6. The Creature
Jax's PoV
Ivanna Sanchez bukan gadis remaja yang terjerat cinta pada seorang pria dan berubah menjadi bodoh. Ia tahu dan sudah mengendus apa yang dilakukan Damon di balik punggungnya. Dan kini, memergoki pria itu dan dengan gegabah berniat merangsek masuk demi memberinya pelajaran, bukan ide yang bagus.
Dia pasti bertanya-tanya, mengapa Damon begitu tega menyakiti wanita sempurna sepertinya. Aku pun ingin menanyakan hal yang sama jika boleh. Sayangnya, pria bernama Damon itu bukanlah pria yang memiliki kecerdasan seperti Ivanna.
Bohong jika kukatakan bahwa aku tidak terpengaruh dengan permainan petak umpet yang dilakukan oleh pria itu. Aku bahkan sudah mengawasinya sejak pertama kali menginjakkan kaki di mansion ini. Namun, aku harus berhati-hati karena Ivanna tampaknya mulai curiga terhadapku.
"Maafkan aku, Nona. Terkadang kau harus diam meski mengetahui sesuatu. Ini demi keselamatanmu," ucapku, berusaha menenangkan gemuruh dalam batinnya yang nyaris berkobar dan membakar segalanya.
Bagaimanapun, akan sangat berbahaya jika ia benar-benar melakukan apa yang ada dalam pikirannya tadi.
"Seharusnya kau berhati-hati dengan ucapanmu, Jax. Berani sekali kau mengaturku! Jika kau menyuruhku diam setelah mengetahui pengkhianatan pria brengsek itu, maaf saja. Aku tidak akan pernah membiarkan itu terjadi." Gadis itu memberi perlawanan atas ucapanku. Aku bisa memaklumi sikapnya.
Pertama, dia adalah majikanku, tidak seharusnya aku mengatur apa saja yang boleh dan tidak boleh ia lakukan. Sungguh, aku tidak bermaksud demikian. Aku hanya mencemaskan gadis ini. Berdasarkan sudut pandangku, ia kini tengah berada dalam bahaya besar. Namun, aku masih belum bisa memastikannya. Itu sebabnya aku memutuskan untuk tinggal di tempat ini.
"Aku tahu, Nona. Maaf jika aku terdengar lancang. Namun, ini demi keselamatanmu," jawabku, tanpa bermaksud untuk menyanggah prinsipnya. Aku sadari kekeliruanku, tetapi apakah ia akan percaya jika kukatakan semua ini kulakukan demi keselamatannya?
Gadis itu bangkit dari kursinya dan melangkah mengikis jarak antara kami. Tatapannya tertuju lurus padaku, tidak tampak gentar sedikit pun. Ia justru menunjukkan dominasinya terhadapku. Bola mata hazelnya yang indah itu seakan ia hunjamkan tepat mengenai jantungku.
Sialan! Aku tak pernah begitu ragu untuk membalas tatapan seorang gadis terlebih manusia biasa sepertinya. Dan kini, bolehkah kuakui kalau aku menyerah?
"Katakan padaku, andai aku adalah adik perempuanmu dan kau tahu ada seorang pria yang bermain api di belakangku, apakah kau akan rela?" tanya Ivanna, sementara aku tidak segera memberi respon atas pertanyaannya. Aku masih berusaha mengendalikan perasaan aneh yang sejak tadi menggelitik hatiku. "Bagaimana, Jax?"
Tolong, berhentilah menatapku seperti itu. Tatapannya itu membuatku secara ajaib menjadi lemah dan tunduk. Gadis ini seperti memiliki kekuatan magis yang tidak ia sadari.
"Aku pasti akan marah dan menghajar pria itu."
"Lalu? Kau adalah pengawal yang bertugas menjagaku, tetapi justru memintaku untuk diam ketika seseorang berbuat kejam terhadapku. Apakah sikap itu bisa dibenarkan?"
"Maafkan aku, Nona."
Gadis itu hanya menggeleng sekilas, lalu pergi meninggalkanku di ruangan ini. Aku tidak mengejarnya. Ayolah ... ini bukan kisah romansa di mana wanita marah kemudian sang pria harus membujuk dengan memberikan bunga. Aku tahu apa yang kulakukan. Aku sedang menjalankan tugas untuk melindunginya.
Jika aku katakan ia sebaiknya tidak tahu apa pun dan tidak mencari tahu, aku serius dengan itu. Karena apa yang tengah Ivanna hadapi saat ini bukanlah hal biasa. Itu sebabnya aku mengikutinya. Ia sebaiknya kembali tidur dan aku akan berjaga di depan kamarnya, seperti biasa.
***
Aku tidak seharusnya memikirkan gadis itu terus-menerus. Setiap kalimat yang terucap dari bibirnya seolah begitu magis dan berhasil membuatku terus membayangkannya di rongga kepalaku. Apa yang sebenarnya terjadi?
Aku, Jax Alister, tak pernah sekali pun terganggu setiap kalo menjalankan tugas. Aku profesional dan berdedikasi penuh untuk setiap yang kukerjakan. Jadi untuk masalah satu ini, mari kita cari tahu apa yang menyebabkan konsentrasi serta fokusku jadi terpecah.
Apakah aku terlalu memerhatikan perkataannya semalam? Meski ada benarnya, tetapi aku punya alasan yang jelas mengapa melarang keras rasa ingin tahu gadis itu. Aku sedang menyelidiki hal yang sama dan aku tidak ingin, sikap ceroboh Ivanna lantas menggagalkan segalanya.
Aku mengetuk pintu kamar Ivanna beberapa kali, matahari sudah tinggi dan seharusnya ia sudah bangun dan bersiap untuk jadwalnya yang padat hari ini. Namun, beberapa kali pun kuketuki tak ada sahutan dari dalam.
Aku mendekatkan telinga di daun pintu untuk memastikan apakah dia masih berada di dalam. Dan tak berapa lama, terdengar suara gaduh yang disusul jeritan Ivanna.
"JAX! Tolong aku!"
Apa yang terjadi? Dengan sigap dan sekuat tenaga kudobrak pintu kamar Ivanna dan tidak menemukan siapa pun di sana. Gadis itu tidak ada begitu pula tunangannya. Di mana pria itu? Bukankah seharusnya ia berada di kamar bersama Ivanna? Andai pun ia menyelinap di malam hari, pria itu biasanya akan langsung kembali setelah menyelesaikan 'pekerjaannya'.
Sengaja kuberi tanda kutip pada kata 'pekerjaannya', karena kita tahu apa yang pria itu lakukan setiap malam. Lalu, kali ini, di mana pria itu?
"Nona Sanchez! Di mana kau?! Nona Sanchez!"
"Aku di sini, Jax! T-tolong ... aku tidak kuat lagi! JAX!"
Balkon! Suara itu berasal dari balkon. Aku bergegas menuju ke sana dan menemukan Ivanna bergelantungan dengan berpegang pada teralis. Beberapa kali ia menoleh ke bawah, lalu kembali memusatkan perhatian padaku yang berusaha agar ia tidak menoleh lagi. Karena dari yang aku tahu, Ivanna takut akan ketinggian. Lalu, apa yang terjadi sebenarnya?
"Nona, apa yang kau lakukan di sana?"
Astaga! Sungguh, gadis ini bisa membuatku terkena serangan jantung jika terus bersikap ceroboh seperti ini.
"Nanti saja bicaranya, Jax! Cepat tolong aku! Aku tidak kuat berpegangan terus di sini. Please ...."
Sejak tadi aku juga sedang berusaha menolongnya. Hanya saja, aku tak bisa menampik berbagai pertanyaan yang berjejalan dalam pikiranku mengenai apa yang membuatnya berada di sana?
"Tutup matamu, Nona Sanchez."
"Apa? Kenapa? Jax, aku butuh kau untuk segera menolongku, bukan mengajakku main petak umpet! Sekarang cepat kau-"
"Bisakah sekali saja kau dengarkan aku dan lakukan apa yang kusarankan?" sentakku. Aku tak sadar telah melakukan itu. Dan ketika aku telah menyelesaikan kalimatku, gadis itu tampak pias dan mengangguk lemah lantas menutup kedua kelopak mata yang dihiasi bulu mata lentik nan lebat itu.
Sesaat waktu seakan berhenti. Tatapanku justru tertuju pada paras cantiknya yang polos tanpa make up. Rambut panjangnya terurai, berkibar karena tertiup angin yang cukup kencang. Eastonville sangat dingin dan berangin beberapa hari belakangan. Di tengah gempuran cuaca tak menentu seperti ini, melihat Ivanna masih mengenakan gaun tidur yang semalam ia kenakan membuatku berpikir, tak seharusnya ia berpakaian seperti itu.
Angin malam yang dingin menusuk visa membuatnya sakit. Dan ... pakaian itu terus terang saja terlalu terbuka. Mungkin ia hanya mengenakannya saat tidur, tapi sekarang, dia ada di hadapanku mengenakan gaun malam yang cukup terbuka.
Bukan masalah pikiranku yang kotor, aku bahkan tidak membayangkan hal yang tidak-tidak. Fokusku berantakan justru ketika menatap bola mata hazelnya yang cantik itu.
Sadar, Jax! Kau harus segera menyelamatkannya, atau seluruh Eastonville akan memuat berita bahwa Ivanna Sanchez sedang melakukan percobaan bunuh diri. Dan jika berita itu sampai benar-benar terbit, maka kau akan kehilangan pekerjaan dan rencanamu akan gagal.
Dengan cepat, aku mengembalikan kesadaran dan melompat dari balkon dan merengkuh pinggul Ivanna untuk kubawa kembali ke kamarnya sebelum ia menyadari apa yang kulakukan saat ini. Tidak seharusnya ia tahu banyak hal karena baginya, semua ini pasti tidak masuk akal. Dan memang tidak.
Aku menopang tubuh Ivanna saat kami telah berhasil mendarat dengan sempurna. Semoga saja dia tidak menyadari sesuatu yang aneh; bahwa aku baru saja membawanya terbang.
Gadis itu membuka mata, tampak mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan yang kosong. Tentu saja. Memangnya apa yang ia harapkan? Apakah ia berharap seseorang ada di kamar ini bersamanya?
"Di mana makhluk itu?" tanya Ivanna sembari mencari dan menyisir tiap-tiap ruangan di kamarnya dengan hati-hati. "Kau jangan ke mana-mana, Jax! Kau harus lihat dan memusnahkan makhluk ini," ujarnya lagi, dengan suara berbisik.
Mendengar gadis itu menyebut kata makhluk, aku mengekor pangkahnya demi memastikan dia aman. Siapa yang tahu kalau makhluk yang baru saja ia sebut itu bersembunyi di suatu tempat di ruangan ini?
Aku meraih lengan Ivanna, membuatnya berbalik dan menghadap padaku saat itu juga. Bola mata hazelnya itu tampak tertuju padaku, membuatku tertegun untuk sesaat, kemudian tersadar dan mengatakan padanya apa yang ada dalam pikiranku saat ini.
"Makhluk apa yang Anda maksud, Nona?"
"A-aku juga tidak tahu. Aku mendengar suaranya dengan jelas. Seperti suara geraman hewan buas. Mungkin anjing hutan atau ... tidak mungkin!"
Perkataan gadis ini sungguh membuatku overthinking. Apakah seperti yang kupikirkan bahwa memang ada makhluk buas di dalam mansion ini? Ataukah aku dan Ivanna sama-sama tengah berhalusinasi?
"Anjing hutan?"
"Tidak, Jax! Mungkin itu adalah manusia serigala! Kau pernah mendengar tentang mitos itu, kan? Oh, Tuhan! Jika itu benar, tempat ini sudah tidak aman lagi, Jax!"
Aku terdiam, tak ingin tergesa mengambil kesimpulan. Namun, persis seperti yang kulakukan selama ini, Ivanna juga menyadari ada yang aneh di rumahnya. Itu artinya, aku harus segera bertindak. Karena jika memang benar makhluk itu berada di mansion ini, akan sangat berbahaya bagi Ivanna dan lainnya.
"Kau harus membinasakannya!"
"Tenang dulu, Nona. Sekarang sebaiknya kau beristirahat. Serahkan semuanya padaku. Aku pastikan, semua akan baik-baik saja."
Gadis itu mengangguk, lantas naik ke atas ranjangnya dan mulai memejamkan mata. Namun, ia kembali bangkit dan menoleh padaku.
"Jax, bagaimana jika makhluk itu ada di bawah ranjangku?" tanya gadis itu, setengah berbisik. "Kau harus memeriksanya. Kau tidak boleh melangkah keluar dari kamar ini sedikit pun sebelum memastikan makhluk itu benar-benar tidak ada. Temani aku di sini setidaknya sampai pagi datang. Aku takut kalau makhluk itu memang mengincar nyawaku. Lakukan tugasmu dengan baik, Jax. Lindungi aku!"