Bab 3 Sosok yang Dingin
Bab 3 Sosok yang Dingin
Deg!
Tubuh Adelyn seketika menghentak di tubuh cowok tersebut.
"Kau mau apa, ha?" tanya cowok tersebut dengan nada dingin.
"Ma-maaf. Aku hanya ingin menanyakan apa kau tau di mana kelasku? Apa kau mengenalku?" tanya Adelyn dengan gugup.
"Ha? Kau sedang mengerjaiku, ya? Gak lucu sama sekali."
"Apa kau mengenalku? Apa kau bisa tunjukkan di— di mana kelasku?"
"Dasar, cewek menyebalkan!"
"Eh tunggu! Jangan pergi dulu!"
Adelyn tidak peduli apakah cowok tersebut mengijinkannya atau tidak untuk mengikutinya. Adelyn terus mengekor mengikuti langkah cowok itu. Adelyn entah mengapa begitu yakin, kalau cowok tersebut memang mengenal Adelyn.
Cowok tersebut masuk ke dalam sebuah kelas. Seketika itu langkah Adelyn terhenti. Adelyn ragu untuk mengikuti cowok tersebut masuk ke dalam kelas.
"Bagaimana ini? Dia masuk ke dalam kelas. Kalau ini bukan kelasku, bagaimana?" ucap Adelyn dalam hati penuh dengan keragu-raguan.
"Yoo... Sedang apa? Kenapa berdiri di sini?" tanya seorang cewek yang datang tiba-tiba, lalu menepuk bahu Adelyn.
Adelyn mengerjap. Pasalnya ia sama sekali tidak mengenal siapa cewek yang baru saja berbicara padanya.
"Ayo masuk. Sebentar lagi kelas mau di mulai. Jangan sampai profesor melihat kita masih berdiri di sini."
Beruntung bagi Adelyn. Tidak perlu bertanya, Adelyn dapat dengan mudah mengetahui nama cewek tersebut. Ada papan nama yang terpasang pada seragam cewek tersebut.
"Eun-na?" ucap Adelyn setengah tidak yakin.
"Iya itu namaku. Kenapa?" ucap Euna heran. "Haish! Kenapa sikapmu jadi aneh begini? Ayo cepat kita duduk."
Euna langsung menarik tangan Adelyn untuk berjalan mengikutinya. Hingga tiba di sebuah bangku meja. Euna duduk. Namun, Adelyn dirinya masih tampak tidak yakin seperti orang kebingungan.
"Nona, Kim. Kenapa kau masih berdiri? Kenapa tidak duduk di bangkumu?" tanya seseorang dari arah belakang Adelyn.
Adelyn pun menolah. Ia melihat ada seorang pria dengan jubah putih membawa buku sebesar kamus ditangannya, tengah menatap lurus melihat dirinya.
"Eh?"
"Cepat duduk!" ucap pria tersebut dengan lantang.
"Ba-baik Pak," tanggap Adelyn dengan suara cukup keras. Adelyn cukup kaget ketika mendengar suara pria tua tersebut berbicara kepadanya.
Adelyn perlahan duduk di bangkunya. Tepat di sebelah Euna.
Suara bisik-bisik terdengar samar, ketika beberapa pasang mata menatapnya sinis, lalu membelakanginya.
"Hei, kau kenapa? Hari ini kau terlihat aneh?" tanya Euna berbisik kepada Adelyn.
"Ha? ... Ah tidak. Tidak ada apa-apa," sangkal Adelyn.
"Kau yakin?"
Adelyn kali ini tidak menjawab. Dirinya sedikit tidak yakin harus berkata apa kali ini.
***
Jam istirahat.
Setelah mendengar bunyi bel berdering, tanda istirahat, Adelyn terburu-buru mencari sebuah perpustakaan.
3 jam mendengarkan pelajaran, membuat kepala Adelyn rasanya mau pecah.
Ini bukan karena matematika, fisika, atau ilmu aljabar lainnya. Ini berbeda. Ini tidak wajar! Adelyn menemukan keanehan dari apa yang diajarkan oleh gurunya.
Adelyn tergesa-gesa. Ia berjalan tidak tentu arah. Ia ingin ke perpustakaan. Tapi dia sendiri tidak tahu pasti perpustakaan itu ada di mana.
"Awas!" teriak seseorang.
Wush
Mata Adelyn terbelalak ketika ada sebuah bola api melintas di depan matanya. Nyaris saja bola api tersebut mengenai kepalanya, jika tidak ada seseorang yang menarik tubu Adelyn ke belakang.
"Kau benar-benar sudah gila, ya?!" sembur seorang cowok yang langsung bergegas menghampiri Adelyn.
"Kau gak apa-apa?" Ada cowok lainnya yang bertanya pada Adelyn. Seorang cowok yang berhasil menyelamatkan Adelyn, dengan meraih tuby Adelyn mundur dari jangkauan bola api.
Napas Adelyn tiba-tiba terasa begitu sesak.
"Apa ini? Mereka sedang apa? ... Bukan! Mereka ini makhluk apa? Apa mereka manusia?" napas Adelyn terengah-engah ketika memikirkan pertanyaa yang hanya ia tanyakan pada dirinya saja.
"Hei, kau baik-baik saja?" tanya seorang cowok. Dari name tag miliknya, terlihat nama Eric Lee tertulis di sana.
"Ah!" Adelyn langsung melepaskan diri dari genggaman Eric. "Maaf." ucap Adelyn kikuk.
"Eh, kau dari tadi pagi kenapa bersikap begitu aneh?! Kau kenapa lewat sini? Memangnya kau mau ke mana?" tanya cowok dingin tersebut dengan sinis.
"Kau!" Adelyn terbelalak melihat cowok tersebut. Lagi-lagi ia bertemu dengan cowok dingin menyebalkan yang tadi pagi tidak mau menjawab pertanyaannya.
"Kenapa melihatku seperti itu?" cowok itu sedikit merasa risih ketika Adelyn mengeryit padanya.
"Kita sekelas. Tapi kenapa kau tidak mau mengatakannya padaku, bahkan ketika aku bertanya? Apa aku punya salah padamu? Apa kau tau, betapa kebingungannya aku tadi pagi?" sergah Adelyn dengan kesal.
"Apa?" cowok tersebut memandang aneh Adelyn. Dan tidak hanya cowok tersebut. Beberapa teman dari cowok tersebut pun menatap heran Adelyn. Tentu saja hal itu membuat Adelyn merasa tidak enak.
"Ah sudahlah. Lupakan saja. Aku mau ke perpustakaan." Adelyn keluar dari kerumunan yang tidak mengenakkan itu.
"Eh kau mau ke mana?"
Grep! Cowok dingin tersebut menarik pergelangan tangan Adelyn. Seketika Adelyn menoleh melihatnya.
Deg! "Apa ini? Kenapa dia tiba-tiba..." ucap Adelyn dalam hati, karena tidak menyangka kalau cowok dingin tersebut akan sedikit peduli padanya.
"Apa yang kau?!...." ucap Adelyn yang sedikit gugup.
"Heleh! Dari tadi kau, kau, kau saja. Aku juga punya nama."
"Heuh? Tapi name tag-nya...." Satu-satunya alasan Adelyn sulit mengetahui nama cowok dingin tersebut adalah, karena cowok tersebut tidak memakai seragamnya dengan benar.
Seperti cowok yang terkesan 'bad boy' cowok ini mengenakan kaos, lalu membuka seluruh kancing seragamnya, menampilkan tampak depan kaosnya saja.
"Name tag? Apa maksudmu?"
"Bagaimana aku bisa tau namamu. Nametag-mu saja tidak terlihat," gumam Adelyn.
"Apa?"
Adelyn ragu-ragu melihat cowok tersebut.
"Astaga! Aku Tae Hyun. Apa kau tidak ingat?" tanyanya memekik.
"Tae Hyun?" gumam Adelyn.
Adelyn sesaat terpukau. Entah bagaimana, ketika Taehyun mengatakan namanya, nampak raut wajah kecemasan di dalamnya. Seketika itu juga, Adelyn merasa seperti ada sengatan listrik yang menyambar ke seluruh tubuhnya.
"Ba-baiklah! Sekarang lepaskan tanganku!" seru Adelyn.
"Heuh?" Sepertinya Taehyun juga baru sadar kalau sedari tadi dirinya belum melepaskan tangan Adelyn. Dengan sedikit kasar, Taehyun melepaskan tangan Adelyn. Wajah Taehyun memerah.
"Kau mau ke mana?"
"Apa pedulimu?" ucap Adelyn sedikit ketus. "Bukankah kau sedang bermain dengan mereka?" Adelyn mengintip kebalik badan Taehyun. Tampak beberapa orang tengah bermain sepak bola api di sana.
"Geez! Aku yang bertanya duluan, jadi sebaiknya kau menjawab," ucap Taehyun tidak kalah ketus.
"Aku mau ke perpustakaan. Kenapa? Apa itu mengganggumu?"
"Lord! perpustakaan bukan ke arah sana! Kau ini hilang ingatan, ya?"
Adelyn tertunduk. Untuk yang satu ini Adelyn tidak bisa berkutik menjawab Taehyun.
Taehyun sendiri merasa ada yang tidak beres. Youra yang ia kenal tidak pernah sekalipun menundukan kepalanya di depan siapapun.
Tapi, Youra yang dihadapannya kali ini terlihat berbeda.
"Mau aku antar?" tawar Taehyun.
"Heuh?"
***
Taehyun benar-benar mengantarkan Adelyn ke perpustakaan. Untung saja ada Taehyun, jika Adelyn pergi sendiri, Adelyn yakin dia tidak akan bisa menemukan perpustakaan ini dalam waktu 2 jam.
"Kau mau apa ke sini?" tanya Taehyun yang masih membututi Adelyn masuk ke dalam perpustakaan.
"Apa aneh, jika seorang siswa masuk ke dalam perpustakaan?" tanya Adelyn pelan.
"Untuk siswa biasa, sih, enggak. Tapi kalau untuk kamu pengecualian."
"Itu sindiran?"
"Hahaha. Youra kau kenapa? Kau hilang ingatan hah, selama liburan? Atau bagaimana?" Taehyun terkekeh.
"Kenapa tertawa? Memangnya ada yang lucu?"
"Enggak sih, ini hanya aneh saja. Kau tidak biasanya ke perpustakaan. Kau selalu mengatakan, kalau kau terlahir dengan bakat istimewa. Kau tidak butuh keberuntungan. Karena kau telah memiliki segalanya."
"Benarkah?" tanggap Adelyn dengan heran. "Aku mengatakan hal seperti itu?"
"Heuh? Apa kau merasa aneh?"
Adelyn terlihat begitu bingung. Dan disaat itulah Taehyun merasa kalau Adelyn yang ia anggap sebagai Youra, Tidak sedang bercanda dengannya.
"Ka-kau benar-benar hilang ingatan?"
"Eh?"
"Apa kau mengalami kecelakaan?"
Adelyn tiba-tiba teringat kejadian ketika ia terjatuh dari lantai 35 sebuah gedung. Tapi tentu saja bukan karena itu, Adelyn tidak mengingat Taehyun ataupun seluruh yang terjadi saat ini. Adelyn pun mengeleng kuat-kuat.
"Tidak. Aku baik-baik saja," ucap Adelyn pelan.
"Kau yakin?" Tanya Taehyun sekali lagi.
Kali ini Taehyun menatap Adelyn lekat-lekat.
—To be continued—