bab 5
"Nova dulu kerja dimana?" Tanya Pak Haryono.
"Saya kerja disupermarket C******r, Pak." Jawabku singkat.
Terlihat Pak Haryono mangguk-mangguk. "Jadi kamu sudah tau dong ya, cara-cara membuat pembeli agar tertarik dengan produk yang kita jual."
"Ya, bisa, Pak. Banyak cara-caranya." Aneh si Bapak ini. Kenapa nanya seperti ini ya.
"Saya makin yakin untuk secepatnya menikahkan kamu dan Choky." Pak Haryono tersenyum lebar dan menepuk-nepuk paha anaknya. "Nova sudah mempunyai ilmu cara-cara menarik minat pembeli. Itu tak jauh beda dengan cara menarik simpatimu, kan? Pasti dia akan membuatmu jatuh cinta." Lanjut si Bapak.
Lagi, mataku membelalak kaget. Ternyata taktikku salah. Padahalkan ini rencanaku untuk membuat Pak Haryono menarik keinginannya menikahkanku dengan anaknya.
Dan Choky terlihat hanya tersenyum. Diam tidak bergeming.
"Nova, Papa minta nomor telfon kamu, ya. Ini tulis diponsel Papa." Pak Haryono menyodorkan ponsel pintarnya itu di atas meja.
Ya Hancur, sejak kapan gw punya Papa? Dengan PD nya dia bilang begitu. Tanpa minta restu dari gw. Dari tadi hatiku bergemuruh tak tentu.
"Nih." Choky memberikan ponselnya dia sendiri padaku. Karna dari tadi aku tidak mengambil ponsel Papanya.
Aku raih ponsel yang ditangan Choky. Lalu aku ketik nomorku dilayar ponselnya. Kaya'nya ini anak sama Papanya sama deh. Aku kalah taktik deh. Hhuftt ....
**
Sejak kepergian Choky dan Papanya atau lebih tepatnya calon suami dan calon mertuaku, aku hanya tiduran dikamar. Pikiranku yang biasanya penuh dengan Reno dan semua kenanganku dengannya. Kini aku sibuk memikirkan Choky.
Aku masih belum mengerti, bagaimana bisa dia menyukaiku. Bahkan dia setuju untuk menikah denganku. Iya aku sebenarnya memang cantik. Tapi tadi aku tidak menunjukkan kecantikanku sama sekali. Bahkan aku tampil sejelek mungkin. Dan tentang pekerjaanku juga. Sungguh ini gila.
Mantan kekasihku
Jangan kau lupakan aku
Bila suatu saat nanti
Kau merindukanku
Datang datang padaku ho hey hey hey
Mantan .…
Tiba-tiba ponselku berdering. Aku raih ponselku. Terlihat nama Lia yang sedang menelfon.
"Hallo." Sapaku.
"Hallo, Nov, lagi ngapain?" Sahutnya.
"Tiduran dikamar. Kenapa? Lo udah kangen sama gw, ya?"
"Iya, Nov, terpaksa harus beli bensin, pengen keluar cari makan nggak ada temen. Jadi inget sama elo terus."
"Hahah ... rasain lo! Makanya jangan suka ledekin gw dong."
"Eeh, orangtua lo sehat, kan?"
"Sehat kok."
"Terus lo kenapa harus sampai resign, Nov?"
"Gw disuruh nikah, Lia."
"Apa?! Nikah?!"Teriaknya sangat kencang. Membuatku menjauhkan ponselku dari telingaku.
"Hey! Jangan kencang-kencang dong. Bisa budeg gw!"
"Ya, gw kan terkejut, Nov. Elo nikahnya sama siapa? Kakek-kakek? Atau pakde-pakde?"
Dasar Lia. Selalu pikirannya buruk. "Surprize pokoknya. Besok gw kasih tau. Gw sekarang capek. Mau mandi dulu ya."
"Eh, rese lo! Cerita dulu dong!"
Langsung aku matikan telfonnya. Aahh pasti Lia bakalan mati kepo. Hahahhh bisa gw bayangi wajahnya yang super kepo itu.
Klunting.
Ada chat wa masuk. Aku raih kembali ponselku. Terlihat sebuah pesan dari nomor baru. Tidak ada nama yang muncul.
[Besok gw jemput jam 9 pagi]
Ini siapa sih, nggak ada namanya. Foto profilnya juga cuma gambar sebatang rokok saja.
[Siapa ya?]
Klik, sent. Langsung centang dua biru. Sedang mengetik .... Begitu tulisan diatas layar profilnya.
[Calon suamimu]
Jawaban yang sangat singkat. Jelas banget. Aku kaget mengetahuinya. Choky, cowok ganteng itu. Sampai dirumah, dia langsung wa aku. Aku senyum-senyum sendiri. Guling kekiri, guling kekanan.
[Besok kita mau kemana?]
Langsung sent. Centang dua warna biru. Lama banget. Aku pantengin ponselku. Tapi nggak ada balasan. Sepertinya dia sengaja nggak bales deh. Nyebelin.
**
Pukul 8 lebih 30 menit. Aku sudah rapi, wangi. Bahkan aku dandan sangat cantik. Menggunakan dress warna kuning motif bunga-bunga dan aku padukan dengan jaket jeans rawisku. Kali ini aku pakai flatshoes. Agar tinggiku dan Choky serasi. Karna dia tidak setinggi Reno. Menunggunya sambil duduk diluar rumah.
"Kak Nova nungguin siapa sih?" Lina adiku nomor 2, yang masih duduk dikelas 2 SMP. Dia duduk dikursi sebelahku.
"Nungguin temen, Lin." Jawabku singkat. Sesekali aku melirik ponselku. Takut kalau Choky mengirim pesan.
"Calon suaminya Kakak, ya?"
Aku mengeryitkan keningku. "Kok kamu tau?"
"Ibuk yang bilang. Ibuk sudah cerita sama aku dan Kak Fani." Aku hanya mangguk-mangguk. Jadi Ibuk sudah kasih tau adik-adikku. "Andai aja Lina udah gede. Lina mau banget nikah sama Kak Choky."
Aku tersenyum mendengarkan gerutuan Lina yang menurutku sangat lucu. "Hey, menikah itu tidak semudah yang kamu bayangin Lin. Prosesnya itu susah."
"Oo jadi karna susah itu ya, Kak Nova belum juga nikah? Susah ya, Kak? Yang susah yang mana, Kak?" Tanyanya dengan sangat polos. Bahkan wajahnya terlihat tanpa expresi sedikitpun. Aku tepuk jidat.
Mobil sport warna merah kombinasi hitam, memasuki plataran rumahku. Mobil yang sangat mewah.
"Waah, mobilnya bagus banget, Kak." Lina langsung berdiri. Aduh expresi Lina sungguh membuatku malu.
Choky turun dari mobil itu. Dia lepas kaca mata hitamnya. Lalu menatapku. Aku buru-buru menyuruh Lina masuk dengan alasan membuatkan minum. Choky keren baget. Penampilan yang cool. Kalau dapat ganti model begini, aku bisa move on dengan mudah.
Dia berjalan mendekatiku. Memperhatikan aku dari atas sampai bawah.
"Lo keberatan nggak kalau gw suruh ganti pakai celana aja." Pintanya.
Hah, apa yang salah dengan rokku? Kulit kakiku juga bersih kok. Nggak ada bekas luka. Iihh ini orang kenapa sih, aneh.
"Kenapa? Nggak mau, ya?" Tanyanya. Karna aku masih saja berdiri tidak segera masuk.
"Ah, iya, iya. Aku ganti dulu." Barusaja aku berjalan dua langkah, dia sudah menanggilku lagi.
"Panda, lo ada jaket hodie, kan? Atau sejenis sweater? Lo pake yang seperti itu aja ya. Dan rambut lo. Tolong jangan dibiarkan terurai. Mata gw sakit ngeliat nya."
"Panda? Lo panggil gw Panda?" Tanyaku dengan sedikit berteriak. Yang benar saja dia memanggilku dengan nama hewan.
"Kenapa? Elo nggak suka? Kalaupun lo nggak suka, gw juga nggak bakalan ganti panggilan." Ucapnya dengan sangat santai. Aku hanya bisa menahan kesal sambil mengepalkan tanganku. "Itu kok matanya udah nggak kaya' Panda lagi? Kemana mata pandanya?"
"Hilang dimakan nyamuk!" Jawabku dengan kesal. Lalu aku pergi meninggalkannya. Gila ya, bahkan cowok itu lebih menyebalkan dari pada Lia. Baru juga kenal, udah begitu.
Aku masuk kamar dan ganti kostum. Baru kali ini nemuin cowok yang aneh. Kalau Reno dulu, paling seneng liat aku pakai dress begini. Lha dia? Malah menyuruhku berpenampilan layaknya pria. Dasar aneh. Selesai ganti kostum, aku berjalan keluar lagi untuk menemuinya. Aku lihat disana sudah ada Lina yang mengantarkan minuman. Choky langsung meminumnya hingga tinggal sedikit.
"Lo haus, ya?" Tanyaku. Karna caranya minum sudah mirip orang yang habis lari jauh.
"Biar bisa cepat pergi. Mertua gw mana. Cepet panggilin. Kita sudah ditungguin ini. Takut telat." Katanya sambil melihat jam ditangannya.
"Ayah sama Ibuk belum pulang, Kak. Nanti Lina aja yang bilang sama Ibuk. Kalau Kak Nova pergi sama Kak Choky." Jawab Lina.
"Oh, ok deh. Kalau gitu, salam ya buat Ayah dan Ibuk. Kakak bawa dia pergi dulu."
Lina menjabat tangan Choky, diciumnya punggung tangan Choky. Begitu juga dengan aku. Aku hendak masuk kedalam mobil, tapi nggak bisa buka pintu mobilnya. Jadi hanya diam didepan pintu. Terlalu malu untuk jujur sama Choky.
"Yaela, kampungan banget sih!" Ucap choky dari dalam mobil. Lalu dia bukakan pintu itu dari dalam. "Dasar, malu-maluin. Buka pintu aja nggak bisa."
Aku hanya diam tak membalas ejekannya. Aku mengerucutkan mulutku. Lalu duduk dikursi depan samping Choky.
Selama perjalanan kami hanya diam. Dia menyetir dengan sangat serius. Fokus hanya melihat kedepan. Sama sekali tidak melirikku. Sekitar 10 menit, mobil newah Choky terparkir di sebuah rumah yang sangat besar. Sungguh rumahnya besar dan mewah. Didepan ada taman yang sangat luas.
Choky turun dari mobil, muter dari depan dan membukakan pintu untukku. Karna dia tau aku nggak bisa buka pintunya. Lalu dia lemparkan kunci mobil itu ke seorang penjaga yang berdiri didepan rumahnya.
"Ayo masuk." Dia berjalan memasuki rumah itu. Aku hanya mengikuti setiap langkahnya.