Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9 Sifat Lembutnya

Bab 9 Sifat Lembutnya

Suara burung berkicauan memutar di atas atap rumahnya. Sinar mentari pagi menembus kelambu putih yang menggantung menutupi jendela kaca. Hingga tepat mengenai wajah cantik Manda. Dia menggerakkan kepalanya dengan kedua mata mengernyit merasakan kepalanya sedikit pusing. Sia mengangkat sedikit tubuhnya, ke dua tanganya menarik tubuhnya yabg terasa sakit hingga bersandar di kepala ranjangnya.

"Apa yang terjadi semalam, kenapa kepalaku terasa sangat pusing," ucap Manda, mengusap ke dua matanya yang masih lengket penuh dengan kotoran mata. Ketika selesai, dia memutar pandangan matanya hingga pandangannya berhenti tertuju pada seorang laki-laki yang berbaring di sampingnya. Dia tidak sadar jika tangan laki-laki itu tepat di atas pahanya sekarang.

"Emm..." desah laki-laki itu, menggerakkan tubuhnya sedikit

Manda dia menatap laki-laki di depannya, ia mencoba menarik telinganya dnegan wajah seakan jijik. Seketika dia terlonjak saat melihat siapa yang berada di sampingnya semalam.

"Dia? Kenapa dia? Apa yang dia lakukan padaku?" decak kesal Manda. Dia mencubit hidung Alan hingga membuatnya tidak bisa napas, laku membuka matanya penuh rasa malas.

"Ada apa? Udah tidur saja?" ucapnya lemas.

"Apa yang kamu lakukan?" tanya Manda dengan wajah kesal. Tangan kanannya terangkat sudah siap melayangkan beberapa pukulan sekaligus nantinya.

Alan membuka matanya, mengangkat kepalanya menatap wajah Manda. "Apa yang kamu lakukan?" ucapnya sembari terkekeh kecil.

"Kamu begitu polos. Harusnya aku yang tanya apa yang kamu lakukan padaku kemarin malam," ucap Alan, beranjak untuk duduk tegap bersandar tapat di samping Manda.

"Terus tadi kenapa kamu memelukku?"

"Kamu kemarin malam hampir membunuhku, tahu gak?"

"Membunuhmu? Memangnya aku seburuk itu,"

"Lihatlah pecahan kaca di lantai itu," Alan menunjuk ke bawah lantai, terlihat sisa pecahan pot bunga masih di tempatnya belum beranjak dari kemarin.

Manda menatapnya, dia terdiam beberapa detik. "Apa yang aku lakukan? Apa dia tahu jika aku punya kepribadian ganda. Terus sekarang aku harus gimana? aku tidak mau menyakiti orang lagi. Aku tidak mau. Aku hanya ingin balas dendam." gumamnya dalam hati dia menarik selimut tebal hingga ke atas dadanya. Ia mencengkeram ujung selimut itu, meremasnya hingga membentuk sebuah gumpalan di tangannya.

"Kamu tidak apa-apa?" Alan menepuk pundaknya.

"Harusnya aku yang tanya kamu?" gumam Manda, menundukkan kepalanya.

"Kenapa?" tanyanya.

"Karena aku hampir membunuh kamu, maaf!" wanita itu mengangkat kepalanya menatap wajah Alan di depannya dengan penuh kesedihan.

Alan menepuk pundaknya satu kali lagi. Menarik sudut bibirnya tipis. "Tidak masalah," ucapnya membalikkan badannya, dan beranjak pergi meninggalkan Manda. Dia berjalan dnegan langkah ringan penuh keraguan dalam hatinya meninggalkan Manda sendiri dengan keadaan seperti itu. Meski dirinya sangat kejam pada semua orang, entah sejak kapan dengan wanita baru di kenalnya hatinya mulia tersentuh. Tepat di depan pintu dengan pandangan menatap ke pintu yang masih tertutup, dia menghentikan langkahnya.

"Kamu sekarang cepatlah pergi! Lagian sudah siang, kamu juga harus sekolah. Berangkatlah dengan Vino nanti," pinta Alan melirik sekilas ke arah Manda tanpa menoleh ke belakang.

Manda mengangkat kepalanya, menoleh ke sumber suara. "I-iya," jawabnya gugup.

Mendengar jawaban singkat itu, Alan merasa sangat lega. Dia membuka pintu kamarnya dan bergegas pergi meninggalkan Manda tanpa sepatah lagi keluar dari bibirnya.

Manda mengerjapkan matanya saat melihat pintu itu bisa di buka. Dia yang semalaman menunggu pintu itu terbuka tapi tetap saja. Dan kenapa di pagi hari pintu tiba-tiba terbuka. Itu yang membuat Manda bingung di buatnya. Dia mengusap matanya berkali-kali mencoba menyakinkan apa benar yang dia lihat.

Lo.. Bukanya kemarin pintunya di kunci? Sejak kapan pintunya bisa di buka? Apa dia ngerjain aku? Umpat kesal dalam hatinya, menghembuskan napas kasarnya.

"Arrggg... Jadi sebenarnya Alan punya kunci cadangan. Atau mungkin sengaja biar aku tidur denganya," gumam Manda terus mengumpat kesal tidak ada hentinya.

"Pagi nona cantik," ucap Vino seketika mengejutkan Manda.

"Kenapa kamu di sini," tanya Manda was-was. Dirinya takut laki-laki mesum satu ini memanfaatkan keadaan nantinya.

"Kamu sekarang lagi apa?" tanyanya dengan senyum ramah darinya. Vino berjalan mendekati Manda, dan wanita itu seketika bangkit dari ranjangnya. Melemparkan selimut tebal itu tepat ke wajah Vina.

"Menghindar dariku! Jangan dekat-dekat," ucapnya was-was. Manda melangkahkan kakinya mundur ke belakang.

"Eh.. Tenang! Tenang! Aku tidak akan menyakiti kamu, bahkan menyentuhmu." Vino mencoba berjalan menyakinkan Manda jika dirinya tidak berniat jagat dengannya. Padahal niatnya hanya ingin menyapanya dan berbuat baik padanya. Tapi dia malah takut, dan semua dia sudah di beri tahu kakaknya tadi saat bertemu di luar jika wanita di depannya itu sangat bahaya. Jika dia marah bahkan bisa membunuh kamu. Kata itu masih terus terbayang di otaknya. membuat dia mengurungkan niatnya membuat Manda mainannya selanjutnya.

"Apa benar yang kamu katakan?" tanya Manda ragu.

"Memangnya tampang aku tidak bisa di percaya, ya?" Vino menarik ke dua alisnya bertautan.

"Iya, udah kalau begitu cepat keluar,"

"Memangnya kamu gak keluar," tanya Vino.

"Bukanya ini kamar aku?" Manda berjalan mendekati Vino dengan langkah penuh keraguan. Tapi dalam hati dia ingin bicara dengan teman saru kelasnya itu. Meski dia terkenal sebagai laki-laki mesum.

Vino memutar bola matanya ke atas, mencoba berpikir sejenak. Dia lupa jika di sini kamar Manda. Tapi bagaimana dia tahu jika ini kamarnya. Hal itu terlintas dalam benaknya.

"Iya, aku lupa," ucapnya sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Aku mau mandi," ucap Manda.

"Bentar! Aku hanya bilang padamu, jika nanti kita naik motor. Apa kamu mau?" tanya Vino mendekati Manda, meraih tangannya dan menariknya untuk duduk di ranjang.

"Kalau kamu gak mau, nanti biar sopir yang antar kamu." ucap Vino.

"Emm.. Baiklah! Gak masalah naik motor atau mobil, lagian aku biasanya jalan kaki."

"Iya, tapi aku tidak mau kamu jalan kaki. Rumah kita itu sangat jauh. Jika kamu jalan kaki bisa patah kaki kamu sampai ke sekolahan,"

Manda tersenyum, "Sudahlah, lebih baik sekarang kamu bersiap,"

"Siap!" Vino mengusap ujung kepala Manda. Mengacak-acak rambutnya. Tanpa mereka berdua sadar jika Alan melihat mereka dari balik tembok samping pintunya.

Dia menghela napasnya kasar, sedikit hatinya bergetar melihat Vino degan Manda yang begitu akrab perlahan. Vino memang sangat pandai dalam mengambil hati wanita. Dia jagonya jika membuat wanita tersipu malu di buatnya.

"Aku pergi dulu," ucap Vino beranjak berdiri. Dia tersenyum tipis, melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Manda sendiri yang masih duduk di king size yang sekarang sudah jadi miliknya. Dia membalas senyuman tipis Vino dengan senyum terpaksa.

"Laki-laki aneh!" gumam Manda menggelengkan kepalanya beranjak berdiri.

Melihat langkah kaki Vino yang sudah keluar dari kamarnya. Dan bahkan pintu kamarnya juga sudah tertutup rapat. Dia beranjak menuju ke kamar mandi, membasuh tubuhnya yang terasa sangat lengket. Dari kemarin belum sempat mandi.

......

Vino melangkahkan kakinya, dan langsung sebuah tangan mendarat di pundaknya. Membuat laki-laki tampan itu terkejut. Seketika dia menoleh ke belakang menatap kakaknya yang sudah berdiri di belakangnya

"Kamu tadi bicara apa dengannya?" tanya Alan.

Vino mengernyitkan wajahnya. Dengan tatapan menggodanya. "Emm.. Ada yang cemburu nih?"

"Siapa yang cemburu?"

"Kakak?" ucap Vino menautkan ke dua alisnya kompak. Dan berlari pergi meninggalkannya.

"Vino, aku ingin tanya padamu," teriak Alan.

"Nanti saja kak," balasnya segera berlari menuju ke kamarnya.

"Dasar adik tidak bisa di ajak kerja sama. Dia lebih mementingkan pikirannya sendiri" gumam Alan menggelengkan kepalanya dan pergi.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel