Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 13 Menikah

Dua hari berlalu. Semenjak kejdaian kemarin, dia dengan Alan semakin dekat, meski dekat bukan berati sangat akrab. Manda terya berusaha mengajak Alan untuk bicara baik-baik. Meski hanya beberapa kata saja dia mau menjawabnya. Dan Semua nampak sama seperti biasanya. Tetapi ini ada hal yang berbeda dari biasanya. Iya, hari ini adalah hari penikahan Manda. Manda akan menikah dengan orang yang sama sekali tidak aku sukai. Dan laki-kaki kejam itu pasti akan menyiksaku setiap hari. bahkan mungkin Manda akan menjadi santapan hangatnya setiap malam.

Tubuh Manda gemetar, rasa gugup.dan ragu menganggu hatinya. Dia mengepalkan tangannya di atas pahanya, mencengkeram gaun putih panjang membalut tubuh mungil dan seksi miliknya.

Aku akan menikah.." gumam Manda lirih menarik dua sudut bibirnya, membentuk sebuah senyuman tipis.

Siap tidak siap, aku harus siap untuk menikah dengannya. Entah perlakuan apa yang aku dapatkan nantinya.

Jika bukan karena kakak aku, aku tidak akan mungkin ada di sini. Tetapi baginya dia harus balas budi dengan kakaknya yang sudah merawatnya selama ini di saat dia mengalami ganguan mental selama berbulan-bulan.

Manda menatap kaca itu kesekian kalinya. Wajah penuh senyuman itu hanyalah sebuah topeng yang menutupi hatinya menahan rasa sedih dan terluka.

Krekkk...

Suara pintu terbuka membuyarkan semuanya.

"Hai.. " suara serak seorang laki-laki menyadarkannya dari lamunannya dia mengerjapan matanya beberapa detik. Manda berjalan dengan langkah ringan, memegang ke dua pundak Manda.

"Apa kamu sudah siap, tuan putri," suara itu tidak asing baginya, di saat Manda yang semula menunduk, perlahan dia mengangkat kepalanya, melihat di balik pantulan kaca depannya. Wajah tampan Vino menabur dia mengerutkan keningnya bingung.

"Kenapa kamu ada di sini?" tanya Manda.

"Aku hanya kangen dengan kamu, baby." goda Vino mendekatkan tubuhnya sedikit condong ke depan. Dengan pipi kiri menempel di pipi kanan Manda. Jemari tangannya menyentuh dagu Manda lembut. Pandangan matanya ke depan menatap wajahnya sendiri.

"Lihatlah, kamu terlihat sangat cantik. Sekarang kamu menjadi wanita yang paling sempurna baby. Kamu sangat cantik dan hari ini adalah dunia kamu."

"Lebih baik kamu pergi dari sini. Jangan masuk kamar pengantin wanita sembarangan tanpa seijinku." ucap sinis Manda.

"Memangnya kenapa? Bukanya kamu akan menajdi pengantin kakakku. Dan pastinya kamu akan menajdi kakak iparku," goda Vino mencolek manja dari Manda yang sudah terpoles make up tebal.

"Ingat, jangan etika kamu. Jangan suka menyentuh wanita milik orang lain," ucap tegas Manda, mencoba mengingatkan lagi.

Vino tertawa, berjalan ke depan, menatap ke arah Manda dengan punggung menyandar di tolet belakangnya. "Kenapa, kanu milik kakak aku. Yang berati juga akan menjadi milikku. Dari dulu kakakku suka berbagi apapun denganku, apalagi kamu. Pasti dengan senang hati dia mau berbagai wanita murahan seperti kamu," sindir Vino, melangkahkan kakinya pergi, berjalan keluar dari kamar Manda dengan senyum tipis penuh kemenangan.

Mendengar kata itu, Manda tertegun sejenak. Dia menatap penuh amarah. Tetapi tidak ada pilihan lain, jika bukan karena kakaknya, semua tidak akan pernah dia lakukan.

"Nona, apa anda sudah siap?" tanya seorang wanita yang berjalan masuk ke kamarnya.

"Sudah!" jawabnya gugup.

Wanita itu membantu mengangkat gaun belakang Manda yang menjular panjang

Dengan tepaksa dia mencoba mengeluarkan senyum manisnya. Berdiri, melangkahkan kakinya perlahan keluar dari kamarnya menuruni anak tangga. Manda mencengkeram gaun putihnya, membentuk sebuah gumapalan di telapak tanganya. Easa guguk menyelimuti hatinya, bahkan tubuhnya perlahan gemetar takut.

Semua pandangan mata tertuju padanya. Termasuk calon mempelai laki-kaki Manda. Semua menatap kagum dengan kecantikan Manda. Seakan membius para tamu laki-laki di sana. Tidak hanya laki-laki, para wanita hanya bisa menatap kagum, sembari saling berbisik. Dan pastinya ada beberapa yang mencibir kecantikannya itu palsu dan sebagainya. Tetapi meski Manda mendengar desas-desus itu dia tidak perduli dan terus berjalan. Tanpa rasa ragu dia meraih tangan Alan. Dan langsung di sambut dengan senyuman manisnya.

Manda memeluknya erat, sembari berjalan hati-hati menuju tempat di mana dia akan mengucapkan janji berdua.

Sebuah janji mulai terucap di ke dua bibir mereka. Kali ini penikahan mereka sudah sah secara agama. Alan yang sudah tidak sabar lagi dengan tubuh Manda. Dia segera memakaikan cincin berlian di jari manis Manda.

Alan menatap Manda penuh kebahagiaan. Akhirnya penatianya beberapa hari terwujud juga. Dia bisa mendapatkan apa yang dia inginkan hanya dalam waktu sekejap mata. Tidak ada hal yang tidak mungkin dia dapankan atas semua kekuasaannya sekarang.

"Makasih," ucap Manda.

"Untuk apa?" tanya Alan bingung.

"Karena kamu menikahinya, yang artinya kamu akan membebaskan kakak aku dan kakak ipar. Dan satu hal lagi, jangan pernah menyentuhku. Aku mau menikahi kamu hanya karena ancaman itu,"

"Kamu harus menjadi istri yang baik, jika kamu ingin membebaskan kakak kamu," jawab Alan lirih, memegang ke dua bahu Manda, menariknya mendekat tubuhnya ke arahnya.

"Aku tidak tahu bisa jadi istri yang baik atau tidak. Aku tidak mau jika anda terluka atau kecewa nantinya," Manda menjawab dengan pandangan kosong ke depan.

"Kamu ini istriku, jadi aku mau kamu melayaniku. Sebagai mana mestinya kamu sebagai istri. Dan ingat jangan sampai kamu menolak apa yang aku inginkan. Puaskan aku," bisiknya pelan.

Dalam hitungan detik saja, Alan mulai mengangkat tubuh Manda. Wajah Manda seketika terkejut di buatnya, dalam kejapan mata kakinya sudah melaumyang, ingin sekali marah. Tapi, ini tidak mungkin. Tidak mungkin marah di depan semua tamu yang ada, pastinya akan membuatnya sendiri yang serba salah.

Manda melirik sejenak, dia mengangkat tangannya ragu-ragu, mengalungkan ke dua tanganya di leher Alan. Dia berjalan keluar dengan langkah ringan. Menuju ke mobil hitam di hiasi lengkap dengan pita dan bunga di dalam maupun di luar mobilnya.

Alan menurunkan Manda tepat di depan pintu mobil, tanpa menoleh dia melemparkan bunga di tangannya ke belakang.

"Masuklah," Alan menyuruh Manda untuk segera masuk. Dia tidak mau berlama-lama dengan para tamu. Karena baginya itu adalah hal yang membosankan, apalagi jika banyak laki-laki yang milik wanitanya sekarang. Alan membukakan pintu mobil untuk Manda, kali ini dia yang akan mengemudi sendiri mobilnya.

"Haloo.. " suara seorang laki-laki di dalam mobilnya, sontak membuat alan dan Manda menoleh bersamaan.

"Vino?" mulur mereka menganga membentuk huruf o. Manda dan Alan melebarkan matanya terkejut dengan apa yang di lakukan Vino di jok belakang mobilnya.

"Kenapa kalian terkejut seperti itu?" tanya Vino santai, dia menarik tubuhnya sedikit ke depan.

"Aku ikut kalian honeymoon"

"Jangan konyol, Vino." jawab Alan menghela napasnya frustasi. Gimana bisa dia punya adik seperti dia. Yang selalu minta apa yang di punyai kakaknya.

"Keluar gak?" ucap Alan memelankan suaranya.

"Enggak!!" jawab santai, menggelengkan kepalanya. Dan kembali duduk bersandar di belakang.

"Vino, aku mohon keluarlah. Dia sekarang istriku. Jadi jangan sentuh dia lagi,"

"Yah, kakak gak asyik." decak kesal Vino.

Memangnya kamu mau jika berbagi istri? Pastinya kamu tidak mau, kan. Dan sebaliknya aku juga tidak mau berbagi istri meski dengan adik aku sendiri. Aku harap kamu bisa menemukan wanita cantik yang bisa mengikat erat hati kamu nantinya," ucap sok bijak Alan menasehati adiknya.

Vino yang sempat berpikir, dengan menghela napasnya kasar. Hatinya mulai luluh dan beranjak keluar dari mobil Alan.

"Oke, aku keluar. Kalian cepat bulan madu yang indah. Jangan kasih mendorong wanita itu," ucap Vino, di saat kaca mobil Akan perlahan terbuka.

"Itu pasti, tidak akan kasih istirahat dia," goda Alan, menjalankan mobilnya sembari melambaikan tangan ke arah para tamu. Mobilnya perlahan keluar dari halaman rumahnya.

Di dalam mobil nampak sangat hening hanya suara laju mobil yang tidak terlalu keras itu terdengar di telinganya. Manda dan Alan saling diam. Tetapi melihat hal itu membuat Manda merasa gusrah, dia suaminya lebih baik jika mengajaknya berbicara meski tidak terlalu di tanggapi. Pikirnya dalam hati

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel