sudah mama bilang, bukan? Jangan membantah. Coba saja tadi kau mendengarkan perkataan mama. Mungkin ayahmu___"

Ting-Tong!

Bunyi bel rumah menghentikan perkataan Rebecca. Kensky pun mengambil kesempatan untuk bergerak lalu meninggalkan meja menuju kamarnya.

Ting-Tong!

"Biar aku saja, Ma." Soraya beranjak pergi.

Rebecca yang sedang duduk itu merasa senang saat kata-kata Eduardus tadi terus berenang dalam kepalanya. Ia tak menyangka jika ternyata putrinya akan mendapat warisan dari Eduardus. Dan dengan penuh percaya diri, Rebecca langsung membayangkan bagaimana hidupnya nanti jika Soraya mendapatkan warisan itu dan menikah dengan Dean. "Oh, Rebecca, hidupmu pasti akan bahagia."

"Ma!"

Teriakan Soraya membuat Rebecca terkejut. Tanpa menyahut ia langsung bangkit dari kursi dan berjalan ke ruang depan. "Siapa, Soraya?" Ia menatap lelaki berjas hitam lengkap yang berdiri di depan pintu.

"Pria ini ingin bertemu Kensky."

"Kensky? Untuk apa kau mencarinya?" tanya Rebecca pada pria yang sama sekali tidak terlihat seperti kurir. Ia berdiri di samping Soraya lalu memborong tubuh pria itu dari atas hingga ke bawah.

Lelaki itu memperlihatkan kotak kecil yang dibungkus dengan kertas berwarna pink. "Begini, Bu, saya ingin mengantarkan bingkisan ini untuk nona Kensky."

"Bingkisan?" ulang Soraya, "Bingkisan apa itu? Sini, berikan padaku."

"Tidak bisa, Nona, saya ditugaskan untuk memberikan barang ini secara langsung kepada nona Kensky."

"Dia se___"

Rebecca mencubit lengan Soraya agar gadis itu diam dan menatapnya. "Panggil dia," katanya pelan. Setelah Soraya pergi dengan kesal, Rebecca menatap pria itu dan berkata, "Tunggu sebentar, ya?"

"Baik, Nyonya."

Rebecca terus menyandarkan punggung di pintu dengan tangan yang bertaut di depan tubuh. "Kalau boleh tahu, siapa yang memberikan bingkisan itu?"

Pria itu memperlihatkan kotak yang tanpa nama dan alamat itu. "Maaf, tapi saya juga tidak tahu. Saya hanya diperintahkan untuk membawa kiriman ini langsung ke alamat ini dan memberikannya kepada nona Kensky."

Rebecca kesal. "Tidak perlu diulang, kau kan tadi sudah mengatakannya."

Sejurus kemudian Kensky muncul dengan mata yang bengkak. "Maaf, apa Anda mencari saya?" sapanya ramah.

"Apa benar Anda yang bernama Kensky Oxley?"

"Benar."

"Anda pikir kami ini penipu, ya?" ketus Soraya.

"Maaf, Nona, saya hanya memastikan," balasnya sambil menatap Soraya. Setelah matanya menatap Kensky ia berkata, "Ini ada bingkisan untuk Anda, Nona," pria itu memberikan kotak yang bentuknya persegi panjang kecil dengan kertas dan bolpoin, "Boleh Anda tanda tangan di sini?"

Kensky mengangguk dan mulai mencoret kertas itu dengan tanda tangannya. "Ada lagi?"

"Hanya itu, Nona. Terima kasih, saya permisi dulu." Ia menunduk pamit.

"Kembali kasih," kata Kensky. Ia membolak-balikan kotak yang tanpa nama itu, "Kenapa tidak ada nama pengirim, ya?"

Soraya dan Rebecca yang masih berdiri di sana ikut penasaran. "Dari siapa, Sky?" tanya Soraya ingin tahu.

Kensky menoleh lalu menatapnya. "Kepo!" Ditinggalkannya kedua orang itu yang kesal akibat ucapannya.

"Mama jadi penasaran," kata Rebecca, "Isinya apa itu, ya? Tapi kenapa tidak ada nama pengirimnya, ya?"

"Aku juga, Ma."

Bersambung___

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel