CHAPTER 6
TAP !
Pintu terhempas, tertutup dengan rapat.
Detak jantungnya terasa berpacu, seakan baru saja melakukan sesuatu kejahatan dengan mengintip tetangga sebelah tengah asyik bermesraan.
Zaara memegangi dadanya, lalu menelan saliva.
Masih lekat dalam ingatannya, bagaimana lembutnya bibir Nathan mencumbu bibir ranumnya kemarin, tapi terhempas oleh kenyataan dari kedua manik cokelat hazel nya yang baru menangkap ternyata bukan hanya dirinya diperlakukan lembut.
"Sadar, Zaara. Siapa yang mau dengan kamu" Gumamnya.
TOK..TOK..
Ditengah racauan dari mulut mungilnya, tiba-tiba saja pintu Apartemennya ada yang mengetuk.
Zaara menjauhkan tubuhnya dari dekat pintu ini, berdiri tegak dengan jarak hampir dua meter sembari menatap pintu yang sedikit bergetar karena ketukan dari luar.
TOK.. TOK..
Suara ketukan semakin memacu adrenalin nya, sudah pasti pikirnya pasti itu Nathan.
Suara ketukan itu pun terhenti, membuat jantungnya kembali berdetak dengan normal.
Kakinya pun melangkah perlahan, mendekati pintu setinggi dua meter dengan bahan baja dan kayu.
Tangan kanannya terangkat, memutar kenop pintu ke kanan dengan perlahan, lalu terdengar bunyi " CEKREK".
Perlahan pintu ini terbuka, seperti tengah merayap bersembunyi dan waspada.
Kepala Zaara condong di balik pintu, lalu kedua bola matanya berputar untuk melihat ke depan.
DEG !
Perkiraannya salah, Nathan belum pergi. Laki-laki bertubuh tinggi itu sedang berdiri, menyimpul senyumannya sembari menatap wajah cantik Zaara yang sudah tampak pucat pasi.
Secepat kilat, telapak tangan Nathan menghalau lengan mungil wanita cantik ini untuk menutup kembali pintu.
Tangan Zaara bergetar, seakan dirinya baru tertangkap basah melakukan kejahatan.
"Aku bisa berbicara dengan kamu?" Tanya Nathan, suaranya terdengar lembut dan bersahaja.
Zaara meneguk saliva, wajahnya coba ia sembunyikan dengan rambut panjang yang tergerai.
Nathan terlihat menyimpul senyumnya, melihat Zaara tampak malu-malu dengan menyembunyikan wajah cantiknya.
"Zaara, Nathan boleh masuk?" Tanya Nathan.
Suara laki-laki ini sangat menyejukkan dan menenangkan, pikir Zaara.
Perlahan kepala Zaara mendongak keatas, dengan kedua manik mata nya menatap dengan tajam.
"Tapi, Ja-jangan, ciu-um lagi" Gumamnya, suara nya terdengar bergetar.
Tawa Nathan pecah, lalu menganggukkan kepala.
Zaara pun akhirnya membuka pintu Apartemen dengan perlahan, mempersilahkan Nathan untuk masuk.
*
Ia berdiri sedikit menjauh dari jangkauan laki-laki tetangga sembari mengepalkan kedua tangannya.
Nathan memperhatikan dengan lekat wajah Zaara yang terlihat salah tingkah.
Ia memahami sulit untuk berbicara dengan wanita ini tapi Nathan akan berusaha mendekati perlahan, bukan seperti kemarin dirinya tidak bisa mengontrol bibirnya untuk mencium kelembutan dari bibir ranum milik tetangga cantiknya.
"Zaara.." Gumamnya.
Perlahan kepala Zaara mendongak, kedua mata mereka saling beradu pandang. Tatapan keduanya lekat, seperti sudah lama mengenal, dan terasa sangat intim.
"Aku minta maaf atas kelancangan ku mencium mu tadi" Ucap Nathan, masih duduk di sofa putih ini, sembari terus memainkan jemarinya di atas sofa karena cukup gugup.
Kedua manik Zaara menangkap tatapan tulus dari laki-laki ini, kepalanya pun mengangguk.
Nathan terdengar bernafas lega, tubuhnya bangkit lalu kakinya melangkah mendekati Zaara.
Spontan Zaara melangkahkan kaki nya mundur kebelakang.
TAP
TAP
Lalu terhenti saat kursi pada meja makan ini menghalanginya.
Deru nafasnya terdengar berat, dengan kedua tangan yang terus mengepal lalu kepala tertunduk.
"Ayo berteman dengan ku ?" Ucap Nathan, sembari menyodorkan tangan kanannya untuk bersalaman.
Zaara hanya memperhatikan telapak tangan Nathan yang ada di depannya, ragu untuk meraih, tapi lebih dulu Nathan menggenggam tangan mungilnya.
"Baiklah, kalau begitu mulai sekarang kita berteman" Ucap Nathan.
Zaara mengulum bibirnya, senyum nya tampak tipis dengan pipi yang merona karena malu. Lalu kepalanya mengangguk, tanda setuju untuk berteman dengan tetangga nya ini.
*
*
Hari sudah pagi, tampak cahaya mentari bersinar terang pagi ini, serta langit pun tampak cerah.
Nathan baru saja keluar dari dalam Apartemen nya, lalu melangkahkan kaki lengkap dengan pakaian olah raga berupa jersey putih dipadupadankan dengan celana pendek training hitam serta sepatu olahraga hitam yang tampak nyaman di kaki.
Kakinya lalu melangkah, tepat berdiri di depan kediaman tetangga cantiknya.
"Zaara.." Sahutnya, sembari terus mengetuk pintu ini perlahan.
Zaara di dalam Apartemen baru saja akan merebahkan tubuhnya yang baru bisa beristirahat setelah menyelesaikan beberapa bab naskah novel barunya.
Tubuhnya beranjak dari atas sofa, lalu kakinya melangkah mendekati pintu.
"Ada apa?" Tanyanya, masih tetap berdiri di balik pintu tanpa membukanya.
"Ada sesuatu yang mendesak" Sahut Nathan.
Kedua bola mata Zaara tampak membola, di dalam pikirannya sudah banyak kemungkinan yang terjadi.
"Apa Nathan sakit?" Gumamnya dalam hati.
Telapak tangannya memutar kenop pintu, lalu kepalanya miring ke kiri melihat Nathan yang sudah berdiri di depan kediamannya.
Nathan lagi-lagi masuk tanpa permisi, lalu melangkahkan kaki masuk ke dalam Apartemen berukuran kecil ini.
"Aku ingin mengajak kamu joging, ayo siap-siap" Ucapnya.
Zaara mengerutkan kening, sejak kapan dirinya berolahraga pagi pikirnya, bahkan tidur saja tidak teratur.
"Tapi, aku tidak berolahraga pagi" Jawabnya, sembari kedua telapak tangannya meremas kaos longgar putih yang tengah ia kenakan.
Nathan mengerjapkan kedua matanya, mencoba bersikap akrab dengan teman baru nya ini.
"Ayo, bukankah kita sudah berteman" Ucapnya.
Zaara tampak ragu, tapi Nathan terus mendesaknya.
"Baiklah, aku ganti baju dulu" Jawabnya.
Kakinya lalu melangkah masuk ke dalam kamar tidur, tepat di sisi kanan ruang tamu kecil miliknya.
Tidak berapa lama, Zaara keluar dari dalam kamar tidurnya lengkap dengan Training panjang hitam, dengan jaket hoodie hitamnya, tidak lupa kepalanya ditutupi dengan topi.
Nathan menghela nafas panjang, lalu menghembuskan dengan kasar.
Tubuhnya beranjak dari atas sofa, kemudian kakinya melangkah mendekati Zaara yang sudah tampak tertutup.
Kedua manik matanya menatap lekat, dari ujung kaki sampai ujung kepala wanita pemilik tinggi sebatas rahangnya ini.
"Kenapa seperti ini, olahraga itu pakaiannya harus nyaman. Kalau seperti ini kamu akan gerah" Ucap Nathan dengan suara lembut.
"Aku lepaskan topinya ya?" Bujuk Nathan.
"Biar aku saja" Celetuk Zaara, dengan kedua tangan mencoba melarang Nathan menyentuhnya.
Tampak wajah cantik, dengan kedua bulu mata lentik yang terlihat mempesona.
Nathan bahkan tidak bisa mengontrol jantungnya dengan begitu kencang berdetak saat kecantikan Zaara seakan menghipnotis sekujur tubuhnya bahkan alam bawah sadarnya.
"Ayo pergi" Ucap Nathan.
Zaara menganggukkan kepala, lalu mereka melangkahkan kaki keluar dari ruangan pengap tempat ternyaman dari seorang Zaara hayat.
*
Taman belakang Apartemen tampak ramai pagi ini, jelas saja ini adalah hari sabtu dan kebanyakan para penghuni menikmati waktu libur mereka dengan berolahraga atau menghirup udara segar di taman dengan banyak ditumbuhi Bunga-bunga indah berjajar rapi di sepanjang jalanan setapak.
Nathan berlari kecil, diikuti oleh Zaara dari belakang yang terus tertunduk menyembunyikan wajah cantiknya.
Langkah kaki Nathan pun terhenti, hingga Zaara tidak sadar menabrak tubuh tinggi dan kekar laki-laki yang ada di depannya.
BRUKKK !
Spontan kedua tangan Nathan menangkap tubuh ramping wanita ini, mendekapnya lalu dipeluknya dengan erat.
Jantung mereka saling beradu, berdetak dengan kencang selama beberapa detik, lalu kedua mata saling menatap lekat.
DEG
DEG
Hingga mereka tersadar saat ada sepeda akan melewati jalanan setapak ini.
Zaara dengan sigap merapikan pakaiannya, menutupi lagi kepalanya dengan topi di jaket ini, berlalu menjauh dari Nathan.
Kakinya melangkah dengan terburu-buru, tanpa memperhatikan orang yang sedang berjalan bergandengan tangan di depannya.
BRUKKK !
Tubuhnya terjatuh pada krikil-krikil di atas jalanan setapak ini, dengan tatapan jengah dari kedua orang yang baru saja ia tabrak tidak sengaja.
"Ini orang tidak punya mata !" Teriak wanita itu, sedangkan laki-laki yang ada disampingnya tampak menenangkan.
Zaara berdiri perlahan, kepalanya tertunduk mendengar kemurkaan wanita dengan rambut digelung kebelakang itu.
"Memang dia tidak punya mata, coba lihat pakai baju ditutupi semua. Kamu buta !!" Teriaknya.
Zaara tersentak, mengepalkan kedua tangannya.
Nathan mendekati Zaara, menatap penuh amarah pada wanita yang terus meracau tidak jelas ini.
"Aku yakin wanita ini adalah penjahat, lihat saja wajahnya tidak ditunjukkan " Celetuk wanita ini, sembari menyeringai mengejek.
Nathan murka, tubuhnya condong pada wanita ini.
Wajahnya sudah tampak memerah padam, kalau saja wanita ini adalah laki-laki maka sudah dilayangkan bogem mentah tepat di wajah angkuhnya.
"Jaga ucapan Anda Nona, aku tidak akan segan-segan menyakiti anda kalau mulut anda tidak bisa bungkam !" Ucap Nathan, dengan suara erangannya.
Laki-laki yang bersama wanita ini membungkukkan tubuhnya, meminta maaf atas nama kekasihnya.
"Ini jalanan umum, siapa suruh kalian bergandengan tangan menghalangi jalan orang lain !" Ucap Nathan jengah.
"Maaf atas perkataan pacar saya" Ucap laki-laki bertubuh tinggi ini.
Mereka pun pergi dari hadapan Zaara dan juga Nathan.
Sedangkan Zaara disana tengah mematung, tubuhnya terasa membeku, kedua kakinya tidak bisa ia gerakan.
"Kamu tidak apa-apa?" Tanya Nathan, sembari memeriksa bagian tubuh Zaara.
Kepala Zaara terus tertunduk.
TES !
Bulir air matanya menetes tepat di telapak tangan Nathan.
"Zaara, jangan menangis, ada aku " Gumam Nathan, raut wajahnya tampak khawatir.
Kepala Zaara sontak mendongak, menatap kedua manik Nathan dengan lekat.
"Aku tidak ingin keluar lagi, aku tidak membutuhkan teman, aku hanya seorang penjahat, jauhi aku !" Ucapnya, dengan nafas tersengal lalu berteriak.
Deru nafas Zaara terdengar kasar ~
Nathan tertegun saat melihat kemarahan dari raut wajah wanita lembut dan tertutup ini.