Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7 Sentuhannya

Bab 7 Sentuhannya

Perlakuan apa yang aku terima nantinya. Apa orang yang memintaku itu tahu tentang aku? Apa ini memang nasibku seperti ini. Belum sempat aku sembuh sempurna dari penyakit mentalku. Sekarang aku harus menghadapi masalah baru.

Hah... Oh Tuhan... Semoga saja hal baik berpindah padaku.

"Nona, Silahkan turun!!" seorang laki-laki membukakan pintunya, mempersilahkan dia turun dengan tangan kiri ke belakang punggungnya dan tangan kana ke depan.

Manda tertegun sejenak saat melihat rumah yang sangat dia ingat. Rumah siapa itu, seketika Manda menguntupkan bibirnya, menggeram kesal, sembari berdengus kasar beranjak turun.

Ini bukanya rumah Alan dan Vino laki-laki mesum itu? Ternyata benar, apa yang di katakan dia. Dia tidak main-main dnegan apa yang di katakan tadi.

"Cepatlah masuk!!" ucap laki-laki yang membawanya tadi.

"Antar aku pulang!!" ucap Manda meraih tangan orang di depannya. Mencoba memohon padanya.

"Aku mohon, bawa aku pulang."

"Jika kamu minta pulang, nyawa aku yang terancam." ucap laki-laki itu menarik tangannya dari pegangan Manda. Dia meraih tangan Manda menariknya untuk bergegas masuk ke dalam rumah.

"Selamat datang calon istriku," sambut Alan dengan penuh semangat. Dia merentangkan ke dua tangannya ke samping, berjalan mencoba untuk menyambut Manda dengan sebuah pelukan.

"Apa yang kamu lakukan?" ucap Manda bersembunyi di punggung laki-laki yang membawanya.

"Hans.. Minggir," pinta Alan. Dan langsung di tanggapi oleh Hans, dia melangkahkan kakinya ke kanan.

"Oya, kamu boleh pergi. Makasih atas hari ini kamu membantu aku," perintah Alan, dan di tanggapi dengan hans dengan cepat. Dia melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Manda dan Alan sendiri.

"Sebenarnya apa yang kamu inginkan?" tanya Manda tajam.

Alan menyeringai sinis, "Aku hanya ingin kamu. Kamu mau jadi istriku?" ucap Alan meraih tangan Manda.

Manda memutar matanya malas, "Apa katamu, istri. " Manda menarik tangannya. "Jangan harap aku mau jadi istri kamu,"

"Kamu yakin tidak mau?" tanya Alan memastikan.

"Apa kamu kurang dengar? Atau aku harus bicara keras di telinga kamu,"

Alan diam sejenak, menatap sekelilingnya. Vino tidak ada di rumah. Seperti biasa anak itu selalu pergi dengan wanita setiap harinya. Alan menatap ke arah Manda lagi, pandangan matanya mulai bertindak mesum. Dari ujung atas hingga ujung kepalanya. "Boleh juga," pekiknya.

Laki-laki tampan dengan kulit putih itu, meraih tangan Manda kembali, menariknya kasar.

"Kamu mau bawa aku kemana?" tanya Manda mencoba meronta. Alan menjatuhkan tubuhnya kasar di ranjangnya. Dengan wajah penuh hasrat dia berjalan pelan, merangkak di king size miliknya.

Manda menarik tubuhnya ke belakang was-was."Apa yang akan kamu lakukan?" tanya Manda.

"Aku ingin tahu sedikit tentang kamu," ucap Alan, meraih tangannya menariknya kuat hingga jatuh tepat di atas tubuhnya. Ke dua mata mereka saling tertuju dalam diam. Tangan kiri Alan merengkuh erat pinggang Manda, jemari-jemari tangannya mengusap lembut rambut panjang gadis itu yang terurai di sampingnya."Apa yang akan kamu lakukan?" tanya Manda.

Tubuh Manda mulai gemetar ketakutan, melihat Alan semakin mendekatinya. Tatapan menggodanya itu membuatnya semakin muak dan penuh was-was.

"Jika kamu mau menikah denganku, aku tidak akan menodai kamu sekarang. Tapi jika kamu menolaku, tidak hanya kamu yang aku nodai. Kakak kamu juga akan aku buat hancur. Karena dia sudah mencuri perusahaanku. Maka aku akan membalasnya."

Manda menarik bola mata hitamnya ke kanan, mencoba memutar otaknya untuk berpikir.

Apa yag harus aku lakukan? Apa aku menikah saja dengannya? Jika aku menolaknya, kakak aku juga dalam bahaya.

Apa aku akan kehilangan kesucianku di siniAku masih muda, aku gak mau menikah lebih dulu. Gumamnya dalam hati, merembakkan air matanya, menahannya sejenak, mencoba membendung seluruh air mata yang ingin tumpah membasahi pipinya.

"Kamu mau menikah denganku atau tidak?'" tanya Alan memastikan.

"Apa kamu yakin menikahi wanita yang jauh di bawah kamu. Aku masih sekolah, bahkan belum lulus sekolah menengah." jelas Manda.

"Aku tidak perduli, asalkan kamu mau menikah denganku." ucap Alan menautkan ke dua alisnya ke atas.

Manda memejamkan matanya, menarik napasnya dalam-dalam, laku mengeluarkan secara perlahan.

"Aku mau," ucap Manda lirih.

"Mau apa?"

"Me--me..."

"Me.. apa?"

"Menikah!!" jawabnya lirih tertunduk lesu seketika.

"Aku gak dengar apa yang kamu katakan?" ucap Alan meninggikan suaranya. "Katakan sekali lagi,"

Manda hanya bisa menghela napasnya kesal. Menuruti apa yang di katakan Alan. "Aku mau menikah denganmu," jelas Manda tepat di telinga Alan dengan nada sedikit keras.

"Cium aku," pintanya, menunjuk ke arah pipi.

"Apa katamu?" tanya Manda mencoba untuk berdiri, namun dia kesusahan. Alan semakin mendekapnya erat. Membuat tubuhnya tak bisa berkutik lagi dalam dekapan hangatnya.

"Jangan bergerak, jika kamu tidak mau jika aku berbuat lebih nanginya,"

Napas Manda mulai tak beraturan, dia menatap wajah Alan yang sangat dekat di depannya.

"Kamu ganti baju dulu, aku sudah siapkan semua baju untuk kamu. Dan buang semua baju lusuh kamu." ucap Alan, mendaratkan bibirnya cepat menempel pada bibir Manda. Alan memainkan bibir Manda perlahan menghukum bibirnya masuk memankan dangan lidah liarnya.

"Emmpp.. Empp.." Manda memukul dada Alan.

Alan tidak perdulikan itu, dia membalikkan tubuh Manda,mnindihnya, sembari terus menggulum bibir mungil seksi miliknya.

Dia menarik bibirnya, mengambil napas sejenak. "Nikmatilah!!" ucap Alan, mengecup bibir seksi Manda lagi.

Kenapa jadinya seperti ini? Aku tidak bis melawannya. Tubuh aku terkinci, sekarang apa yang harus aku lakukan. Gumamnya perlahan meneteskan air matanya. Merasakan tetesan air kata di pipinya, Alan menarik bibirnya kembali. Dia menarik tubuhnya sedikit ke belakang.

"Apa yang ingin kamu katakan? Kenapa kamu menangis?" tanya Alan. Menyeka air mata yang jatuh di pipi tirus mulus milik wanitanya.

"Tolong lepaskan aku," gumamnya lirih, sembari terus menangis tersedu-sedu.

Alan yang melihat Manda semakin menangis kencang. Dia melepaskan tangannya, membaringkan tubuhnya di ranjang, dengan pandangan menatap atap langit kamarnya.

"Jangan seperti anak kecil lagi, jika kita menikah kamu harus melayani aku sebagai suami kamu,"

"Hikss.... Kapan kita nikah?" tanya Manda menyeka air mata dengan punggung tangannya.

"2 hari lagi," Alan menarik tubuhnya menyandarkan di kepala ranjang, sembari menatap wajah cantik Manda yang masih duduk diam dengan wajah bengong.

Manda mengerutkan alisnya, dengan mulut sedikit menganga tak percaya. "Apa aku gak salah dengar?" tanya Manda memastikan.

"Kamu mau apa enggak?"

"Jangan tanya itu lagi, atau aku akan membatalkannha," ancam Manda.

Alan meraih tangan Manda susah payah, dia memegangnya, lalu menarik tangan kanan Manda hingga terjatuh berbaring di ranjang.

"Kita melakukannya malam ini,"

Manda beranjak dari ranjangnya, dia menggulingkan tubuhnya, hingga keluar dari king size milik Alan, dan bergegas berlari keluar, sampai di depan pintu kamarnya, langkahnya terhengi, Manda mencoba membuka pintu kamarnya, mendorong-dorongnya sekuat tenaga. Bahkan dia mengeluarkan sekuat tenaganya untuk mencoba membukanya namun tetap saja. Dia menendang keras pintu berwarna pitih itu dengan kaki kanannya, seketika terjingkat merasakan sakit yang luar biasa di kakinya

"Arggg....Ahh.. Sialan" umpat Manda, membalikkan tubuhnya pasrah, menyadarkan punggungnya di pintu bernuansa putih drngan ukiran klasik yang mengihiasinya. Pandangan matanya menatap wajah Alan yang diam dengan ke dua mata tertuju padanya. Dan tangan kiri menyangga kepalanya, memopang tubuhnya sedikit terangkat dari ranjangnya, tatapannya penuh kelicikan seakan dia tersenyum mengejeknya.

"Kenapa kamu mengunci kamarnya?" tanya Manda heran. Dia beranjak dengan wajah penuh kekesalan mendekati Alan.

"Lihat baik-baik, jika aku menguncinya psti kunci masih menempel di tempatnya."

Manda tertegun mencoba mencerna apa yang di katakan Alan. "Aku tidak menguncinya, sayang!!"

"Kalau begitu?" tanya Manda membalikkan tubuhnya cepat.

Brakkk.... Brakkk.. Brakk.

Alan mnyeringai, berbaring dengan ke dua tangan bawah, di tekuk menyangga kepalanya. "Dasar adik kurang ajar," decak Alan.

"Maksud kamu Vino yang mengunci kita?"

"Iya, siapa lagi kalau bukan dua. Hanya dia yang berani berbuat seperti ini" jelasnya santai.

Manda berdengus kesal, mngeggertkakn giginya sembari menatap tajam ke arah Alan. Seakan ingin sekali mengumpat keras di depannya penuh kekesalan. Namun, dia berusaha sekuat mungkin menahan amarahnya.

"Sialan!!" umpatnya

"Vino.. Buka pintunya," teriak Manda.

"Maaf, kuncinya aku bawa. Dan aku pergi duku, bye..." teriak Vino. Mendengar langkah kaki Vino sudah menjauh dari kamarnya. Manda tidak mau tinggal diam, dia menggedor pintunya sekuat tenaga.

"Vino buka dulu pintunya.. VINO!!" teriak Manda yang tidak hentinya terus menggedor pintunya. Merasa tak di gubris, manda mengatur napasnya yang masih terenga-enga. Dia menatap wajah Alan yang nampak santai, memejamkan matanya dengan senyum kelicikan terukir di wajahnya.

"Suruh pelayan kamu membuka pintunya?" pinta Manda.

"Aku ngantuk, mau istirahat. Lagian ini sudah malam, dan para pelayan sudah tidur," jelas Alan, memiringkan tubuhnya membelakangi Manda, dengan ke dua mata pura-pura terpejam.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel