Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

1. Scandal

Tiga bulan sebelumnya,

Shelyn mengetuk pintu ruang kerja papanya dengan ragu-ragu. Tak ada sahutan apapun dari dalam. Ia hendak berbalik, tetapi Pak Mulya –sekretaris papanya–memberi kode untuk masuk. Shelyn menghela napas, jari-jari lentiknya memutar kenop pintu secara perlahan. Jantungnya seketika berdebar kencang. Apa yang harus ia katakan pada Papanya?

Saat ini penampilan Shelyn awut-awutan. Rambut panjang lurus hitamnya kusut masai sementara pakaiannya basah terkena noda merah akibat tumpahan wine.

Shelyn mencoba merapikan rambutnya yang kusut sebelum melangkah ke dalam. Papanya terlihat sedang duduk di meja kerja sambil menatap layar sebuah ipad dengan khusyuk.

"Malem, Pah!" sapa gadis itu parau. Bibir tipisnya mengukir senyum semanis-manisnya.

Haikal mendongak, lantas mengempaskan ipad yang dipegangnya ke atas meja, membuat Shelyn agak terlonjak kaget.

Pria itu membelalak dan bertanya dalam nada tajam. "Skandal apa lagi ini?"

Shelyn melirik layar ipad yang masih menyala dengan kikuk. Sempat terlihat tulisan berhuruf kapital besar dan beberapa foto dirinya sedang berkelahi dengan seorang artis populer belakangan ini, Elisa –musuh bebuyutannya — di club beberapa jam yang lalu.

Shelyn merasa takjub sekali. Sebegitu cepatnya berita tersebut menyebar di dunia maya. Pasti besok sudah ada stasiun TV yang menyiarkannya.

"Can you explain this?" Haikal menggerling pada ipad-nya, tahu bahwa Shelyn sedang membaca berita online tersebut.

Shelyn diam, mau menjelaskan bagaimana pun tetap percuma karena sudah terjadi. Ia baru saja pulang dari kantor polisi gara-gara kejadian perkelahiannya dengan Elisa. Shelyn yang sedang asyik dugem bersama Rara dan Poppy – dua sahabat karibnya sejak SMA – bertemu dengan Elisa di sana, dan hal pemicu pertengkaran tersebut adalah karena Elisa pergi bersama Mikho, pacar Shelyn.

Shelyn mengamuk melihat kedua orang itu dan menampar Elisa seketika. Elisa pun balas menjambak rambut Shelyn, lalu kedua gadis itu terlibat pertarungan sengit yang membuat pengunjung lain merasa terganggu.

Shelyn tidak ingat persisnya, tahu-tahu ia sudah berada di kantor polisi bersama Elisa. Mereka berdua disuruh membuat surat pernyataan dan berdamai saat itu juga.

Pak Mulya datang kemudian, mengurus semua ganti rugi kerusakan yang mereka sebabkan di dalam club dan menyelesaikan semuanya. Sementara manager Elisa tampak tak terima artisnya di pukul begitu rupa. Ya, Elisa terlihat kacau. Ada bekas cakaran di pipi kiri dan lebam di sudut bibirnya karena ulah Shelyn. Shelyn sendiri cuma mengalami kerontokan rambut dan luka lecet di tangannya.

Manager yang biasa dipanggil Mak Susi itu, ingin melanjutkan ke jalur hukum. Namun, pak Mulya lagi-lagi handal mengurus semua pertikaian ini, hingga akhirnya Mak Susi dan Elisa mengurungkan niat mereka.

Sebenarnya, kedua gadis itu memang sudah lama tak akur. Shelyn dan Elisa selalu bersaing dalam hal apapun sejak awal semester kuliah, terutama masalah cowok. Shelyn benci karena Elisa selalu merebut apa yang dimilikinya. Sekarang Mikho pun berhasil ia curi.

"Jadi kalian berkelahi hanya karena memperebutkan laki-laki?" Haikal kembali bertanya, menyandar pada kursi putarnya.

Shelyn mengerucutkan bibir. "Bukan rebutan, tapi emang sih Elisa aja yang merebut cowok aku. Jelas aku marah, Pah."

Haikal geleng-geleng sambil menghela napas jengah. "Shelyn, kenapa kamu selalu saja bikin skandal? Apa lagi Elisa itu selebriti yang sedang terkenal. Kenapa kamu tidak bisa menjaga sikapmu? Kamu itu putri papa, seorang Menteri di negeri ini. Kalau kamu bersikap seperti ini terus? Papa akan kehilangan martabat, Sayang. Lawan politik Papa akan menjatuhkan Papa dengan mudah nanti."

Shelyn diam saja. Ucapan papanya benar, tapi Shelyn tidak menyesali apa yang dilakukannya tadi. Tidak. Karena Elisa memang pantas mendapatkannya dan semarah-marahnya Haikal, ia tidak pernah sampai membentak dan memukul Shelyn sedemikian rupa.

"Pergilah ke kamarmu. Papa minta jangan bikin skandal lagi. Lihat keadaanmu kacau begini."

Tuh, kan benar. Haikal paling tidak bisa memarahi putrinya lama-lama. Shelyn betul-betul merasa beruntung memiliki seorang ayah seperti papanya.

"Maafin Shelyn ya, Pah!" ucap Shelyn, tersenyum lebar. Lalu, berjalan menuju pintu keluar.

Haikal cuma bergumam pelan dan melanjutkan kembali pekerjaannya memeriksa setumpuk berkas-berkas di atas meja kerjanya.

Mulya yang sejak tadi berdiri di depan pintu, langsung masuk menghampiri Haikal begitu Shelyn keluar.

Shelyn memperhatikan kedua orang itu. Mulya terlihat membicarakan sesuatu pada Haikal dan Haikal mengangguk. Ekor matanya melirik Shelyn yang masih di ambang pintu. Kemudian, ia meminta sekretarisnya itu untuk segera menutupnya.

Shelyn penasaran. Kira-kira apa yang sedang mereka bahas? Ia jadi takut kalau papanya merencanakan sesuatu soal skandal yang dilakukannya. Haikal biasanya tidak akan tinggal diam jika anak gadisnya diganggu seseorang. Pria itu selalu siap sedia untuk membela Shelyn apapun yang terjadi.

***

Shelyn memarkir mobil Mercedes Benz merahnya di pelataran parkir gedung kampus. Sebelum keluar dari mobil, ia berkaca sebentar, membetulkan make up tipis yang dikenakannya. Semua terlihat sempurna. Wajahnya yang memang sudah cantik jadi semakin jelita saat ia memakai riasan. Bulu matanya yang lentik, ia beri sedikit maskara, kelopak matanya pun ditambahkan eyeliner dan bibirnya yang telah berwarna pink, ia poles dengan lipstik tipis-tipis.

Gadis itu mengambil kacamata hitam dari dalam tas branded kesayangannya. Tampil mewah dan glamour itu harus, karena sudah menjadi ciri khasnya.

Hari ini Shelyn mengenakan atasan putih polos ketat yang memperlihatkan sedikit perut langsingnya, dipadukan blazer kulit berwarna cokelat tua dan rok pensil selutut.

Dengan penuh percaya diri, ia keluar dari dalam mobil sembari mengibas-kibaskan rambut panjangnya yang lebat. Setiap pemuda yang melihat gadis itu pasti akan terpukau dengan pesona yang sedang ditebarnya saat ini.

Bagai seorang model, Shelyn melenggang sepanjang tempat parkir menuju gedung fakultasnya. Ia tampak cuek dengan setiap pasang mata yang tertuju padanya. Menjadi pusat perhatian sudah biasa bagi gadis itu.

Prukk!

Sekonyong-konyong, ada yang melempar sebutir telur ke pakaiannya. Langkah Shelyn seketika terhenti. Gadis itu tersentak menatap bajunya yang terkena pecahan telur dan langsung memandang berkeliling.

Dua orang gadis berseragam SMP terlihat berdiri sekitar 10 meter di dekatnya. Mereka menatap penuh kebencian pada Shelyn. Sebelum kabur, dua orang siswi itu melemparkan sebutir telur lagi dan mengenai rok pensilnya.

"HEI SIALAN LO BERDUA! BERHENTI LO! JANGAN KABUR!" teriak Shelyn pada kedua gadis itu.

Mereka tak menghiraukan teriakan Shelyn dan semakin mempercepat lari mereka. Shelyn menggeram. Berani-beraninya bocah tengik itu melakukan hal kurang ajar ini kepadanya. Gadis itu mendesah dan mengurungkan niat untuk mengejar. Lagipula percuma. Shelyn tidak kenal dengan keduanya, tapi ia yakin mereka merupakan salah satu dari sekian banyak fans fanatik si drama queen Elisa.

Elisa memang memiliki banyak penggemar yang rata-rata masih ABG berkat sinetron kejar tayang dibintanginya sukses meraih rating tinggi di salah satu stasiun televisi. Sekarang sinetron itu sudah tamat dan Elisa masih belum menerima tawaran main sinetron lagi. Namun, fans fanatiknya tetap saja brutal.

"Shit! Baju gue kotor semua!" keluh Shelyn kesal. Bau anyir dari pecahan telur itu membuatnya mual. "Dasar fans sialan! Awas kalo ketemu, gue jewer kuping mereka!"

"Shel!" Suara Poppy terdengar di kejauhan.

Shelyn menoleh sekilas pada sahabat karibnya yang sedang berjalan tergopoh-gopoh menuju tempatnya.

"Lo kenapa? Kok baju lo kotor begitu?" tanya Poppy keheranan begitu sampai.

Shelyn meletakan kacamata hitamnya di atas kepala dengan gusar. "Siapa lagi kalo bukan ulah fans gila sih drama queen itu."

Poppy menganga tak menyangka. Rara yang juga baru datang, ikut menimbrung ke tempat mereka. Rara terkejut melihat pakaian Shelyn penuh noda telur.

"Terus lo gimana? Hari ini kita ada kelas, 'kan?" Poppy memandang Shelyn dengan cemas.

Shelyn merogoh tas dan mengambil ponsel miliknya. Buru-buru menekan nomor kontak Pak Mulya untuk menelepon.

Begitu panggilan itu tersambung, ia langsung berkata cepat, "Pak, tolong suruh orang bawain pakaian aku sekarang ke kampus! Baju aku kotor. Cepet ya, jangan lama!" perintahnya dan segera menutup telepon tanpa menunggu jawaban dari Pak Mulya.

Rara dan Poppy hanya diam memperhatikan.

"Sial banget sih! Aduuhhh, kesel gue sumpah!" gerutu Shelyn amat jengkel. "Ini semua gara-gara si kutu kupret Elisa itu!"

Orang-orang yang berlalu lalang memperhatikan Shelyn sambil berbisik-bisik, membuat gadis itu bertambah bete. Rara memberinya dua lembar tisu basah yang kebetulan selalu tersedia di dalam tasnya.

"Thanks!" Shelyn segera membersihkan noda-noda telur tersebut.

"Terus gimana? Apa ada yang mau bawain baju ganti buat lo?" tanya Poppy.

Shelyn mengangkat bahu, masih membersihkan noda di pakaiannya.

Tiba-tiba terdengar suara tawa cekikikan yang membuat ketiga gadis itu serentak menoleh. Shelyn menyeringai waktu melihat siapa yang sedang tertawa. Itu adalah Elisa. Gadis itu berjalan mendekatinya sambil memasang ekspresi mencemooh. Mereka memang kuliah di universitas yang sama. Hanya berbeda jurusan.

“Ugh ... What smell it is? Don't you take a shower before you go to somewhere?”

“Diem, ya! Gue lagi nggak minat buat nyakar muka lo lagi!” bentak Shelyn.

Elisa kembali tertawa mengejek, pipinya yang terkena cakaran Shelyn semalam ditutupinya menggunakan plester. Ia menunjuk dua orang pria bertubuh kekar berpakaian serba hitam di sisi kiri kanannya dengan pongah. “Ini bodyguard gue. Kalo lo berani nyentuh gue lagi, siap-siap lo berhadapan sama mereka!”

Shelyn memutar bola mata. “I don’t care!”

“Yah, ini sih cuma sekedar peringatan aja. Supaya lo berhenti bersikap bar-bar sama gue!”

Shelyn menghela napas sebal. “Bukannya lo yang bar-bar? Yang suka sama cowok orang?”

“Cowok lo kali yang suka sama gue. Ngejar-ngejar gue. Jadi, ya gimana ya ... gue cuma ngikutin permainan aja,” katanya sambil mengibaskan rambut panjangnya ke belakang bahu dan tersenyum miring.

“Eh, Elisa! Mending lo urusin fans-fans lo yang bar-bar untuk berhenti gangguin Shelyn!” sela Poppy, ikut merasa jengkel.

“Nggak usah ikut campur deh!” Elisa mencebik, melirik Poppy dan Rara dengan enggan. Lalu, ia bersedekap, menatap tajam pada Shelyn. “Pokoknya, jangan mentang-mentang lo anak pejabat terus lo bisa seenaknya. Kejadian semalam gue harap bakal jadi peringatan buat lo!”

Shelyn mendengkus sinis. “Kita liat aja siapa yang suka cari gara-gara duluan. Lo apa gue? Kayaknya luka cakaran itu kurang banyak, ya?”

Elisa menyeringai. Lalu, ia berbalik menuju gedung fakultasnya diikuti dua bodyguard-nya yang berbadan kekar tanpa berkata apa-apa lagi.

Shelyn menghela napas sambil menggelengkan kepala dan kembali membersihkan pakaiannya yang masih kotor.

"Harusnya lo juga punya bodyguard deh, Shel. Jangan kalah sama sih kutu kupret itu. Bodyguard yang bakal siap sedia saat lo butuhin dan bisa melindungi lo dari orang-orang yang usil sama lo," kata Rara, mengambil sehelai tisu basah lagi dari tasnya. Kemudian, membantu Shelyn membersihkan bagian lain.

Shelyn tercenung. Dulu Haikal pernah menawarkan bodyguard padanya. Namun, ia menolak karena takut tidak bebas ke mana-mana. Namun, mengalami kejadian seperti ini, membuatnya harus berpikir ulang.

"Berita lo sama si Elisa udah rame banget di tv. Siap-siap aja nanti lo diserang sama fans-nya lagi." Rara menambahkan.

“Bener juga tuh yang dibilang sama Rara. Mungkin lo juga harus punya bodyguard biar si Elisa tahu rasa." Poppy menimpali.

Di kejauhan, terlihat Mikho sedang berjalan menuju tempat mereka. Cowok berperawakan tinggi tegap itu melambaikan tangan dan tersenyum lebar, seolah tak terjadi apa-apa. Rara memberitahu Shelyn bahwa cowok itu sedang berjalan kemari.

Shelyn melirik Mikho melalui ekor matanya dengan geram. Berani-beraninya si brengsek itu kemari dan menyapanya dengan tanpa rasa bersalah.

Saat perkelahian semalam, Mikho malah diam saja tidak melerai dan justru memilih kabur ketika Shelyn dan Elisa digelandang ke kantor polisi.

"Hai, kalian kenapa kumpul di sini?" sapanya ramah. Hidung mancungnya mengendus-endus sesuatu. "Bau apaan, nih? Ada yang kentut, ya?"

Shelyn melengos sebal. "Ngapain lo ke sini? Peduli apa lo sama gue? Inget ya kita udah putus!"

Mikho cepat-cepat memasang tampang menyesal. Tangan kekarnya merangkul bahu Shelyn dengan mesra, tapi sedetik kemudian ia menjauh sambil menutup hidung.

"Babe, kamu kok bau kentut sih?"

"Ini semua gara-gara Elisa selingkuhan lo!" Poppy yang menjawab, ketus.

"Astaga, itu semua cuma salah paham, Babe. Aku sama Elisa nggak ada hubungan apa-apa." Mikho cepat-cepat menyangkal.

"Really?" Shelyn menatapnya tajam, "Terus kenapa semalem saat gue ngajakin lo pergi, lo bilang gak bisa karena ada acara keluarga? Tapi lo malah diem-diem pergi sama si kutu kupret itu! Lo tahu 'kan dia musuh gue? Dan lo masih aja nyangkal!"

"Ya ampun, Babe ... dengerin dulu aku tuh cuma—"

"Terus ke mana lo pergi saat gue dan Elisa di kantor polisi? Lo sialan tahu nggak! Mulai detik ini jangan tunjukin batang hidung lo depan gue lagi! Awas lo!"

Habis berkata begitu, Shelyn langsung berlari masuk ke mobilnya dan meninggalkan Mikho yang gelagapan mencari alasan. Mobil Shelyn melaju kencang keluar dari pelataran parkir. Rara dan Poppy tertegun, lalu saling pandang.

Di dalam mobil, Shelyn menelepon papanya. Teringat ucapan Rara tadi tentang bodyguard.

"Halo, Shelyn! Ada apa? Papa sedang sibuk. Sebentar lagi papa mau rapat dengan para Menteri yang lain." Suara Haikal terdengar di seberang telepon.

"Pah, aku mau punya bodyguard. Tolong cariin, Pah! Aku mau secepatnya!" kata gadis itu cepat.

???

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel