Bab 8 Langit Cerah, Ya?
Ini malam pertama kami di perkemahan. Semua kegiatan selesai untuk hari ini. Saatnya menyiapkan makan malam. Panitia sebelumnya sudah menegaskan bahwa makanan tidak ditanggung oleh mereka, kami semua harus membuatnya sendiri. Aku mulai tertarik. Ini yang kuharapkan. Kukira akan sama seperti perkemahan di sekolah yang makan pun dibuatkan oleh panitia. Mending kalau rasanya enak.
Kayu bakar sisa siang tadi masih cukup untuk memasak malam ini. Tapi entahlah jika untuk dua regu. Aku memutuskan untuk pergi sendirian mencari kayu bakar ke hutan. Aldi menawarkan dirinya untuk ikut menemaniku. Aku menolak. Membawa orang lain hanya akan membebaniku saja.
Salah satu teman Selly memaksa ikut. Kalau laki-laki saja aku tolak, apalagi perempuan?
Namanya Alma. Dia mendesak agar aku membawanya mencari kayu bakar. Selly terlihat membuang wajah dariku. Aku tidak peduli dengan Alma. Dia terus mengikutiku meski aku menghiraukannya. Menyusahkan.
"Kau mau apa ikut ke hutan? Kau tidak takut aku membunuhmu nanti di dalam hutan?" Aku berusaha menakut-nakuti Alma.
"Kalaupun Kak Randi membunuhku, aku tidak peduli." Dia menyingkap poni yang menghalangi matanya sambil terus berjalan. Menjawab dengan sangat tenang. Padahal dari tadi ia seringkali mengejekku.
"Kenapa?" Aku mengambil beberapa kayu bakar yang tergeletak di bawah pepohonan rindang hutan ini.
"Bagaimana caranya aku peduli kalau aku sudah mati Kak? Haha." Aku ikut tertawa. Alma benar. Dia peduli pun aku tidak akan tahu, toh dia sudah mati.
"Paling yang peduli ayah bunda di rumah yang kehilangan anaknya. Iya kan?" Ternyata dia lucu juga.
"Betul," Alma mengacungkan jempolnya. "Kak Randi bisa juga tertawa ya."
Aku tersenyum sinis. Betul juga, selama ini aku sudah jarang tertawa.
"Oh iya, Alma boleh tanya sesuatu?" Dia memberikan kayu bakarnya padaku.
"Tidak boleh." Aku balas mencandainya. Dia melemparkan kayu bakar terakhirnya ke arahku. Aku tertawa kecil.
"Kak Randi ada hubungan spesial sama Selly ya?" Dia berdiri kaku menatapku. Kalimatnya mulai terdengar serius.
"Tidak ada. Kami baru kenal beberapa hari yang lalu." Kayu bakar yang kami kumpulkan sudah banyak. Aku mengikatnya dengan kuat. Mengangkatnya di pundakku.
"Tapi, pelukan tadi siang…" Alma semakin menyelidik. Merusak suasana ceria kami beberapa detik yang lalu.
"Ya… Aku tidak tahu. Ayo pulang." Aku melangkah duluan. Alma mengikutiku dari belakang. Tidak ada lagi obrolan di antara kami sepanjang jalan.
-----
Semua masakan sudah matang. Baunya tercium dengan sangat lezat. Tak kusangka mereka pandai juga memasak. Hanya saja, regu laki-laki memang menjadi beban. Mereka hanya bisa menyiapkan air dan kayu bakar. Termasuk aku.
Aku menggelar tikar kecil di belakang tenda. Tiduran melihat langit malam yang sangat indah. Tidak ada tanda-tanda hujan malam ini. Kalau boleh aku akan tidur di luar saja. Meskipun dingin.
Kadang aku heran. Kenapa orang-orang menyebut langit malam seperti ini sebagai langit yang cerah. Padahal awannya saja hitam. Bukan putih seperti biasanya. Langitnya pun hitam. Bukan biru seperti langit cerah pada umumnya. Jadi definisi cerah itu apa?
Selly menghampiriku. Membawakanku segelas minuman jahe.
"Kak, maaf soal tadi siang ya. Saya tidak sengaja." Wajahnya menunduk. Aku bangun dari tikar kecil ini. Membaginya untuk alas duduk. Tanganku menepuk-nepuk tikar. Memberi isyarat untuk menyuruhnya duduk. Selly duduk di sebelahku.
"Santai saja Sel. Aku mengerti, tadi aku terbawa emosi." Kuambil minuman jahe yang dibawa Selly. Meminumnya sedikit. Hangat dan manis sekali.
"Makasih Kak." Selly meminum minuman jahenya. "Kak Randi mau tidur di sini?"
"Kalau tidak hujan, mau Sel. Aku sudah lama tidak tidur di alam terbuka."
"Selly boleh ikut?" Dia mulai menyebut dirinya dengan nama. Sebenarnya aku lebih suka sendirian. Apalagi dia perempuan. Bisa-bisa aku diusir dari perkemahan.
"Kamu kan perempuan Sel. Jangan lah." Aku membaringkan badanku lagi, alas ini hanya cukup menjadi bantal saja. Selly masih duduk disampingku.
"Hehe iya Kak, Selly cuma bercanda kok. Selly di sini bentar lagi ya Kak. Langitnya cerah. Awannya juga." Dia tersenyum manis menatap langit dan awan yang katanya cerah.
Langit cerah ya…
Aku semakin bingung memikirkannya.
-----