Bab 10 Di Sekolah
Bab 10 Di Sekolah
"Sudah siap?" tanya Alan, memberikan helm pada Manda.
"Sudah," jawabnya dengan senyum tipisnya.
"Baik, cepat naik!"
Manda terdiam sejenak, menatap montor Vino yang terlalu tinggi. "Aku gak nyampai," gumamnya. Manda terlibat sangat gugup, dia meremas jemari tangannya. Sembari memegang helm.
"Itu kamu bisa naik pakai pancaran, baby" Vino menunjukan pancatan di bawah belakangnya.
"Oya, maaf gak tahu," jawabnya gugup.
"Udah, cepat naik" Vano memberi kode dengan kepalanya sedikit bergerak ke kiri.
Manda segera naik ke boncengan belakang Vino, dia memegang pundak Vino sangat erat, mencengkeram baju abu-abu putih miliknya.
"Bisa gak kalau kamu itu jangan pegangan di pundak," Vino memegang tangan Manda. Meletakkan di pinggangnya.
"Pegangan yang erat di sini," ucap Vano, yang mulai menyalakan mesin motornya. Menarik gasnya perlahan keluar dari halaman rumahnya dengan kecepatan tinggi membuat Manda seketika bergidik ketakutan, dia menyembunyikan wajahnya di punggung Vino dengan tangan mencengkeram erat pinggangnya.
Bukannya menurunkan keceoatan, Vino memegang sengaja ingin membuat Manda takut dan memeluk tubuhnya. Seketika terlintas dalam pikirannya untuk mengerem motornya mendadak. Dan Manda yang terkejut langsung mendekap tubuhnya. Vino memegang tangan Manda melingkar erat di perutnya.
"Tetaplah seperti ini" goda Vino, mengusap punggung tangan Manda.
Manda yang semula ketakutan dia mengerut bingung. Wajahnya mulai berubah merah malu.
Rasa nyaman kehangatan tubuh Vino membuatnya merasa sangat malu. Entah kenapa dia merasa nyaman tapi dia mencoba sesegera mungkin menghilangkan rasa nyaman itu. Dia memikirkan Alan tidak akan mungkin membiarkannya dekat dengan laki-laki lain. Apalagi kata kakaknya dia akan menikah dengan laki-laki sombong itu.
Hingga lima belas menit berlalu, Vino sampai di sekolahnya dengan segera dia berhenti tepat di parkiran montor. Dan Manda langsung turun begitu saja. Baru berjalan dua langkah dari Vino, dia menarik tangannya mendekat lagi ke arahnya.
"Apa yang kamu katakan?" tanya Manda.
"Aku ingin kamu tunggu dulu di sini, sambil.melepaskan helm yang masih kamu oakai," Vino menarik kelopak matanya memberi kode pada Manda.
Manda menegang kepalanya, yang masih terbungkus helm. "Oya, aku lupa," jawabnya meringis malu. Manda segera melepaskan helm miliknya, memberikan helm itu pada Vino.
"Sudah begitu saja?" tanya Vino.
Manda memutar matanya, "Memangnya apa lagi?" tanyanya.
Vino menyentuh pipinya, mendekatkan ke arahnya. "Kecup aku," pintanya. Seketika wanita itu mengerutkan wajahnya.
"Apa yang kamu katakan?" Udah cepat turun dan masuk ke kelas,"
"Kalau kamu gak mau kecup aku. Aku akan bilang pada anak-anak, tentang apa gang kamu lakukan pada kakak aku kemarin malam," Manda yang semula acuh, sembari memalingkan tubuhnya, dia mulai kembali menatap Vino dengan tatapan tajamnya.
Kalau dia beri tahu semua anak di kelasnya. Mereka pasti akan menertawakan. Lebih baik aku menurut saja, asalkan tidak berlebihan.
Manda menoleh ke kanan dan ke kiri, mencoba melihat suasana di sekitarnya agar tidak ada yang melihatnya jika mencium Vino.
"Ayo, cepat!" pinta Vino sembari tertawa kemenangan dalam hatinya.
Manda memutar matanya, merasa sudah aman. Dengan berat hati, ia menyiapkan semuanya keberaniannya. Menelan ludahnya, menghela napasnya dalam satu tarikan, dia mulai mengecup pipi Vino beberapa detik.
"Sudah, aku pergi," gumam Manda, membalikkan badannya. Lalu melangkahkan kakinya pergi meninggalkannya dengan langkah terburu-buru.
Vino hanya diam menatap punggungnya yang sudah berjalan menjauh.
"Apa yang ingin kamu lakukan, baby!" suara seorang wanita menbuyarkannya dari lamunan.
Vino menoleh menatap seorang wanita cantik berambut panjang, menepuk oundaknya, berjalan dengan tatapan menggoda ke arahnya.
"Aku lagi nunggu kamu, sayang!" ucap Vino mencubit manja pipi kekasihnya itu.
Wanita itu menguntupkan bibirnya, "Sayang? Apa aku tidak salah dengar? Tapi kamu tadi bersama dengan murid baru itu,"
Vino terseyum, "Kamu cemburu?"
"Iya, mana mungkin aku tidak cemburu," gumam kesal pacar Vino.
"Dia itu calon istri kakak aku,"
"Oo.. Aku kira di pacar baru kamu,"
"Tidak mungkin," gumamnya.
"Oya, nanti kamu ada acara?"
"Gak ada? Memangnya kenapa?"
"Aku mau ajak kamu oergi, sudah lama kita tidak jalan berdua. Aku kangen pekukanmu, sayang," goda gadis itu memeluk tubuh Vino tanpa malu.
Vino tersenyum terpaksa, melepaskan pelukan wanitanya itu. "Jangan peluk aku di sini, lebih baik sekarang kita pergi ke kelas." Vino beranjak turun dari motornya. Meletakkan helm full face miliknya dan bergegas pergi. Menarik tangan oacarnya, berjalan dengan langkah cepat menuju ke kelasnya. Sampai di kelas, semua murid di sana heboh, mereka menghujat Manda habis-habisan.
"Dasar wanita aneh murahan," umpat salah satu temannya.
"Aku tidak menyangka di sini ada wanita murahan,"
"Ita, gak kakaknya. Ternyata adiknya juga mau,"
"Kamu di bayar verapa?"
"Ah.. Mungkin dia sudah tidak Virgin,"
Desas-desus itu membuat telinga Manda geram. Dia menutup telinganya rapat-rapat. Sembari mengernyitkan wajahnya, menggelengkan kapalnya menahan rasa amarah yang mulai memenuhi sekujur tubuhnya.
"Wanita murahan,"
Braaakkkk....
Suara gebrakan meja sangat keras membuat semua terdiam sesaat. Manda menggebrak meja keras, ke dua matanya menatap tajam di penuhi percikan api kemarahan. Dan menarik kerah salah satu laki-laki di sampingnya.
"Jangan menghinaku," umpatnya mendorong keras tubuh laki-aki itu hingga terpental membentuk kursi sampingnya.
Bruaaakkk...
Vino yang sudah tidak tahan Manda di hina. Dia melemparkan kursi ke belakang membuat semua terkejut, mengusap dadanya sembari menatap ke arah Vino takut.
"Apa yang kalian lakukan, cepat bubar." bentaknya keras.
Semua kelas yang takut pada Vino berlarian pergi duduk di tempatnya masing-masing. Sedangkan Manda mengatur emosinya dia menangis tersedu-sedu, dan duduk di tempatnya.
Vino berjalan menxekatinya, menepuk pundak Manda. Gadis itu menepis tangan Vino, beranjak berdiri dan berlari keluar dari kelasnya. Vino yang terkejut tidak tahu Manda kenapa. Dia berlari mengejarnya.
"Vino, kamu mau kemana?" teriak pacarnya.
"Kamu di kelas saja," ucap Vino yang sudah berlari menjauh. Dia mencoba meraih tangan Manda mencegahnya pergi.
"Manda, berhenti!" teriak Vino, meraih tangan Manda, dan menariknya duduk di taman sekolah.
"Manda, kamu kenapa?" tanya Vino memegang ke dua lengan Manda. Wanita itu hanya menunduk lesu, air matanya terus mengalir sangat derasnya.
"Kenapa kamu di sini? Kamu pasti yang memberi tahu mereka semua. Dna kamu juga yang memvidioku saat aku mencium kamu tadi. Dan juga kenapa mereka tahu tentang kakak kamu."
"Kakak aku pemilik sekolahan ini. Jadi mereka selaku mencari berita panas untuk jadi bahan gosip mereka. Apalagi kakak aku laki-aki gampang banyak di gemari gadis muda seperti mereka."
Manda mengangkat kepalanya, menarik bibirnya sinis. "Jangan berbohong lagi. Aku tidak mau berurusan dengan kamu. Dan ingat aku dan kakak kamu...."
Vino membungkam mulut Manda, menarik ya hingga ke yembok, engan ke dua tangan Vino di samping menempel pada tembok. "Jangan bicara jika aku bohong. Aku tahu juga jika kamu akan menikah. Tapi aku hanya ingin berteman dengan kamu." ucap Vino memegang dagu Manda menariknya ke atas.
"Makasih," ucap Vina. "Tapi aku tidak butuh kamu lagi. Dan urusi pacar kamu itu. Dan teman kencan wanitamu. Sudah cukup mereka menghinaku tampa tahu kehidupanku."
Vino menarik tangan Manda, mendekap tubuhnya sangat erat. Dengan jemari tangan mengusap kepala belakangnya. "Jangan sedih, kamu akan menajdi iparku. Jadi aku akan menjaga kamu di sekolah," ucap Vino.
"Jangan pikirkan apa kata orang. Orang tidak tahu kehidupan kamu. Dan hanya tahu kamu dari kuatnya saja," jelas Vino menenangkan hatinya. Sekali lagi dekapannya membuatnya sangat nyaman. Entah apa gang dua rasakan. Tapi ini nyata, dia nyaman, senang, dan betah dalam dekapan hangat tubuh Vino. Tapi di sisi lain pikirannya berkecamuk entah kemana.
Merasa sudah tenang, Vino melepaskan pelukannya. Menarik tangan Manda untuk segera kembali ke kelas. Hingga pelajaran pertama di mulai. Guru yang sudah datang mulai serius mengajarkan beberapa hal pada mereka. Manda yang semula marah, kesal, emosi, dia mulai tenang tanpa memperdulikan apa yang mereka bicarakan di belakangnya. Hingga berjam-jam Manda selalu merasa sendiri. Dan Vino tadi hanya menemaninya sebentar. Dan pergi bersama pacarnya. Dia hanya sendiri duduk di senyaman mungkin, menatap makanan di atas pahanya.