9. Meet You
Davin menghentikan mobilnya di depan sebuah bangunan berlantai dua di sudut kota Paris. Ia dan Dimas segera turun dari dalam. Suasana sekitar sini tidak terlalu ramai walau di kelilingi banyak bangunan lain. Yang jelas sebagian besar bangunannya terlihat tua dan kosong. Davin menengadah menatap bangunan di hadapannya yang bertuliskan nama restoran dalam bahasa Prancis.
Tidak ada yang mencurigakan dari plang besar yang terpasang di atas pintu masuk bangunan restoran tersebut. Cat yang mengelilinginya berwarna biru tua yang sudah mulai pudar. Davin menoleh pada Dimas yang sedang memasang earpiece ke telinganya dengan hati-hati.
"Lo yakin ini tempatnya?" tanya Davin.
Dimas mengangguk sambil menunjukkan ponselnya yang berisi gambar bangunan di hadapan mereka. "Ini yang dikirim sama Pak Eric tadi. Kita harus masuk ke sini."
Davin mengembuskan napasnya keras-keras. Lalu, memasang earpiece ke telinganya. Sekali lagi pandangannya menyapu ke sekeliling. Ia dan Dimas mengenakan setelan casual sesuai arahan yang dikatakan atasan mereka sebelumnya.
Rencananya, hari ini Davin dan Dimas akan memasuki sebuah arena perjudian gelap untuk mencari Danielo Monarez. Eric mengabarkan semalam bahwa Danielo sering melakukan perjudian di suatu tempat tersembunyi dan mereka diminta untuk masuk ke dalam tempat tersebut.
Davin meraba pisau lipat dan pistol yang terpasang di balik jaketnya. Sekedar berjaga-jaga karena tempat yang akan mereka masuki merupakan salah satu tempat perjudian para gangster lokal. Terlalu beresiko jika tidak membawa senjata apapun.
Ponsel Davin tiba-tiba bergetar. Ada pesan dari Dara dan Rian yang mengatakan mereka sudah stand by sekitar 20 meter dari lokasi bangunan itu. Mereka ditugaskan memata-matai daerah sekitar, barangkali akan menemukan Danielo jika berusaha melarikan diri.
Davin dan Dimas segera berjalan mantap ke dalam bangunan restoran terselubung itu. Pengunjung yang datang di sana cukup ramai. Mereka duduk masing-masing bergerombol. Sejauh yang Davin perkirakan, ada beberapa warga lokal juga yang makan di sini.
Davin menghampiri seorang kasir pria yang tengah mengelap gelas-gelas bir. Tubuhnya tinggi besar dan berkumis tebal. Matanya langsung memicing begitu melihat Davin dan Dimas mendekat.
Davin merogoh sakunya, menyodorkan beberapa lembar uang pecahan Euro pada pria itu sambil berkata pelan, "Laissez nous entrer.* (Izinkan kami masuk)."
Pria itu menghentikan kegiatannya dan meneliti Davin juga Dimas dengan saksama. Tangannya dengan luwes mengambil uang yang diberikan Davin tadi. Lalu, ia menyuruh anak buahnya yang sedang berdiri di dekat pintu untuk mendekat.
Davin dan Dimas saling pandang ketika mereka digeledah paksa oleh beberapa orang. Mereka berhasil mengambil pistol dan pisau lipat yang disembunyikan Davin dari balik jaketnya.
Damn!!!
Davin mengumpat dalam hati sementara Dimas terlihat kesal.
"Désolé, il n'y a pas de violence à ma place. On garde cette arme un moment.* (Maaf, tidak ada kekerasan di tempatku. Senjata ini kami simpan untuk sementara waktu)," kata pria kasir tadi. Lalu, mengendikkan kepalanya menuju pintu tertutup tirai di seberang ruangan. "Entre!(Masuklah)."
Davin dan Dimas segera berjalan menuju ruangan tertutup tersebut.
Ruangan itu berukuran 10 x 12 meter dipenuhi dengan meja-meja berbagai ukuran dan bentuk yang setiap mejanya selalu penuh dengan orang bermain kartu. Sementara itu, ada sekitar belasan gadis-gadis berpakaian seksi lalu-lalang membawakan minuman untuk setiap pengunjung yang memesan.
Davin melangkah ke dalam seraya memindai sekeliling. Asap rokok bertebaran dimana-mana. Para penjudi ini dari berbagai kalangan. Suasana berisik sekali. Ada yang sedang tertawa senang karena berhasil memenangkan permainan, ada pula yang tertunduk lesu lantaran mengalami kekalahan.
Davin dan Dimas berpencar. Mereka menduduki kursi kosong di salah satu meja berbentuk persegi panjang yang kebetulan ada dua orang penjudi sebelumnya hengkang dari sana.
Terlihat di kursi paling sudut sebelah kiri pengocok kartu, duduk seorang pria mengenakan kemeja dengan corak warna-warni dan menghisap cerutu. Di depannya bertumpuk uang dan juga chip. Kelihatannya ia baru saja menang besar.
Davin menyipitkan mata. Pria itu persis sekali dengan ciri-ciri yang diberikan oleh Eric sebagai Danielo Monarez. Rambut ikal berwarna hitam, hidung mancung dan agak bengkok, alis tebal menyatu, serta bekas goresan luka di pipi sebelah kiri.
Dimas sepertinya juga berpikiran yang sama. Ia melirik pada Davin sejenak. Mereka tidak bisa menyerang sekarang karena senjata mereka disita sementara bertarung tangan kosong melawan para mafia di dalam ruangan ini, sama saja bunuh diri.
Seorang wanita berpakaian seksi mulai mengocok-ngocok kartu. Permainan akan dimulai. Wanita itu membagikan kartu tersebut satu persatu kepada tiap pemain.
Permainan yang dimainkan adalah poker. Dimana mereka harus membandingkan nilai kartu masing-masing mana yang lebih tinggi. Davin memutuskan bergabung untuk ikut bermain. Wanita pengocok kartu memberi lima pasang kartu padanya.
Davin membuka hati-hati kartunya yang telah dibagikan. Saat itulah ekor matanya tiba-tiba menangkap sesuatu yang ganjil.
Ada seorang wanita mendekat ke arah mejanya. Wanita itu melintas di dekat Davin dan berjalan pelan ke tempat duduk Danielo. Pria itu tampaknya tak memperhatikan si wanita karena sedang berkonsentrasi pada kartunya.
Davin cepat-cepat bangkit waktu melihat kilatan pisau tersembunyi di balik tangan si wanita tersebut.
Dalam sekali lompatan, wanita itu berhasil menusuk bahu Danielo, hingga menyebabkan suasana menjadi gaduh. Danielo menjerit kesakitan, lalu berusaha mencabut pisau yang menancap di bahunya dan membalas serangan si wanita.
Letusan pistol seketika terdengar dari arah lain. Anak-anak buah Danielo berusaha menembak wanita penyerang itu. Si wanita secepat kilat berkelit dari serangan peluru dan juga tinju yang dilayangkan Danielo. Ia balas melancarkan pukulan bertubi-tubi kepada siapa saja yang hendak menyerangnya.
Davin dan Dimas pun tak tinggal diam. Mereka ikut terlibat perkelahian kala mencoba mengejar Danielo yang berusaha kabur. Seorang pria berbadan gemuk sibuk meraup kepingan chip dan juga harta benda yang berhamburan dari meja-meja terbalik.
Danielo berlari ke pintu ketika si wanita penyerang tadi berusaha menusuknya lagi dengan pisau lain. Beberapa orang pria berbadan kekar serta merta menahannya. Davin sendiri sedang berhadapan dengan seorang pria gangster yang melindungi Danielo. Mereka bergumul dan saling melayangkan pukulan mematikan. Davin berhasil menendang tungkai pria tersebut saat ia mencoba untuk menembakkan pistolnya pada Davin.
Pistol itu terjatuh dan Davin langsung merebutnya, kemudian menembakannya tepat di dada pria tersebut yang membuatnya terkapar. Davin melihat Danielo sedang tertatih-tatih berjalan menuju pintu dengan bahunya yang terluka. Darah menetes-netes membasahi lantai. Orang-orang di dalam ruangan berhamburan keluar sambil menjerit-jerit.
"Dar! Lo sama Rian tunggu di depan. Terjadi keributan! Danielo mau kabur. Jangan sampe lolos!" teriak Davin melalui earpiece yang terpasang di telinganya.
"Oke, Vin!" Dara menyahut cepat.
Davin berlari menuju pintu. Ia berhasil menarik kemeja bagian belakang Danielo. Pria itu tersentak dan melayangkan tinjunya pada Davin. Davin cepat-cepat menghindar dan membuat pegangannya terlepas.
Pria itu menggumamkan sesuatu dengan nada kasar kepada anak-anak buahnya yang tersisa. Mereka berjumlah tujuh orang dan langsung memblokir jalan keluar. Semuanya menatap garang pada Davin dan juga Dimas, mengepung keduanya agar tidak bisa melarikan diri.
"Espionner!* (mata-mata)!" Salah satunya bersuara.
Sial! Davin mengumpat dalam hati.
Seharusnya dia bisa menangkap Danielo atau mendapatkan informasi tentang Felipe dari pria itu, tetapi kemunculan si wanita asing tadi malah mengacaukan segalanya, dan wanita tersebut sekarang entah berada di mana. Davin tak melihat sosoknya lagi.
Tiga orang dari mereka bergerak maju untuk menyerang. Tanpa bisa mengelak, Davin dan Dimas akhirnya bertarung melawan. Davin cepat-cepat mendaratkan pukulan telak di area vital mereka sebelum mereka berhasil melakukan serangan balasan.
"Dim, kita harus keluar dari sini!" teriak Davin yang membuat Dimas menoleh.
"Lewat mana?" Dimas balas berteriak. Seorang pria berbadan kekar tengah berusaha menyerangnya.
Davin menundukkan kepala ketika desingan peluru nyaris menembus dahinya jika ia tidak cepat menghindar. Ia balas menembakkan pistol yang didapatnya tadi ke arah gangster yang melesatkan tembakkan dan tepat mengenai perut pria tersebut.
Davin mengalihkan pandang ke jendela, berinisiatif melompat dari sana karena pintu keluar sudah diblokir oleh para gangster dalam ruangan ini.
"Kita lompat ke jendela!" kata Davin.
"Apa?" tanya Dimas sambil membelalakkan mata.
Namun, Davin sudah berlari lebih dulu ke jendela dan menghempaskan tubuhnya di sana.
PRAAANNGGG!!!
suara kaca jendela pecah memekakkan telinga. Davin jatuh berguling-guling di tanah. Beberapa pecahan kaca menggores kulitnya yang terbuka.
Ia cepat-cepat bangkit. Si wanita penyerang tadi melintas di dekatnya, berlari kencang dan masuk ke dalam sebuah mobil Hatchback warna biru gelap sementara beberapa orang gangster mengejarnya. Wanita itu sempat menoleh pada Davin sejenak sebelum masuk ke dalam mobil tersebut dan meninggalkan tempat ini.
"Catch everyone who screwed it up!" terdengar suara teriakan marah seseorang dari dalam gedung. Dia adalah pria kasir yang tadi ditemui Davin dan Dimas. Paras pria tersebut kelam menahan amarah lantaran tempat usahanya hancur berantakan.
Empat gangster yang mengejar wanita tadi berbalik menuju Davin. Davin tersentak dan menembakkan pistolnya. Kemudian, buru-buru berlari meninggalkan tempat ini.
Davin berbelok ke jalan sempit yang ada di dekatnya. Bangunan-bangunan kosong mengapit sisi kiri-kanan jalan tersebut. Ia tidak tahu menuju kemana. Yang jelas, sebisa mungkin ia harus menghindari kejaran mereka atau nyawanya bisa melayang jika tertangkap.
"Vin, lo dimana?" suara Dimas terdengar melalui earpiece yang digunakan oleh Davin. "Gue baru sampe ke mobil."
"Bagus," gerutu Davin, masih berlari menyusuri jalan sementara para gangster di belakangnya mengejar tanpa kenal lelah. Mereka berteriak-teriak pada Davin dalam bahasa Prancis atau bahasa Inggris yang tidak bisa ditangkap jelas oleh telinganya. Sesekali mereka juga melesatkan tembakan dan langsung dibalas oleh Davin.
"Mereka ngejar gue sekarang," beritahu Davin sambil mengencangkan larinya.
Ia mendesah lega ketika jalan sempit yang dilaluinya tembus ke jalan raya besar. Keempat gangster yang mengejar Davin pun masih berada di belakang.
Salah satunya melepaskan satu tembakan lagi dan membuat orang-orang yang sedang berjalan di sekeliling mereka, kalang kabut ketakutan. Davin berbelok, beberapa kali menabrak orang-orang yang berjalan di depannya.
"Sial!" Suara Dimas terdengar. "Gue akan jemput lo. Kasih tau gue lokasi lo sekarang."
"Gue nggak tahu ini dimana. Tapi, gue lagi di jalan utama dekat cafe ...." Pandangan Davin membentur sebuah bangunan bertuliskan Le Grand Cafe yang berjarak 5 meter darinya. "Le Grand."
"Oke, gue akan ke sana!" jawab Dimas.
Davin menatap ke belakang sesaat, para gangster tersebut sudah agak menjauh. Ia menghela napas dan tiba-tiba menabrak sesuatu di trotoar.
BRAKKKK!!
Sepeda yang tak sengaja ditabraknya terjatuh dengan benda yang berada di dalam keranjangnya berhamburan. Pemilik sepeda tersebut terdengar mencebik kesal. Lalu mendirikan lagi sepedanya.
"Désolé, Mademoiselle," ucap Davin pada gadis itu.
Gadis itu mendongak hendak memarahi Davin. Namun, ia malah tercengang dengan mata terbelalak. Mulutnya yang setengah terbuka seketika terkatup rapat.
Davin pun ikut terperanjat begitu menyadari siapa gadis yang tak sengaja ditabraknya saat ini.
SHELYN!
"Da-Davin?" seru Shelyn padanya.
***