Di bully
Bab 11 Dibully
Itu makanan untuk di makan, bukan untuk di lihat, baby." suara setak berat itu menghentikan lamunannya. Manda mengangkat kepalanya, mengernyitkan matanya melihat laki-laki tampan dan angkuh di depannya.
"Kamu?"
"Kenapa? Kamu terkejut aku datang ke sini?" tanya Alan, duduk di kursi depan Manda.
"Kenapa kamu bisa ada di sini?" tanya Manda heran. Dia mengangkat makanan yang dari tadi di pahanya ke atas meja. Seolah tidak terjadi apa-apa dalam dirinya.
"Ini sekolah milikku, jadi terserah aku keluar masuk dari sini." ucap Alan, menyentuh dagu Manda.
"Jadi calon istriku ini harus terbiasa dengan itu. Dan ingat. Jangan bermain dengan laki-laki lain." lanjutnya.
Manda menarik bibirnya sinis, sembari memutar matanya malas menanggapi perkataan Alan yang terlalu over dengannya. Dia yang semula tidak selera makan. Kini perlahan mulai memakan makanan di piringnya dengan lahapnya.
Alan tersenyum, mengusap ujung bibir Manda yang meninggalkan sebuah nasi. "Kalau makan hati-hati," ucap Alan.
"Memangnya aku tidak hati-hati?" Manda berbicara dengan mulut yang masih di penuhi makannya. Rasa gugup dalam hatinya membuatnya merasa salah tingkah.
Alan menghela napasnya, melihat Manda yang salah tingkah. Dia beranjak berdiri, duduk di sampingnya, meraih dagu Manda menariknya menatap ke arahnya. Ke dua mata mereka saling terkunci, menatap dalam diam.
Alan mengusap bibir mungil Manda, membuatnya semakin gugup. Dengan susah payah dia menelan makanan yang masih di dalam bibirnya. "Ingat, kamu bentar lagi akan menikah denganku, jaga pola makanmu. Aku tidak mau jika kamu sakit,"
Perasaan apa ini? Kenapa aku sangat gugup menatapnya?
"Biarkan saja," Manda menepis tangan Alan.
"Menurutlah padaku, jika kamu ingin hidup tenang," ancam Alan mencenrgkeram erat rahang Manda membaut napasnya tersendak.
"Lepaskan aku!"
Alan mendekatkan wajahnya, dan berbisik tepat di telinga kiri Manda.
"Aku tidak akan melepaskanmu. Jika kamu menuruti apa kataku. Atau aku akan membunuh kakak kandung kamu dan kakak ipar kamu," ancam Alan, membuat Manda menatap tajam ke arahnya tanpa rasa takut dalam dirinya.
"Jangan sakiti mereka, aku akan menuruti apa katamu." ucap Manda, menarik tangan Alan dari rahangnya.
"Oke. Mulai sekarang kamu harus menurut denganku," ucap Alan, menyentuh bibir Manda. "Jangan menolak lagi apa yang aku ingin lakukan padamu," jelas Alan.
"Iya,"
"Oke, jaga baik-baik dirimu. Jangan sampai aku tahu ada laki-laki lain yang menyentuh kamu," Alan beranjak berdiri, berjalan menjauh dari Manda. Manda melirik ke arah Alan, menatap punggung Alan yang sudah berjalan menjauh darinya. Seketika dia menatap ke depan, menghembuskan napasnya lega.
Akhirnya dia pergi juga, aku sudah bosan bersama dengannya lama-lama. Terlalu over padaku,"
"Eh... Ada wanita murahan," teriak seorang wanita berjalan mendekati ke arahnya.
"Iya, baru saja dekat dnegan pacar Eva, sekarang dia dekat kakaknya." saut yang lainya.
"Cantikan mana dia atau Eva, kenapa dia baru di sini sudah laku,"
"Iya begitu cara wanita murahan beraksi merebut semua yang di inginkan. Termasuk laki-laki tampan. Mendingan hati-hati saja pacar kalian semua di rebut olehnya," sambung lainya mencibir sembari melirik tajam ke arah Manda.
Manda berdengus kesal, mengepalkan tangannya di atas meja. Ingin rasanya memukul wanita yang berani menghinannya. Tetapi dengan susah payah Manda mencoba untuk tetap santai mengatur emosinya kembali. Dia ingin terlihat baik-baik saja di sekolah. Dia tidak mau jika ada orang lain lagi yang tahu tentang kepribadian gandanya.
Braaakkkk...
Suara gebrakan meja sangat keras di depannya membuat Manda sontak terkejut. Dia mengangkat kepalanya menatap seorang wanita cantik dengan salah satu kaki di atas kursi, Manda yang lain menarik rambutnya.
"Aw--" rintih Manda.
"Apa kamu tidak dengar apa yang aku bilang tadi? Atau memang kamu wanita murahan," ucap kentus wanita cantik di depannya.
Manda mencoba menahan sakit, sembari memegang rambutnya yang semakin di tarik ke belakang. "Aku tidak mau menanggapi kalian," ucapnya.
"Kenapa? Apa kamu malu jadi wanita murahan." ucapnya, ibu jari dan jari telunjuknya menekan pipinya, seakan cengkeraman kuku panjang wanita itu menempel hingga hampir saja menembus kulitnya.
"Jangan berani melawanku. Atau merebut laki-laki yang sudah aku idamkan,"
"Siapa maksud kamu?"
"Pemilik sekolah ini,"
"Aku tidak merebutnya," bantah Manda.
Brakkk... Wanita itu mendorong tubuh Manda hingga tersungkur. Semua murod yang melihatnya hanya bersorak sembari tertawa terbawa. Manda semakin terpojok, dia menguatkan sekuat hatinya untuk tetap bertahan agar emosinya tidak memuncak lagi.
"Buka semua bajunya, biar tahu siapa wanita murahan ini. Percuma di tutupi kalau semua sudah tahu" pinta wanita itu pada temannya yang memegang erat tangan Manda agar tidak meronta. Salah satu temannya mencoba membuka kancing baju sekolah Manda. Meski meronta Manda seakan kalah dengan mereka yang lebih dari lima orang.
Sebuah tangan hampir saja menamparnya, tapi entah sejak kapalan tangan itu berhenti. Dan tangan kekar laki-laki menvengkeramnya, menariknya kasar ke belakang.
"Jangan coba-coba sentuh calon istriku," ucap lantang seorang laki-laki di depannya. Manda hanya diam menunduk malu, mencengkeram erat kemeja sekolahnya yang hampir terbuka tadi.
"Aku bisa kasar dengan siapa saja, termasuk kamu. Wanita tidak berguna, seperti kalian." decak kesal Alan, menajamkan pandangan matanya. Membuat semua yang semula bersorak ria. Terdiam mengerut tidak punya nyali di depan Alan. Mereka hanya bisa menunduk, dengan sekujur tubuhnya gemetar ketakutan. Takut jika mereka akan di keluarkan, bahkan di siksa seperti wanita yang selalu ingin dekat dengannya.
"Maaf, Tuan!!" ucap semua memohon padanya.
"Jika kalian berani menyentuh sedikit saja kulitnya, maka aku tidak akan segan-segan mengaluarkanmu dari sekolahan. Dan bakalan membuat semua keluarga kamu menderita. Termasuk kalian," ucap lantang Alan. Semakin membuat semua murid di sana bergidik ketakutan.
Dia mengulurkan tangannya je arah Manda, lalu duduk jongkok, memegang ke dua lenganya menuntunnya berdiri. Alan melepaskan jas hitam yang membalut tubuhnya, memakaikan ke tubuh Manda.
"Pergi denganku zekafang, aku akan ambilkan baju baru buat kamu," ucap Alan. Menuntun Manda keluar dari kerumunan para masa yang ingin membullynya. Manda hanya diam, menunduk ke dua tanganya saling mencengkeram erat. Menghilangkan rasa ragu dalam hatinya, tubuhnya semakin bergetar ketakutan, seakan langkahnya semakin jauh, semakin tidak berdaya di buatnya.
Alan yang sadar akan hal itu, dia mengangkat tubuh Manda. Berjalan dengan langkah cepat tapi ringan menuju ke uks.
Kenapa di saat seperti ini dia ada hati aku. Apa dia henar-benar baik atau malah sebaliknya. Manda mencoba mengatur hatinya yang sempat tersentuh dengan perhatian Alan. Dia melingkarkan tangannya di lehernya. Ke dua matanya menatap wajah Alan dari bawah, dia masih fokus dnegan jalan di depannya tampa menunduk sama sekali menatap Manda.
"Duduk di sini, dulu." pinta Alan, mengambil kotak obat. Dna mulai duduk d kursi sampingnya. Alan menatap unjung bibir Manda yang terluka dia segera memberikan obat luka padanya. Dan menempelkan plaster. Manda hanya bisa diam terus menatapnya tanpa berkedip sama sekali. Perhatiannya membuat hati Manda perlahan mulai luluh. Rasa sakit di bibirnya seakan tidak ia rasakan di saat melihat wajah Alan dari samping yang tidak bisa dia lupakan.
"Kamu kenapa kembali lagi?" tanya Manda memecahkan keheningan di antara mereka.
Alan mendongak menatap wajah Manda. "Karena aku tahu jika kamu di sini tidak terlalu suka. Dan aku tidak bisa membiarkan kamu sendiri di sini. Di ganggu dengan mereka," jelas Alan, mengusap.lembut pipi kanan Manda. Semakin membuat gadis itu tersipu malu, dan salah tingkah di buatnya.
"Kamu harus lebih hati-hati. Jika aku tidak ada di sini. Aku akan suruh Vino untuk jaga kamu di sekolah. Jadi kamu tidak usah khawatir,"
Manda hanya diam mengamati raut wajah Alan yang semakin membuatnya bingung. Terkadang dia marah-marah tidak jelas seperti saat dia makan. Di saat seperti ini dia sangat perhatian dengannya.
"Kenapa kamu diam?" tanya Alan tak sengaja tangannya terus mengusap pipi Manda hingga dia tidak sengaja menyentuh lukanya.
"Aw--" rintih Manda meringis kesakitan.