4. Tugas Pertama
Davin mengamati rumah putih berlantai tiga di hadapannya dengan saksama. Pekarangannya yang luas ditumbuhi pepohonan rindang, terasa menyejukan mata. Matahari bersinar terik pagi ini. Davin yang mengenakan jas hitam cukup kepanasan karena sudah agak lama berdiri di depan rumah besar tersebut.
Rumah ini milik Menteri Haikal Wiyatma dan putrinya Shelyn Amanda Wiyatma. Dari apa yang dibaca Davin tentang profil keluarga ini, istri Haikal sudah meninggal sejak 4 tahun lalu akibat sakit jantung yang dideritanya cukup lama.
Hari ini Davin resmi menyamar menjadi bodyguard Shelyn. Ia sudah mendapat penerimaan resmi dari Haikal untuk mulai bekerja menjaga putri kesayangannya tersebut.
Ini pertama kalinya bagi Davin melakukan penyamaran yang sebenar-benarnya selama menjalani tugas sebagai agen intelijen. Biasanya ia cuma menyamar kecil pada saat diperlukan, seperti tadi malam yang menyamar menjadi pramusaji di sebuah hotel.
Segalanya sudah dipersiapkan secara matang. Ia sampai mengubah identitasnya sementara menggunakan identitas palsu yang diberikan pihak berwenang untuk membuat penyamarannya semakin sempurna. Karena target yang mereka hadapi sekarang adalah salah seorang Menteri, banyak pihak-pihak yang sudah pasti terlibat dan bersedia membantu beliau. Tentunya bukanlah hal mudah untuk menangkapnya.
Pintu gerbang terbuka secara otomatis. Seorang pelayan berseragam hitam putih menyuruhnya masuk. Davin berjalan mantap menyusuri pekarangan rumah yang sangat luas tersebut. Ditelusuri jalan setapak kerikil yang menuntunnya ke halaman samping rumah mewah itu. Di sana, Shelyn dan Haikal sedang duduk di bangku taman, menantikan kedatangannya.
"Selamat siang, Pak!" sapa Davin sopan sambil berdiri tegak. "Perkenalkan nama saya adalah Davin Anggara, usia 25 tahun. Saya berasal dari Anggota Kesatuan Militer Indonesia. Saya siap menjadi bodyguard Nona Shelyn Amanda hingga saya tidak dibutuhkan lagi. Terimakasih!"
Suara Davin terdengar lantang dan tegas seperti berasal dari kemiliteran yang sebenarnya. Ia memang sudah mempelajari apa-apa saja yang harus dilakukan agar tidak terlihat mencurigakan selama menjadi seorang bodyguard. Selain punya kemampuan bela diri, Davin harus bisa berinteraksi dengan baik.
Shelyn memperhatikannya tak berkedip. Haikal menatap Shelyn, seolah menunggu jawaban apakah putrinya itu menyukainya atau tidak.
"Kamu pasti bisa bela diri, 'kan?" tanya Shelyn sejurus kemudian.
Davin mengangguk. Haikal lantas menepuk tangannya dua kali, dan 5 orang laki-laki berpenampilan sangar muncul dari dalam rumah. Pria-pria itu menyerang Davin tanpa ba-bi-bu lagi.
Davin langsung menunjukan kemampuan bela dirinya yang memang sudah mendapat nilai A selama ini dalam keanggotaannya. Jago bela diri adalah hal yang wajib bagi seorang agen rahasia.
Pertarungan berlangsung tak sampai 2 menit dan kelima pria tadi babak belur dibuat Davin. Semua orang bertepuk tangan. Haikal dan Shelyn nampak puas melihat kemampuannya.
"Hmm... bagus sekali kemampuan bela diri kamu," puji Haikal, berpaling pada putrinya, "Bagaimana? Masih mau mengujinya lagi?"
Shelyn memilin-milin rambutnya yang panjang dan lebat. Gadis itu menggeleng, lantas bangkit berdiri, melemparkan sebuah kunci mobil pada Davin yang secara refleks menangkapnya.
"Ayo, kita ke kampus!"
Davin segera mengikutinya. Matanya yang tajam mengawasi setiap sudut rumah. Ada banyak CCTV terpasang. Para penjaga dan pelayan pun 24 jam selalu stand by di dalam rumah ini.
"Ini mobil gue. Namanya Benzy. Tolong saat lo kemudikan dengan hati-hati, ya. Jangan sampai ada lecet sedikit pun," jelas Shelyn ketika sampai di garasi mobil. Ia menunjuk sebuah mobil Mercedez Benz berwarna merah metalik pada Davin.
Ada 5 kendaraan roda empat lain yang terparkir rapi. Semuanya mobil mewah dan mahal. Davin sedikit curiga dengan semua koleksi mobil-mobil mahal itu.
"Baik, Nona." Davin mengangguk dan membukakan pintu belakang mobil untuk gadis itu.
Shelyn masuk dengan anggun, sedangkan Davin duduk di kursi mengemudi. Ia melirik Shelyn lewat kaca spion. Shelyn terlihat sedang memainkan ponselnya.
"Jadi, kita ke mana? Kampus nona?" tanya Davin bingung. Ia agak merasa gugup juga saat Shelyn membetulkan posisi duduknya. Gadis cantik itu mengenakan blouse ketat dan rok pendek di atas lutut yang memperlihatkan kaki jenjangnya yang putih.
Sabar ini ujian .... Davin bergumam dalam hati. Pantas saja pak Mathias mengatakan tugas ini berat.
Shelyn menyibakkan rambutnya yang panjang. "Iya, kampus gue. Lo tau 'kan? Di UI."
Davin segera tancap gas menuju lokasi kampus yang dimaksud. Selama perjalanan ia tidak banyak bicara. Shelyn sendiri sibuk memainkan ponselnya sambil tersenyum-senyum sendiri.
"Oh ya, apa lo udah pernah jadi bodyguard sebelumnya?" Shelyn tiba-tiba memecah kesunyian.
"Belum pernah, Nona," jawab Davin. "Ini baru pertama kali."
"Oh ...," gumam Shelyn, lantas melanjutkan, "Lo 'kan masih muda. Apa lo udah married? Atau punya pacar?"
"Belum punya, Nona ...."
Mana ada waktu bagi Davin untuk mencari pacar karena pekerjaannya. Bisa istirahat atau liburan saja sudah bagus.
Shelyn manggut-manggut, memandang Davin melalui kaca spion dengan penuh minat.
"Baguslah. Emang gue pengen punya bodyguard yang masih lajang."
Tak berapa lama, mereka pun sampai di pelataran parkir kampus. Davin segera turun dan membuka pintu mobil untuk gadis itu. Shelyn mengulurkan tangannya agar Davin menariknya keluar.
Cowok itu pun menyambut tangan Shelyn dengan canggung. Jari-jemari Shelyn terasa lembut dan halus sekali saat Davin menggenggamnya. Shelyn tersenyum pada Davin, lalu keluar dari mobil pelan-pelan. Saat berdiri, tumit sepatu heels-nya oleng dan membuatnya terjatuh pada tubuh Davin.
Davin refleks menangkap tubuh Shelyn. Shelyn dengan gugup langsung mendorong tubuh pemuda itu menjauh sambil berdehem sejenak dan membetulkan pakaiannya.
"Maaf, Nona. Saya nggak bermaksud apa-apa. Hanya ingin menolong Nona supaya nggak jatuh," ucap Davin cepat-cepat sebelum Shelyn salah paham.
Shelyn cuma diam. Lalu, ia menyodorkan tasnya untuk dibawakan Davin. Davin menurut dan mengikuti gadis itu ke dalam gedung kampus. Semua orang memperhatikan mereka sambil berbisik-bisik. Shelyn acuh saja. Ia merasa bangga bisa punya bodyguard seperti Davin yang tampan dan keren. Gadis itu sudah tak sabar untuk memamerkannya pada Rara dan Poppy, terutama kepada Elisa. Mereka semua pasti akan tercengang melihat Davin.
Dikejauhan, tampak sebuah mobil minibus hitam yang terparkir di sisi jalan dekat kampus. Di dalam mobil tersebut ada Dimas dan Dara sedang mengamati Davin dan Shelyn. Mereka memang bertugas untuk membantu Davin dari luar sekaligus memata-matai hal yang berkaitan dengan Haikal Wiyatma.
"Wah, sih Davin menang banyak, nih." Dimas terkekeh di jok kemudinya.
Dara cemberut menatap Dimas. Mood-nya mendadak berubah kesal. "Apaan sih. Berisik deh."
"Lo cemburu, 'kan?" Dimas balas menatapnya, lalu kembali tertawa.
"Siapa juga yang cemburu," elak Dara ketus.
"Itu kelihatan muka lo. Cemberut begitu," ejek Dimas. "Gue tahu kok kalau lo suka sama Davin selama ini."
"Sok tahu! Siapa juga yang suka sama dia!" sergah Dara dengan nada tinggi.
Dimas tergelak. "Nggak usah pura-pura deh. Lo keliatan banget suka sama dia. Tinggal nyatain aja perasaan lo ke Davin sebelum terlambat.”
Dara merengut, lalu memalingkan wajahnya ke jendela.
"Gue berani taruhan, nggak lama lagi juga Davin bakal klepek-klepek sama tuh Tuan Putri," lanjut Dimas. "Kurang dari sebulan udah kena dia."
Air muka Dara seketika memucat. "Kok lo bisa yakin gitu sih?"
"Ya, laki-laki normal nggak bakalan mungkin nggak suka sama Shelyn. Kecuali kalo Davin gay." Dimas tertawa ngakak.
Dara tertunduk. Ada sekelumit rasa getir dalam hatinya. Berharap Davin tidak seperti yang Dimas katakan.
Ponsel Dimas dan Dara bergetar. Mereka disuruh kembali ke markas sekarang juga untuk melakukan tugas penting. Dimas langsung menyalakan mesin mobilnya, dan melesat meninggalkan tempat itu.
Kembali pada Davin dan Shelyn yang kini sedang berada dalam kantin kampus. Shelyn dengan bangga memperkenalkan Davin pada kedua sahabatnya.
"Kenalin, Girls. Ini bodyguard gue!"
Poppy dan Rara tercengang melihat wajah cool Davin yang berdiri menjulang di belakang Shelyn. Tatapan tajam cowok itu bisa menembus hati siapa saja yang melihatnya.
"Wah, bodyguard lo cakep banget, Shel. Gue mau dong satu!" seru Poppy, berjingkrak-jingkrak genit.
"Lo dapet bodyguard segini kerennya dari mana, Shel?" Rara ikut menimpali, melirik Davin dengan malu-malu.
Shelyn terlihat semringah. Lengannya mengamit tangan Davin dengan rasa bangga. "Ya bisa lah. Apa sih yang nggak bagi gue?"
"Kenalin, gue Rara!" Rara mengulurkan tangannya mengajak Davin bersalaman.
Davin pun menyambutnya, "Davin!"
Poppy buru-buru merebut tangan Davin, ikut bersalaman. "Gue, Poppy! Salam kenal, ya!"
Davin tersenyum. Saat ingin menarik tangannya kembali, Poppy malah menggenggamnya dengan erat, tak mau melepaskan.
"Hei, udah dong salamannya!" Shelyn menepis tangan Poppy.
Poppy nyengir. "Lo pelit banget sih salaman bentar aja nggak boleh."
"Nggak boleh lah ini barang langka," jawab Shelyn sekenanya.
“Wah, kalo Elisa liat bodyguard lo pasti dia bakal nggak berkedip,” ujar Rara sambil cekikikan. Poppy ikut tertawa di sampingnya.
“Iya, ke mana tuh si kutu kupret?” Shelyn celingukan ke sana kemari.
“Gue denger-denger katanya dia nggak masuk mulai hari ini karena cuti kuliah. Bilangnya sih sibuk syuting.” Poppy memberitahu.
Shelyn menaikkan kedua alisnya, merasa kaget. “Seriously? Sialan! Padahal gue pengen pamer bodyguard gue sama dia.”
Baru saja gadis itu ingin duduk di kursi dan memesan makanan, Mikho muncul di pintu kantin. Melambaikan tangan dengan gayanya yang sok akrab seperti biasa.
"Hai, Shel!"
"Aduh, ngapain lagi sih big shit itu kemari? Nggak tahu malu banget!" gerutu Shelyn jengkel.
Davin melirik Mikho penasaran, tapi tak berkata apa-apa.
"Mau ngapain lagi sih lo? Kita udah nggak ada urusan lagi!" bentak Shelyn galak begitu Mikho mendekat.
"Jangan gitu dong, Babe. Sori semalem aku nggak enak sama Elisa soalnya—"
"Babe?" Shelyn menyeringai. "Siapa maksud lo babe? Lo pikir gue masih mau apa sama lo!"
"Jangan gitu dong, Babe. Aku bener-bener nggak ada apa-apa sama Elisa. Aku nggak mau kita putus." Mikho menghampirinya dengan tampang memelas.
Shelyn melengos sambil mendorong Mikho menjauh, tapi cowok tak tahu malu itu malah menarik tangannya. Shelyn berusaha menarik tangannya kembali, tapi cengkraman Mikho ternyata lebih kuat.
"Lepasin gue!" teriak Shelyn marah.
Mikho tetap tak mau melepaskan cengkramannya. Tiba-tiba Davin maju dan memegang bahu Mikho.
"Hei, lepasin dia sekarang juga!" katanya tajam.
Mikho melotot padanya. "Siapa lo? Berani nyuruh-nyuruh gue!"
Davin dengan kasar menarik tangan Mikho hingga membuat cengkramannya terlepas. Shelyn beranjak menjauh dari Mikho, berdiri di belakang punggung Davin sambil mengusap-usap tangannya yang terkena cengkraman Mikho tadi.
"Lo kenapa ikut campur sih? Sialan lo!" Mikho berteriak marah.
"Saya bodyguard-nya, jadi kalo kamu gangguin Nona Shelyn, saya nggak akan tinggal diam!" Davin menjawab lantang.
"Baru jadi bodyguard belagu lo!"
Mikho mengepalkan tinjunya, hendak meninju Davin. Namun, Davin berhasil berkelit cepat. Dengan gerakan kilat, Davin balas menendang bokong Mikho, hingga cowok itu tersungkur ke lantai.
Shelyn, Rara dan Poppy sontak tertawa terbahak-bahak melihatnya. Mikho bangkit berdiri dengan geram. Ia melayangkan tinjunya lagi pada Davin, tapi Davin dengan mudah menangkisnya. Justru ia gantian meremas tangan Mikho sampai cowok itu berteriak kesakitan.
Orang-orang berkerumun memandangi pertarungan tak seimbang itu. Davin melepas tangan Mikho karena merasa kasihan melihat cowok itu tampak begitu kesakitan.
"Berhenti mengganggu Nona Shelyn kalau kamu masih mau hidup," katanya lantang.
Shelyn melirik Davin dengan penuh haru. Merasa tersentuh lantaran ada yang membelanya sedemikian rupa. Ya, walaupun itu memang merupakan tugas seorang bodyguard, tapi tetap saja Shelyn merasa senang.
Mikho memegang buku-buku jarinya yang terkena remasan Davin tadi. Sakit sekali. Seperti ada tulangnya yang mau patah. Ia menatap marah pada Shelyn dan Davin.
"Urusan kita belum selesai!" geramnya.
Setelah berkata begitu, Mikho segera pergi diiringi sorakan oleh orang-orang yang masih berkerumun di sekeliling mereka.
"Kamu nggak apa-apa 'kan, Nona?" Davin bertanya pada Shelyn. Ekspresi wajahnya terlihat khawatir.
Shelyn menggeleng pelan. "Nggak apa-apa kok."
"Saya akan menjaga Nona dengan lebih baik lain kali," janji Davin dengan suara lembut, membuat Shelyn merasa terenyuh.
***