Prologue
Shelyn mengacungkan sebuah pistol yang digenggamnya sejak tadi dengan tangan gemetar. Kedua matanya berkaca-kaca menyaksikan papanya sedang bertekuk lutut tak berdaya dikepung oleh segerombolan orang-orang berpakaian abu-abu hitam.
Semua orang yang asing di kepalanya, kecuali pemuda berjas hitam itu. Pemuda yang sedang berdiri di dekat Papanya. Pemuda itu bernama Davin Anggara atau mungkin Davin Marcelio. Entahlah. Yang jelas pemuda itu telah sukses mengelabuinya selama ini.
Tak ada hal yang lebih menyakitkan bagi gadis itu, selain melihat papanya sekarang bersimpuh di hadapan Davin dalam keadaan tak berdaya. Bulir-bulir bening menggenangi pelupuk mata Shelyn, membuat pandangannya berkabut.
"Turunkan senjata kamu sekarang, Nona!" terdengar suara lantang dari arah sisi kiri Shelyn.
Shelyn tersentak. Namun, ia tetap bergeming. Tangannya terus mengacungkan pistol yang dipegangnya erat-erat. Gadis itu sudah siap akan menekan pelatuk yang sejak tadi diarahkannya pada Davin.
"Lepasin papaku sekarang juga! Atau aku tembak kalian!" teriaknya penuh amarah dan lantang. Dadanya terasa bergemuruh hebat.
Shelyn melihat Davin menggeleng samar padanya. Gadis itu menggertakkan giginya. Ia benci Davin. Ia benci semua orang yang ada di sini. Mereka semua pembohong.
Saat itu, seorang laki-laki berseragam abu-abu hitam yang tadi berbicara, tampak memberi komando pada anak buahnya untuk bersiap menembak Shelyn, kalau-kalau gadis itu bertindak gegabah.
"Shel, kamu harus tenang. Jangan seperti ini!" Davin bergerak maju mendekati Shelyn. Berusaha membujuk gadis itu agar mau menurunkan senjata.
"Jangan mendekat ke sini! Atau kamu mau aku tembak!" Shelyn malah kembali berteriak mengancam. Tatapan matanya dipenuhi kilatan amarah dan kecewa yang mendalam.
Davin membeku selama dua detik. Shelyn kelihatan bersungguh-sungguh. Sambil menggertakan rahangnya, Davin kembali maju selangkah. Sama sekali tak menghiraukan ancaman itu.
DOORRR!
Terdengar suara letusan peluru merobek langit. Shelyn menembak Davin tepat di bagian dada kanan pemuda itu. Shelyn terkejut dan sontak menurunkan pistolnya ke bawah. Telinganya terasa berdengung sementara air matanya mengalir begitu saja, melihat pemuda yang dicintainya tertembak oleh tangannya sendiri.
***