Bab 12 Sentuhan Alan
Bab 12 Sentuhan Alan
"Jika kamu di sakiti mereka lagi. Bilang padaku," ucap Alan, mengusap pipi Manda.
Wanita itu terdiam, menatap wajah Alan di depannya.
Wajahnya begitu tulus, baru pertama kali aku melihatnya. Dan baru pertama kali juga aku melihat laki-laki seperti dia. Cuek, nyebelin, kasar, tapi di dalam matanya menyimpan ketulusan yang dalam.
"Mau sampai kapan kamu melihatku?" tanya Alan, mengernyitkan wajahnya. Dengan senyum tipis terukir di bibirnya.
Manda memalingkan pandanganya, "Siapa yang melihat kamu? Jangan kepedean," jelasnya jutek.
"Tadi kemu senyuk-senyum sendiri melihatku,"
Manda menoleh sejenak, "Aku senyum melihat wajah jelak kamu saat perduli denganku," ejeknya.
Alan mendekatkan tubuhnya, membuat Manda menarik tubuhnya sedikit ke belakang. "Kamu mau apa?" tanyanya was-was.
"Apa dengan begini jamu bisa suka denganku?" tanyanya, mengernyitkan ke dua matanya.
"Maksud kamu?" tanya Manda.
"Lupakan," Alan beranjak berdiri, dan di susul Manda berdiri di depan Alan.
"Maksud kamu apa?" tanyanya penasaran.
"Tidak penting, lagian kamu fokus sekolah. Dan 2 hari lagi kita akan kenikah," jelas Alan. Melangkahkan kakinya, baru satu langkah berjalan Manda meraih pergelangan tangan Alan, membuat langkahnya terhenti.
"Bolehkan, aku bertanya padamu?" ucap Manda gugup.
"Tanya apa?" jawab Alan tanpa menoleh ke belakang.
Manda menarik napasnya dalam-dalam.
"Kenapa, om mau menikahiku?"
Alan menoleh ke belakang, menarik tangan Manda masuk ke dalam dekapannya. "Apa yang ingin kamu tanyakan?"
Manda nampak bingung, menatap ke dua nata Alan sembari kengedip-ngedipkan matanya. "Bukanya aku sudah bertanya, kenapa masih tanya lagi?" gumamnya kesal.
"Aku boleh minta sesuatu padamu?" Alan mengusap wajah Manda lembut, tubuhnya seketika bergetar di buatnya. Wajahnya perlahan mulai merah, dengan keringat dingin mulai bercucuran di keningnya.
Oh.. Tuhan.. Perasaan apa ini. Kenapa aku terlalu gugup menatapnya. Apa aku mulai suka.Ah.. Tapi tidak mungkin, aku baru beberapa hari melihatnya. Aku tidak mungkin suka dengannya secepat itu. Lebih baik jual mahal dikit. Jangan lembek terhadap laki-laki mesum ini. Gumam Manda menelan ludahnya susah payah.
Melihat Manda terdiam, Alan menarik punggung Manda semakin dekat, hingga dadanya menempel tepat di dada Alan. "Sayang!!" panggil Alan. Di jawab acuh sembari mencibir lirih.
Manda memutar katanya malas, mencoba menghindari Alan. Tetapi, dekapannya semakin erat. "Dada kamu menempel," bisik Alan.
Mqnda seketika memberontak, dan Alan merekatkan semakin erat tubuhnya. "Aku amu tetap seperti jni," goda Alan, mengusap rakbut belakang Manda.
"Lepaskan aku!"
"Tidak akan,"
"Aku ingin sekali memiliki kamu, baby."
Manda berdengus kesal, "Memangnya aku bayi kamu," ucapnya kesal.
"Kamu baby kecilku," goda Alan, membuka satu kencing kerah Manda.
"Jangan kurang ajar;" decak kesal Manda, menutuk lagi kerahnya.
"Jangan jual mahal, kamu pasti merasakan hangatnya tubuhku, dada kamu saja terasa kembang kempis, terasa sangat hangat," goda manja Alan.
"Jangan bicara sembarangan..." Manda menguntupkan bibirnya. Dia merasa kesal ingin mendorong tubuh Alan menjauh darinya. Tetapi dekapan Alan semakin erat, membuat dia tidak bisa berkutik sama sekali dalam dekapannya.
"Ini semua akan menajdi milikku," Alan menarik tengkuk kepala Manda, melayangkan bibirnya tepat di bibir Manda, menggulumnya penuh denganperasaan, sedikit kasar dan menagihkan. Jemari tangan Alan merayap mengusap paha mulus Manda yang terekspos bebas.
Empp... Empp..
Manda mencoba meronta, mendorong sekuat tenaganya keluar dari dekapannya.
Manda menarik napasnya untuk yang ke dua kalinya. Mengumpulkan semua sisa tenaganya, dalam.satu tarikan napas dia mendorong kuat tubuh Alan menjauh darinya.
Hah.. Hah...
Manda mendesah kasar, hembusan napasnya mulai tidak beraturan. Dan Alan mengusap bibirnya dengan ibu jari, dengan padangan mata melirik penuh dengan kelicikan.
"Kenapa kamu menolakku?"
Manda mengangkat kepalanya, dan.
Plaakkkkk...
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi kiri Alan. Membuat wajah kaki-laki itu terpental ke kanan. Dia memegang pipinya, sembari menatap penuh dengan kemarahan, tatapannya semakin menajam.
"Apa yang kamu lakukan? Beraninya kamu menamparku,"
"Aku menampar laki-laki kurang ajar," umpat kesal Manda.
Alan yang semula lembut berubah seketika, dia menarik rahang Manda, menekannya dnegan ibu jari dan telunjuknya sangat erat, menariknya sedikit ke atas. "Jangan beraninya kamu menamaparku, tangan kotormu tidak pantas menyentuh pipiku," umpat kesal Alan, dengan hembusan kasar kemarahan.
"Ke--napa, ka-kamu yang marah," ucap Manda terpatah-patah.
"Karena aku tidak suka ada wanita yang membantah aku. Jika kamu melakukan lagi, jangan harap kakak kamu hidup, ingat itu." tegas Alan, melemparkan ke kiri, membuat Manda meringis kesakitan. Bekas tangan Alan masih terasa di rahangnya. Cengkeramannya sangat kuat.
Alan berjalan menjauh dari Manda penuh dengan rasa kekecewaan dan amarah yang membakar tubuhnya. Sedangkan Manda hanya diam, mengatur napasnya yang hampir saja tersendak seakan tidak bisa untuk bernapas lega.
Kenapa dia berubah jadi monster lagi? Sebenarnya yang punya kepribadian ganda siapa? Apa jangan-jangan dia... Ah.. Tapi tidak mungkin, aku harus cari tahu lebih dulu. Jika aku menikah dengannya sama saja akan melukai diriku sendiri nantinya.
"Manda!!" suara berat itu memanggilnya, memabut wanita itu tersada dari lamunannya.
"Iya," Manda menoleh melihat wajah Vino yabg tetlihat panik, berlari kenarahnya. Menyentuh pipinya bekas luka yang baru saja di balut dengan plaster oleh Alan.
"Siapa yang melakukan ini?" tanya Alan kesal.
"Sudah lupakan saja. Aku tidak marah dengan mereka. Sekarang antarkan aku kembali lagi ke kelas,"
"Gak usah, kamu di sini saja."
"Gak bisa! Aku harus belajar juga, aku sudah lama ketinggalan pelajaran, Vin." jelas Manda memohon.
Vino menghela napasnya frustasi. "Baiklah!"
Vino memegang tangan kanan Manda, membantunya untuk berjalan perlahan. "Jangan menuntunku, aku bisa jalan sendiri," Manda menepis tangan Vino dari tangannya.
"Bukanya kamu tadi menyuruhku untuk menemani kamu ke kelas,"
"Tapi juga gak harus pegang-pegang,"
"Memangnya kenapa?" Vino menautkan ke dua alisnya bingung.
"Kalau pegang dikit, gak aap-apa, kan?" goda Vino mendekatkan wajahnya. Dan berbisik lagi padanya. "Hanya sedikit, baby"
Manda mendorong tubuh Vino, "Jangan menyenthku, tau beraninya kamu menggodaku. Aku tidak mau termakan rayuan gombal kami. Ingat jika kamu sudah punya pasangan. Dan jangan menggodaku wanita lain,"
Vino tertawa kecil, "Haha.. Apa kamu bilang pasangan." Dia menganggukkan kepalanya pelan, menepuk pundak Manda. "Kamu belum tahu siapa aku." tanyanya.
"Belum,"
"Aku akan bilang, dan lebih baik kita sembari berjalan ke kelas,"
"Baiklah," ucap Manda berjalan keluar lebih dulu. Dengan lirikan acuh tak acuh padanya.
"Aku bukan laki-laki yang gampang jatuh cinta. Aku hanya suka pada satu wanita. Dan mereka semua yang ada di sini hanyalah sebuah mainan, jika sudah bekas dan rusak. Lebih baik di buang dan ganti mainan baru."
Mendengar kata itu, Manda menghentikan langkahnya. Menatap tajam ke arah Vino di sampingnya. "Apa katamu? Oke.. Kamu memang tamoan, tapi jangan pernah sia-siakan wanita yang sayang tulus padamu. Jangan sia-siakan hatinya yang secara cuma-cuma di berikan padamu tanpa alasan. Jika kamu menyakiti hati wanita, aku yakin suaramu saat kamu akan menyesal, karena tidak ada wanita lagi yang sayang tulus dengan kamu." jelas Manda sok bijak, nada suaranya naik turun, dengan penuh emosi menggebu.
"Kamu tahu apa soal cinta? apa kamu punya pacar? Atau kamu pernah jatuh cinta belum?" tanya Vino dengan je dua tangan berkacak pinggang, melangkah mendekati Manda.
Manda menunduk malu, dia menelan ludahnya seakan menarik kembali kata-kata yang pernah keluar dari mulutnya tadi.
Apa yang aku katakan tadi, lagian itu bukan urusan aku. Dia mau punya pacar berapa saja. Itu bukan urusan aku. Kenapa mulutku tidak bisa di kontrol. Gumam Manda menepuk-nepuk bibirnya.
"Kenapa kamu diam?" tanya Alan. Berjalan semakin ke depan, membuat Manda menarik kakinya berjalan mundrmur, hingga tubuhnya bersandar pada pagar lantai dua sekolahannya. Tubuh Manda terdiam kaku.
Vino meraih dagu Manda, Mendekatkan tubuhnya dan berbisik pelan, dengan hembusan napas saling berpacu.
"Atau jangan-jangan kamu suka denganku?" tanya Alan. Membuat Manda mengangkat kepalanya cepat, ke dua alisnya saling tertaut kebingungan.