5. Damon and Jax
Ivanna's POV
Aku masih termangu seperti orang tak waras. Kejadian yang ada di hadapanku itu jelas bukanlah mimpi. Apakah Jax akan mengatakan kalau aku salah lihat? Jelas beberapa orang di hadapanku itu bukanlah manusia biasa. Dan Jax yang tiba-tiba muncul—mengapa ia bisa berkomunikasi dengan para vampir itu untuk melepaskanku?
Apakah Jax juga adalah seorang ...
“Ini untukmu. Minumlah dulu, Nona,” ucap pria yang baru satu minggu menjadi pengawalku tetapi sudah banyak hal misterius yang ia lakukan dan terjadi dalam hidupku. Aku menerima secangkir minuman yang ia sodorkan, tanpa melepaskan tatapan darinya.
Lalu dengan segera kuperiksa minuman di tanganku. Hanya secangkir teh camomile kesukaanku. Tidak! Aku tidak ingin berpikiran buruk mengenai ini, tidak ingin bertanya-tanya mengapa ia bisa tahu kesukaanku. Siapa pun bisa mempunya persediaan teh camomile di rumahnya, seperti juga aku.
Lagi pula, mari pertimbangkan jasanya karena telah menyelamatkanku dari kemungkinan menjadi santapan makhluk pucat pengisap darah di bar tadi.
Aku menghirup minuman di tanganku, merasakan sensasi rileks untuk sesaat setelah sekujur tubuhku terasa bergetar seluruhnya setelah mengalami peristiwa mengerikan itu.
“Apa yang terjadi tadi? Mengapa kau bisa berbincang dengan makhluk-makhluk itu? Mereka bukan manusia, kan?”
Aku tak bisa menahan diri lebih lama. Siapa kau sebenarnya, Jax? Setelah terlihat seperti seorang pecandu, sekarang kau tampak seolah pimpinan klan yang memiliki kuasa untuk mengatur dan memerintah orang lain—vampir lain.
“Tenang dulu, Nona. Tadi itu tidak seperti yang kau pikirkan.”
“Oh, benarkah? Bagian mana yang salah? Jangan katakan kalau kalian sedang melakukan cosplay untuk haloween, karena kita tidak sedang merayakannya. Atau kau mau mengatakan kalau mereka hanya melakukan prank terhadapku? Jangan bercanda, Jax. Memangnya mereka mengenalku?”
Panjang lebar aku menyerangnya. Namun, saat ia berusaha menjelaskan, anganku justru berkelana tak tentu arah. Aku mengedar pandangan memindai seluruh sis ruangan tempatku berada saat ini.
Aku kini di kediaman Jax yang tak tampak mencurigakan. Sama seperti tempat tinggal lelaki pada umumnya. Hanya saja, di sini sangat rapi dan terasa kosong.
Ada sebuah meja di sudut yang di atasnya terdapat vinil dengan beberapa lemari buku di beberapa sudut ruangan. Dan yang sedikit membuatku heran, ada beberapa penghargaan yang menyebutkan kalau Jax telah menempuh master dalam ilmu kedokteran.
Lantas mengapa ia memilih untuk menjadi pengawalku?
“Nona Sanchez, apakah kau mendengarku?”
Aku dengar, hanya saja aku tidak ingin merespon. Aku bangkit dan mendekat ke sebuah lemari kaca dan menilik beberapa piagam dan ijazah yang ada di sana. Sangat mencurigakan. Mengapa ia menempuh berbagai bidang ilmu dan berhasil menyelesaikannya dalam waktu singkat?
“Itu hanya pajangan,” ucapnya, mendekat padaku dan kini berdiri di balik punggungku.
“Maksudmu benar yang mereka lakukan tadi itu hanya pura-pura untuk mengusiliku?” tanyaku, sebagai bentuk sarkasme akan segala kebohongan yang ia buat.
Aku memang tidak tahu pasti apakah ia benar berbohong atau hanya aku yang terlalu berpikiran buruk tentangnya. Yang pasti, aku tidak percaya pada perkataannya saat ini. Aku kembali menilik ijazahnya. Universitas of Eastonville di tahun-tahun di mana aku masih menjalani masa indah sebagai seorang remaja putri.
Usia kami tampaknya memang terpaut jauh, tetapi apakah sejauh itu?
“Sudah kukatakan kalau itu hanya pajangan,” ujarnya lagi, seolah memaksaku untuk memercayainya. Baiklah, tampan. Aku tidak akan memaksamu untuk mengatakan hal yang sebenarnya. Namun, ketahuilah, aku bukan perempuan yang bisa kau bodohi.
“Baiklah. Kurasa aku sudah membaik dan kau bisa mengantarku pulang,” ujarku, sembari menatap pria itu lekat-lekat.
Ada keengganan yang terpancar dari sorot matanya. Enggan mengantarku pulang, ataukah ada hal lain yang sudah ia rencanakan? Apakah mungkin dugaanku kalau ia bekerja sama dengan Damon adalah benar?
“Baiklah, Nona Sanchez. Aku akan mengantarmu pulang. Tunggulah sebentar, aku harus membereskan pakaianku dulu.”
Aku mengerutkan kening, tak mengerti. Dengan kata lain; untuk apa ia harus membereskan pakaiannya?
“Bagaimana pun aku harus mematuhi perintah untuk tinggal di mansionmu agar bisa lebih banyak waktu bagiku untuk menjaga dan mengawasimu. Bukankah begitu?”
Ah, iya. Dia benar. Dan kubiarkan Jax merapikan rumahnya terlebih dahulu sebelum kemudian ia masuk ke dalam kamarnya sebentar dan kembali dengan sebuah tas ransel tergantung di punggungnya.
Kami kembali ke mansionku dengan berbagai pertanyaan di kepalaku yang tak akan mungkin terjawab jika aku menanyakannya langsung pada pria ini.
Jax memang penuh dengan misteri. Pria memesona dengan segudang rahasia yang tak akan pernah ia buka di hadapan siapa pun, tetapi harus kubongkar dengan usahaku sendiri.
Jangan ragukan kemampuanku. Nancy Drew 2.0 akan beraksi.
***
Damon tak ada lagi di ranjangnya. Ini sudah ke sekian kali, entah sejak kapan; aku sudah lupa. Kurasa ia masih terlihat biasa saja sebelum kami bertunangan karena kami tinggal terpisah. Dan sejak ia memutuskan untuk tinggal bersama di mansionku, semua tampak membingungkan.
Aku mungkin pernah mengalami ini sebelumnya, tetapi tidak terlalu memerhatikan dan anggap saja intuisi dan perasaanku tidak bekerja dengan baik.
Namun, tepatnya sejak kehadiran Jax, semua jadi terasa berbeda.
Cairan yang ia suntikkan, bisnis mencurigakan dengan manusia aneh yang bahkan sampai sekarang tak pernah benar-benar ia jelaskan apa yang terjadi sebenarnya di kelab, lalu kini Damon.
Aku berusaha menjaga kesadaranku agar tetap berada pada level yang benar. Bahkan bila perlu harus sempurna. Ada banyak hal yang harus kuketahui malam ini dan aku hanya bisa mengandalkan diri sendiri karena Bri maupun Tatiana tak akan pernah percaya jika aku mengatakan semuanya.
Mungkin Bri akan percaya meski sedikit sulit. Namun, Tatiana ... apa pun mengenai Damon, jika itu buruk, ia pasti akan langsung menyanggahnya.
Aku melangkah perlahan menuju ke ruangan yang kuberikan untuk Jax. Pintunya terbuka lebar, tetapi aku tidak melihatnya di sana. Ia bahkan tidak berjaga di depan kamarku seperti biasa. Di mana pria itu? Dan di atas ranjangnya berserakan alat suntik yang tampak aneh, dengan cairan yang sama yang kulihat ia suntikkan ke tubuhnya kala itu.
Akun tidak lagi ingin tahu mengenai itu. Bisa saja Jax benar, juga bisa sebaliknya. Mengenai Jax, itu biarlah kuurus nanti karena aku sedang mencari Damon sekarang.
Aku sengaja tidak mengenakan alas kakiku, bergegas dengan langkah hati-hati, mengikuti sosok yang kulihat menuju ke sebuah ruangan. Dari postur tubuhnya, itu memang Damon. Namun, apa yang ia lakukan tengah malam begini?
Aku bersembunyi di balik dinding saat pria itu terdengar membuka pintu sebuah ruangan. Kamar kosong yang memang tidak berpenghuni, yang dulunya merupakan kamar kedua orang tuaku sebelum mereka tiada. Seharusnya aku yang menempati kamar itu, tetapi, aku tak sanggup melihat benda-benda kenangan yang masih berada di sana.
Dan Damon selalu menginginkan kami berada di sana.
Apakah ia tengah menyiapkan kejutan untukku? Bisa saja ia melakukan sesuatu pada kamar itu agar aku dan dia bisa tinggal di sana.
Aku mengintip sedikit, pria itu sudah masuk ke ruangan penuh kenangan itu. Ia membiarkan pintunya terbuka sedikit, entah dengan tujuan apa.
Aku melangkah perlahan dan berhenti tepat di depan celah yang Damon tinggalkan. Aku bisa melihat pria itu berdiri di sana, memandang ke luar jendela. Ia mendongak ke langit seolah menikmati keindahan rembulan malam ini.
Dia memang pria yang romantis dulu. Namun, kini semua berubah dan keanehannya kali ini juga sama sekali tidak kuketahui. Jika memang ia ingin kami pindah ke ruangan ini, mengapa tidak mengatakanya terus terang?
Dan wanita itu ... tunggu! Ada wanita d ruangan itu. Mengapa aku tidak mengetahuinya sama sekali? Ini rumahku dan aku tidak tahu kalau Damon membawa masuk wanita lain ke rumah ini.
Aku hendak merangsek masuk ke dalam ruangan, tetapi sekali lagi, insting dalam diriku seolah mengatakan bahwa apa yang kulihat saat ini belum seluruhnya.
Benar! Aku membutuhkan hal lain untuk memperkuat dugaanku mengenai Damon sekaligus memastikan apakah semua masih pantas untuk dipertahankan. Memang terdengar sangat kekanakan, tetapi aku tak bisa diam begitu saja menerima perlakuan Damon yang berbeda.
Dadaku bergemuruh kala jelas di hadapanku wanita itu melepaskan pakaiannya. Dan Damon ... ia mencumbu wanita itu dengan begitu bernafsu.
Aku tanpa sadar melangkah mundur. Sekali lagi kusaksikan sendiri bahwa Damon memang melakukannya setiap malam tanpa kuketahui. Namun, siapa wanita itu?
Aku masih membekap mulutku agar tidak bersuara. Namun, langkah kakiku terhenti. Bukan lantaran aku menginginkannya, melainkan ada seseorang yang tengah berdiri di balik punggungku dan dengan segera melindungiku dengan rengkuhannya seolah tak biarkan aku menyaksikan apa yang sudah terlanjur kulihat di depan mataku.
“Tutup matamu, Nona Sanchez. Kau tidak pantas menyaksikan itu semua,” ucap pria ini.
“Aku sudah terlanjur melihatnya, Jax. Jangan lagi berbohong padaku dengan tujuan apa pun. Aku sudah tahu segalanya. Katakan padaku, apa yang kau lakukan di sini?”