Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9 Atom Kalium

Istriku mendekat, berjalan perlahan sambil menatapku manja. Dia penasaran dengan album foto yang kulihat hampir setiap minggunya. Padahal beberapa kali dia sudah membukanya. Ah ada-ada saja tingkahnya.

"Kok kepo sih?" Kututup album foto tahunanku. Aku tertawa kecil. Dia memandangku, tersenyum sinis. Lantas menekan hidungku. "Aduh!"

"Gak boleh ya kepo ke suaminya?" Dia merebut album yang kupegang.

"Haha, cuma bercanda kok." Jawabku seraya memegang bahunya dari belakang.

*****

Tak terasa, besok kami akan pulang, meninggalkan area perkemahan. Setelah malam terakhir tiba, besok siang kami akan pulang setelah upacara penutupan. Ternyata tidak terlalu membosankan menjadi anak baik untuk sementara waktu.

Aku mengalungkan syal biru di leherku. Syal yang entah dari siapa. Tiba-tiba sudah melilit di leherku begitu saja ketika bangun. Apa mungkin Selly yang memberikannya? Ketika aku tertidur, dia pergi sambil meninggalkan syal? Mungkin saja.

Seperti biasa, siang ini waktunya game. Kali ini seluruh regu dikumpulkan di tengah hutan. Tidak terlalu dalam. Masih sangat dekat dari area perkemahan.

Panitia membagi setiap ketua kelompok sebuah amplop berwarna biru. Rendra lantas mengambilnya.

Peraturan permainan ini, kami harus menemukan benda-benda yang dimaksud dalam amplop tersebut. Di dalam amplop itu ada sebuah teka-teki yang harus kami pecahkan. Butuh tiga petunjuk untuk memecahkan benda apa yang harus kami cari. Artinya masih ada petunjuk lain selain amplop ini. Waktu game ini sangat panjang. Batas waktunya sampai malam tiba. Tepat sebelum api unggun dinyalakan.

Aku suka perminan ini. Sepertinya akan seru. Apalagi area permainannya hutan.

Rendra membuka amplopnya.

Berdirilah tepat pada lingkaran. Ketika bayangan sudah hilang, dia akan bersinar. Itupun jika kalian sanggup melihat kesegala arah bersamaan.

"Apa maksudnya ya?" Rendra memegangi dagunya. Bertanya pada semuanya.

"Mungkin kita disuruh membuat sebuah lingkaran, lalu duduk atau berdiri di dalamnya." Lia memberi usul. Kami semua duduk sambil terus berpikir.

"Tidak mungkin, itu terlalu mudah." Rendra menyangkal ide Lia.

"Lingkaran... Bayangan hilang... Ah! Aku tidak mengerti apa-apa." Doni mendengus kesal.

"Hey! Jika itu petunjuknya aku mungkin tahu salah satunya," Alvin mengangkat telunjuknya. Kami memperhatikannya dengan saksama. "Bukankah hanya ada satu lingkaran di sini? Di area upacara, tiang bendera dibingkai oleh lingkaran biru. Mungkin itu jawabannya."

"Benar juga. Petunjuk pasti bersifat baku. Jika benar hanya ada satu lingkaran, itulah tempatnya." Aku setuju dengan ide Alvin. Kami bergegas pergi menuju area upacara. Kegirangan walau hanya satu petunjuk yang kami pecahkan dalam amplop ini.

Sepanjang jalan aku memikirkan petunjuk lainnya. Kalimat-kalimat ini pasti memiliki petunjuk ganda yang harus kami pahami semuanya. Tapi kalau mereka yang anak baik saja tidak bisa memecahkannya, apalagi aku. Lebih baik aku mengikuti mereka saja untuk saat ini.

Kami sampai di area upacara. Semuanya menatap kaku tiang bendera yang dibingkai lingkaran berwarna biru di bawahnya. Kosong. Tidak ada apa-apa di sini. Lengang, karena semua peserta ada di dalam hutan.

"Lalu apa lagi setelah ini?" Rendra bertanya pada Alvin. Seolah hanya Alvin yang mengerti teka-tekinya.

Semuanya diam. Memikirkan langkah selanjutnya. Kecuali Lia, dia sibuk mengorek-ngorek semua area upacara yang dia anggap mencurigakan. Itu sia-sia.

"Aku tahu!" Lagi-lagi Alvin yang mengacungkan tangannya. "Bayangan hilang yang dimaksud amplop itu adalah tepat pada tengah hari. Ketika itu bayangan kita akan hilang karena sejajar dengan objek yang disinari matahari. Lalu kita harus melihat ke segala arah untuk menemukan sesuatu yang bersinar."

"Apa hubungannya tengah hari dengan benda yang bersinar?" Doni menggaruk kepalanya, bertanya keheranan.

"Detilnya aku tidak tahu. Tapi kemungkinan benda itu hanya akan bersinar tengah hari," kami mengangguk berusaha mengerti apa yang dijelaskan Alvin. "Sekarang kita harus melingkari tiang bendera ini. Lihat ke semua penjuru area upacara. Cari objek yang bersinar ketika tepat pada tengah hari."

Kami membuat lingkaran dengan posisi membelakangi tiang bendera. Beberapa panitia menyeringai pada kami. Seolah memuji bahwa kami bisa memecahkan petunjuk pertama.

Tengah hari tinggal sepuluh menit lagi. Kami berusaha menahan pegal karena terlalu lama berdiri. Sebenarnya ini bisa dilakukan ketika tengah hari tiba. Tapi Alvin bersikeras untuk melakukannya sesegera mungkin, untuk berjaga-jaga. Siapa tahu benda itu bersinar bukan hanya ketika tengah hari.

Bayangan kami mulai memendek. Alvin mengingatkan kami untuk tetap fokus.

"Kenapa lama sekali sih!" Lia berseru kesal, menggaruk kepalanya.

Bayangan kami sudah benar-benar hilang! Semuanya menambah fokus untuk menemukan benda yang bersinar.

"Alvin, apakah bersinar dan berkilau itu sama?" Lia berbicara pelan.

"Tentu saja Lia. Keduanya memiliki hubungan dengan cahaya." Alvin menjelaskan singkat sambil terus fokus melihat ke depan.

Lia berlari ke arah jalan setapak menuju hutan. Mengambil sesuatu dibawah pohon lengkeng yang besar. Agak tertutup oleh semak-semak.

"Alvin! Aku menemukannya!" Lia berteriak kegirangan. Kami berlari menghampirinya. Benar! Lia menemukan satu lagi amplop. Kali ini berwarna silver.

"Bagaimana caranya amplop ini bersinar Vin?" Aku bertanya masih belum mengerti.

"Mudah saja Kak. Amplop ini terbuat dari kertas silver yang bisa memantulkan cahaya. Kita tinggal menaruhnya di jarak dan sudut tertentu agar bisa memantulkan cahaya matahari tepat pada tengah hari." Alvin menjelaskan cepat.

"Oh," Aku pura-pura terlihat mengerti.

Rendra membuka amplop selanjutnya.

-----

Meluas! Aku ada pada nomor atom kalium. Dari tempat kalian berdiri sekarang.

Petunjuknya semakin singkat. Apa lagi itu nomor atom kalium. Aku semakin tidak mengerti denga semua petunjuk ini. Semuanya diam, berpikir keras. Regu lain sudah mulai berlari ke sana ke mari. Mungkin mereka mendapat teka-teki yang mudah. Atau memang mereka anak-anak jenius. Setidaknya yang terlihat berandalan di sini hanya aku.

Regu Selly masih terdiam dekat pos titik kumpul panitia. Mereka terlihat kebingungan seperti kami. Salah satu temannya yang menggunakan kerudung mengangkat tangannya. Dia bercakap-cakap, aku tidak bisa mendengarnya. Mereka kemudia terlihat antusias. Lantas berlari menuju hutan melewati kami.

"Apakah meluas berarti kita harus berpencar?" Alvin mencoba menerka-nerka.

"Mustahil. Ini permainan beregu. Kita tidak boleh berpisah." Aku menjawab tegas.

"Nomor atom kalium itu 19. Aku hanya tahu itu saja." Alvin memegangi dagunya. Berpikir lebih keras. "Itu yang disampaikan pada materi semalam."

"Baiklah, kita anggap angka itu sebagai petunjuk. Tidak mungkin jika panitia memberi petunjuk di luar apa yang tidak mereka sampaikan sebelumnya." Semuanya mendengarkanku serius. "Petunjuk ’meluas’ aku rasa menyuruh kita untuk memasuki daerah hutan lebih dalam lagi. Karena hanya area hutan yang sebelumnya tidak kita jamah sejak hari pertama perkemahan. Kecuali ketika mencari kayu bakar."

"Ya! Aku setuju kak. Tapi hubungannya dengan angka 19?" Alvin menatapku. Lia dan Doni asyik memperhatikan regu lain yang sudah bergerak dari tadi.

"Apakah kalian tidak menyadarinya?" Rendra tiba-tiba mengangkat kepalanya. Menunjuk ke arah pohon kecil setinggi dua meter berjajar rapi. Tepat dari tempat kami berkumpul sekarang.

"Maksudmu kita harus mengikuti pohon yang berjajar ini?" Sambil menatap pepohonan itu lamat-lamat, Alvin mengetuk-ngetuk kepala dengan telunjuk kanannya.

"Aku tahu sekarang," Doni ikut berbicara, kukira dia tidak berpikir dari tadi. "Mudah saja. Benar kata kak Randi, meluas berarti kita harus masuk ke area hutan lebih dalam. Dengan mengikuti deretan pohon ini sampai pada pohon ke sembilan belas."

Doni membuatku kagum. Dia terlihat paling cuek dalam permainan kali ini. Tapi kesimpulannya sangat masuk akal. Ternyata aku memang tidak bisa meremehkan anak baik.

-----

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel