Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 13 Kegelapan yang Mengintai

Bab 13 Kegelapan yang Mengintai

Di suatu tempat yang jauh di sana.

Seorang laki-laki sedang mengecek jam tangan. Kedua bibirnya berdecih kesal, menunggu seseorang. Rambut abu-abu dengan berperawakan tua. Mengenakan setelan blazer dengan tongkat dari kayu. Pada bagian atas tongkat, sebuah bola berwarna merah dengan ornamen cakar emas. Menyala-nyala dengan aura hitam. Sehingga orang-orang tidak berani mendekat.

Pria tua itu mendongak pada sebuah festival. Suara perkusi dari alat musik yang dilantunkan, serta lampu menyala-nyala di sepanjang jalan. Beliau berjalan menuruni tangga. Merasa tidak senang dengan keramaian yang ada di kota. Pria tua itu berjalan sambil meraba-raba pegangan pada tangga dari batu yang telah tersusun rapi. Di depannya, terdapat sebuah pantai dengan sinar rembulan yang indah. Bulan yang begitu bersinar sampai terlihat sebuah bayangan yang jelas dari kejauhan. Telapak tangan mengeluarkan sebuah kacamata normal dengan ujung tungkai coklat. Ketika salah satu pemabuk menabrakkan diri, tongkatnya terjatuh.

“Hati-hati jalannya, tua bangka!” ucap pemabuk cegukan.

“Kau yang harusnya hati-hati, dasar manusia.”

“Apa katamu, brengsek? Kau ingin melawan kami, huh?” katanya bernada mengancam.

Namun pria tua itu tidak menggubris ancaman pemabuk tersebut. Langkah kakinya berjalan melewati pasangan yang sedang dimabuk cinta. Salah satu pukulan pemabuk mulai dilancarkan aksinya. Tetapi tangan kanannya terputus begitu saja. Cipratan darah mengalir dari batu tersebut. Pemabuk itu menjerit kesakitan, berurai air mata mengalir dari pipinya. Pria tua itu berjalan lagi sembari mengambil tongkatnya dengan santai. Semua orang yang melihat aksinya, merekam atau mengabadikannya ke dalam sebuah media sosial. Jentikan jari pada pria tua itu, diarahkan pada smartphone yang mereka miliki. Tiba-tiba layar semuanya menghitam.

“Seperti biasa, kau selalu mencari ribut,” gumam pada sosok pemuda yang ada di sampingnya.

Pria tua itu menoleh pada pemuda tersebut. Tetapi aura tekanan yang ada di sana begitu menguat, sampai tidak berhasil menghancurkannya, baik mental maupun fisiknya. Kuat sekali, singkat pria tua itu. Pedang miliknya bernama Hellreaver, ditaruh di samping kursi. Kedua lengannya diregangkan ke belakang. Helaan napas panjang dari pemuda itu. Serta diberi jimat pelindung supaya tidak bisa kabur dengan seenaknya. Rambut hitamnya terurai lurus, dengan kumis dan janggut dicukur sampai tidak tersisa. Pakaian baju berkerah lengan pendek dengan bros elang dan bola dunia pada bagian kiri.

“Gufron kah? Mau apa kau kemari?”

“Aku di sini untuk tidak mengganggu rencanamu kok.”

“Lalu?”

Gufron mendongak pada sinar rembulan sekali lagi. Dia menyadari pada telapak tangannya terdapat sebuah elemen hitam di belakangnya. Berniat untuk melemparkan ke arahnya. Akan tetapi, pemuda itu dapat menangkapnya dengan mudah. Serasa bermain bola basket dan melemparkannya kembali ke dasar lautan. Anehnya, tidak ada ledakan apapun di sana.

“Apa kau kemari untuk menghentikanku?”

“Sudah kubilang aku tidak akan melakukan hal itu, dasar ras gurita!”

Ketika mengucapkan ras gurita, pria tua itu berubah menjadi sebuah ras dengan berkepala gurita. Memiliki empat tentakel di bagian mulutnya, dan memiliki struktur otak yang tertutupi oleh kerah berkain tebal. Tangan kirinya, mengunyah otak dalam bentuk jus. Sedangkn pada pergelangan tangan, inang-inang mulai menggeliat dalam tubuhnya. Memangsa setiap orang yang akan berjumpa dengannya.

“Duduk saja. Aku tidak akan membunuhmu atau apapun. Lagipula, ini bukan duniaku.”

“Aku meragukan perkataanmu,” sahutnya menggerutu.

“Tentu saja. Karena ras Mind Flayer atau Illithid hanya berambisi untuk mencapai suatu tujuan.”

Gufron menatap makhluk berkepala gurita itu sekali lagi. Kali ini, aura intimidasi sepuluh kali lebih kuat. Psikonik yang dimilikinya tidak mampu menandinginya. Akhirnya, dia mengalah dan duduk bersama Gufron.

“Ada berapa ras Mind Flayer ada di dunia ini?”

“Tiga. Satu diantara mereka telah melakukan tindakan kejam terhadap manusia. Dan status mereka siap dieksekusi.”

“Oleh?”

“Itu bukan urusanmu!” katanya bernada dingin.

Hening sesaat. Tidak ada satupun yang berbicara. Hingga dia berubah lagi menjadi sosok manusia dan menyembunyikan inang ke dalam tubuhnya.

“Benar juga. Lalu bagaimana denganmu? Apa kau tertarik dengan dunia ini?”

“Aku membencinya! Jujur aku ingin sekali menghisap mereka sampai tidak tersisa sedikitpun. Tapi kalau dipikir-pikir, aku tertarik dengan seseorang.”

“Siapa?” tanya Gufron.

“Adelyn Youra dan laki-laki bernama Taehyun!”

'Adelyn Youra? Kok rasanya aku pernah dengar nama itu ya,' gumam Gufron. Pria tua itu memperlihatkan sebuah rekaman selama belajar berlangsung. Semula tidak ada hal spesial dari gadis bernama Adelyn Youra. Hingga akhirnya, ada sedikit perubahan drastis dari sikapnya. Serasa bukan gadis yang dikenal.

“Begitu ya … reinkarnasi ya?”

“Kau mengetahuinya?”

“Tentu saja. Kru kapalku sering berurusan dengan orang-orang semacam itu. Dan berbagai macam sifat mulai tampak begitu mendapatkan kesempatan kedua. Jujur saja, aku bingung harus menghadapi mereka semua,” gerutu Gufron mengangkat bahunya.

“Kalau memang reinkarnasi itu ada, bisa jadi itu sebuah senjata yang pas untuk melawan mereka,” tebak pria tua itu.

Gufron memicingkan kedua matanya. Mengorek-ngorek telinga supaya tidak salah dengar.

“Senjata … jangan bilang—”

“Mereka tidak dapat mencuri otak mereka karena masih kecil. Setelah tubuh manusia dihisap oleh sebuah inang, mereka belum bisa memakan otak tersebut karena butuh induk atau pengendali untuk mengarahkan mereka. Barulah mereka menghisap otak masing-masing. Itupun harus dalam volume cukup besar,” jelaskan pria tua itu.

Tongkatnya diangkat, memperlihatkan perubahan bola dari warna merah ke hitam. Pada bagian tengah, sebuah bola mata dengan warna biru kehitam-kehitaman bercampur menjadi satu bagian.

“Maka satu-satunya cara untuk menghentikannya adalah kekuatan sihir dari Adelyn dari reinkarnasi itu.”

“Lalu bagaimana dengan Taehyun?”

“Dia adalah suatu ‘trigger’ yang pas untuk Adelyn.”

“Prosesnya?”

“Kau tidak perlu tahu.”

Gufron berdecih kesal. Tidak menyangka berdebat dengan makhluk berkepala gurita dan cukup pandai di antara ras mereka.

“Lalu bagaimana cara kau meyakinkan keduanya? Dengan kekuatan cinta seperti Romeo Juliet?”

“Tentu saja aku akan menyamar menjadi seorang professor yang pandai dan selalu rasa ingin tahu tinggi.”

“Itu bukan jawaban!” bentak Gufron.

Walau demikian, pria tua itu terkekeh. Merasa senang bisa mengobrol dengan pemuda bernama Gufron. Helaan napas secara kasar, keluar dari mulut Gufron. Bibirnya mengatup, lirikan tajam matanya mengarah pada mata salah satu ras Mind Flayer.

“Baiklah. Maaf aku terlalu emosional. Lagipula, dunia yang kau tinggali sangat menarik dan dipenuhi sihir.”

Tidak ada respon dari ras berkepala gurita. Dia membetulkan kacamatanya, mengecek jam tangan sudah menunjukkan pukul setengah delapan. Tidak terasa waktu sudah berjalan tiga puluh menit. Dia bangkit berdiri dan memegang sebuah buku bersampul warna hitam. Tiba-tiba, sebuah hologram muncul dari jam tangan milik Gufron. Terlihat Taehyun sedang memanjat di kamar Adelyn.

"Tae—" Adelyn hampir saja berteriak kalau Taehyun tidak menaruh jemari telunjuknya di depan mulutnya.

"Jangan berisik," ujar Taehyun sangat pelan.

"Apa yang sedang kau lakukan sekarang? Kenapa kau bisa ada di sini?" tanya Adelyn penuh heran.

"Apa kau bisa keluar sekarang? Ada yang ingin aku tunjukkan padamu," ujar Taehyun masih dengan suara berbisiknya.

"Hah?! Apa kau gila? Ini sudah larut malam!" Adelyn mengerutkan keningnya tidak setuju.

"Oh ayolah, hanya sebentar saja," pinta Taehyung.

"Mau ke mana memangnya? Besok kita masih ada ujian," ujar Adelyn. Dia sama sekali tidak tahu apa yang sedang direncanakan oleh Taehyun.

"Jangan banyak tanya, ikut saja! Aku sudah susah payah datang ke sini. Harusnya kau bisa lebih positif meresponku," protes Taehyun.

Pria tua itu melihat hologram milik Gufron. Tersenyum tipis melihat kedua remaja itu saling berinteraksi.

“Mereka masih saja bermain seperti biasanya. Dasar anak muda zaman sekarang,” gumam Gufron menutup mata mematikan hologramnya.

“Berhati-hatilah, Professor Thomas … tidak. Srenchenogu!”

Setelah itu, pria tua bernama Professor Thomas pergi menghilang tanpa jejak. Gufron mengambil sebuah permen di dalam sakunya. Membuka isi plastik yang diberikan oleh Srenchenogu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel