CHAPTER 5
Kedua lengan Nathan semakin erat mendekap tubuh gadis polos ini, bibir tebalnya semakin agresif melumat bibir tipis nan ranum ini. Salivanya bahkan sudah membuat lembab bibir Zaara, yang hanya bungkam tertutup dengan rapat.
Kesadaran Zaara kembali, kedua tangannya terangkat lalu di dorongnya tubuh Nathan dengan kasar agar menjauh darinya.
Kedua kakinya melangkah memasuki kamar tidur, yang hanya berada berapa langkah dari tempat mereka sedang berdiri sekarang.
BRAKKK ! (Suara pintu terhempas)
Nathan tertegun, entah apa yang sudah dilakukannya tapi di dalam lubuk hatinya ia merasa sangat bahagia.
Kedua tangannya terangkat, kemudian mengusap wajahnya untuk mengembalikan kewarasannya.
Deru nafasnya terdengar kasar, kedua tangannya mengepal.
Kakinya kemudian melangkah mendekati pintu kamar yang sepertinya sudah terkunci dengan rapat dari dalam.
TOK..TOK..
Nathan mengetuk pintu kamar ini dengan perlahan, ia tidak ingin gadis di dalam kamar itu menganggapnya sebagai laki-laki aneh dan akan menjauhinya.
"Zaara.." Sahutnya.
Kembali diketuknya pintu kamar ini dengan perlahan, lalu mencondongkan telinganya pada sisi pintu ini untuk mendengarkan apa yang sedang terjadi di dalam kamar itu.
"Zaara, aku minta maaf" Ucap Nathan dengan suara sedikit lebih keras.
Masih tidak ada tanggapan dari dalam, hingga membuat Nathan harus memberikan ruang bagi gadis itu untuk mengembalikan perasaannya yang sedang kacau karena perbuatannya.
"Aku pulang ya ?" Sahut Nathan.
Kakinya lalu melangkah mendekati pintu keluar, kemudian ia tutup rapat pintu Apartemen milik gadis cantik yang baru saja Diciumnya.
Sedangkan di dalam kamar tidur, Zaara tengah mengatur pernafasannya yang sekarang masih mengalami sesak sesaat setelah Nathan tadi memberikan ciuman pertama kepadanya.
Zaara Sendiri memiliki gangguan pernafasan, tubuhnya akan bereaksi jika sesuatu membuatnya khawatir dan tertekan.
Kedua tangannya mengepal, lalu terangkat untuk mengusap bibirnya yang masih basah karena saliva Nathan.
"Kenapa dia mencium ku?" Gumamnya.
Wajah Zaara tampak memerah, seperti udang rebus yang akan segera disantap. Hatinya tidak bisa berbohong, kalau Nathan tetaplah laki-laki yang masih sangat disukai olehnya.
***
Di dalam Apartemen Nathan Chaiden.
Tampak Nathan tengah bolak-balik di depan ranjang berukuran sedang nya, ia sedang mengembalikan kewarasannya yang sempat hilang karena tersihir oleh kecantikan seorang Zaara.
"Apa yang sudah aku lakukan?" Gerutunya.
Dipukulinya bibir tipis sedikit tebalnya ini dengan lembut, lalu ia usap lembut dengan jemari telunjuknya.
Senyumnya tersimpul, perasaannya tidak bisa berbohong kalau gadis tetangga sebelah sudah merebut hatinya yang tidak pernah terisi oleh wanita manapun.
Drrrt..
Ponsel hitamnya bergetar, dirogoh saku celana biru malam nya lalu ia usap layar ponselnya.
"Ya halo, Sya?" Jawabnya.
Terdengar suara Anastasya, wanita itu sepertinya ingin meminta untuk ditemani ke suatu tempat saat pulang dari bekerja tadi, tapi karena Nathan sedang mencoba mendekati Zaara yang juga pulang di jam yang sama dengannya, ia membuat berbagai alasan untuk menolak ajakan tersebut.
"Malam ini?" Tanya nya sedikit terdengar enggan.
"Tapi Sya, aku ada tesis yang harus diselesaikan. Bisakah dengan Doni saja?" Tanya Nathan.
Anastasya disana tampak kecewa, ia hanya menginginkan Nathan untuk menemaninya pergi pada acara ulang tahun teman kampus mereka.
"Maaf ya, Sya" Jawab Nathan.
Panggilan suara ini pun terputus, diletakkan ponsel hitamnya di atas ranjang lalu melangkahkan kaki menuju ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum beristirahat.
***
Zaara tengah fokus pada laptop hitam nya ini, dengan kaca mata minus melekat pada matanya, tidak hentinya ia menekan satu persatu papan ketik untuk merangkai kata demi kata agar tercipta suatu karya yang akan diserahkannya pada Tari, penulis terkenal yang selalu memakai penulis bayangan yang tidak lain adalah Zaara.
Tiba-tiba saja ia kehilangan ide, jemarinya terhenti tepat di atas papan ketik ini.
Entah sudah berapa kali jemarinya menghapus kata demi kata yang tidak sesuai dengan cerita yang akan ia ciptakan.
"Kalau begini, satu Bab pun tidak akan selesai" Gumamnya.
Pandangan mata Zaara beralih, menatap rak buku yang terletak di dekat pojok ruangan ini.
Tubuhnya beranjak dari atas kursi berbahan kayu yang sejak tadi ia duduki, lalu melangkahkan kaki untuk mengambil sesuatu yang sudah lama tersimpan rapi di dalam rak buku itu.
Jemarinya bermain, meraba buku-buku yang tampak usang ini dengan perlahan. Lalu terhenti pada satu buku dengan kisah romantis diantara Novel dengan kisah horor dan menegangkan lainnya.
Zaara memegang buku bersampul merah ini, lalu ia bawa untuk dibacanya sejenak.
Kemudian kembali duduk di atas kursi berbahan kayu, kursi yang ada di depan meja makan tempat dirinya selalu menuangkan karya luar biasanya.
Jemari tangan kanannya membuka lembar pertama, setiap bait di bacanya dengan penuh penghayatan hingga ada satu paragraf yang membuatnya harus meneguk saliva, lalu mengusap bibir lembutnya dengan jemari tengah dan jemari telunjuknya.
"Ciuman?" Gumamnya.
"Aku sudah melakukannya" Ucapnya lagi.
Zaara kembali membaca buku ini, mencari inspirasi untuk menciptakan karya tulis permintaan Tari yang sering membuat kepalanya pusing, karena terlalu berlebihan.
*
Apartemen, Pukul 18.45.
TENG
Suara Bell di Apartemen sebelah mengganggu konsentrasinya saat sedang menuangkan setiap kata yang ada di dalam imajinasinya ke dalam Laptop hitam ini.
Suara Bell itu kembali berbunyi, kemudian terdengar suara pintu terbuka.
Zaara bangkit dari atas sofa, berjalan dengan terburu-buru untuk mengendap-endap melalui cela pintu nya.
"Tan, aku benar-benar ingin kamu menemaniku" Suara seorang wanita terdengar, lembut dan sedikit manja.
Zaara menggenggam gagang pintu Apartemennya, dibukanya perlahan, jangan sampai bersuara.
Kedua manik cokelat hazel nya mengintip dua sosok, laki-laki dan perempuan yang tengah berdiri saling berhadapan di depan pintu Apartemen sebelah.
Tangan kanan wanita itu memegang pundak laki-laki tinggi yang adalah Nathan, dengan senyum yang tidak pernah lepas di bibirnya yang sudah diolesi dengan gincu merah merona nya.
Kepala Zaara tertunduk lesu, saat melihat senyuman Nathan terlihat merekah dengan menatap wanita cantik berambut panjang itu.
Digenggamnya kembali gagang pintu ini, lalu ditutupnya pintu Apartemennya dengan rapat.
TAP, Suara pintu itu terdengar oleh telinga Nathan.
***
"Ayolah Tan" Rengek Anastasya.
Nathan yang memang sudah menganggap wanita anggun ini sebagai sahabat nya, terlihat tidak tega membiarkan Anastasya untuk pergi sendiri.
"Ya sudah, tunggu aku di dalam" Jawabnya.
Pintu Apartemen itu kembali ditutup, dan didengar oleh Zaara yang masih menyandarkan tubuhnya di punggung pintu Apartemennya.
Helaan nafas Zaara terlihat berat, hembusan nafasnya terdengar putus asa. Kepalanya tertunduk, hatinya sekarang merasa pilu.
*
Tidak berapa lama terdengar pintu di Apartemen sebelah kembali terbuka, dibarengi dengan percakapan laki-laki dan perempuan yang terdengar sangat intim.
Zaara yang sedang duduk di atas sofa tengah tertunduk lesu, diangkatnya satu tangannya lalu diusapnya bibirnya dengan sedikit kasar.
"Dia sudah punya kekasih " Gumamnya.
***
Sedangkan di dalam mobil yang sedang dikemudikan oleh Anastasya, Nathan tampak melamun. Ia sedang memikirkan mengenai pintu Apartemen sebelah yang terlihat terbuka lalu tertutup kembali. Pikirannya gamang, apa Zaara tadi melihatnya bersama dengan Anastasya padahal di pagi hari mereka baru berciuman.
Anastasya melirik sejenak kearah Nathan, melihat raut wajah sahabatnya yang tampak tidak bersemangat.
"Ada apa?" Tanyanya.
Nathan menyimpul senyumnya, lalu menggelengkan kepala.
Mobil pun melaju melewati jalanan ibu kota yang cukup lengang malam ini.
***
Zaara melangkahkan kaki keluar dari kediamannya, sekarang ia akan keluar dari dalam kediamannya menuju ke Apotek terdekat untuk menebus obat yang belum sempat ditembusnya pagi tadi.
Seperti biasa, dengan jaket Hoodie nya dan juga topi menutupi kepala Zaara menuju ke dalam Lift yang ada disana.
TING (Suara Pintu Lift terbuka)
Kakinya melangkah masuk, dan tengah terburu-buru karena waktu hampir menunjukkan pukul sepuluh malam dan Apotek terdekat sebentar lagi akan ditutup.
Setelah pintu Lift terbuka, kakinya melangkah mendekati pintu keluar Apartemen.
Lalu langkah kakinya terhenti, saat melihat mobil berjenis sedan mewah dengan warna merah maroon itu berhenti tepat di depan pintu masuk.
Zaara dengan cepat mencari tempat untuk bersembunyi, karena takut bertemu dengan orang lain.
"Tan, Terimakasih untuk malam ini" Ucap seorang wanita.
"Sama-sama Sya" Jawab seorang laki-laki.
Kepala Zaara mengintip melalui dinding bercat putih ini, lalu kedua bola matanya tengah mengintip interaksi dua manusia berlawanan jenis itu.
Cup~
Ciuman dari bibir wanita itu mendarat di pipi kanan Nathan, lalu mendarat lagi di pipi kirinya.
Zaara mematung, mulutnya terbungkam.
"Dia sudah terbiasa berciuman?" Gumamnya dalam hati.
BRUKKK !
Sesuatu terjatuh dan itu adalah pot bunga yang baru saja tidak sengaja disenggol oleh lengan kanan Zaara.
Kedua orang itu menoleh, melihat ke arah sumber suara.
Zaara terburu-buru, berlari masuk kembali ke dalam Apartemen tapi berhasil ditangkap keberadaannya oleh kedua manik cokelat hazel Nathan.