bab 12
Memasuki kamar hotel yang sangat besar dan luas. Ini pertama kalinya aku masuk dikamar hotel. Jujur aku sangat kagum, tapi aku berusaha tetap diam saja. Karna pasti Choky akan bilang kalau aku kampungan.
Choky menaruh tasku di atas meja. Lalu dia merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Aku keluar dari kamar tidur. Mencari ruangan lain yang ada dikamar ini. Nemunya dapur, kamar mandi dan ruang tv. Nggak ada lagi ruangan lain. Aku kembali masuk ke kamar tidur.
"Gw tidur dimana?" Tanyaku pada Choky yang sibuk memainkan ponselnya.
"Ya, disini. Emang mau dimana?"
"Terus, lo tidur dimana?"
"Disini."
"Hah?! Maksud lo kita tidur satu ranjang?" Tanyaku dengan sedikit berteriak.
"Emang kenapa? Sebelumnya kita juga sudah pernah tidur bersama kan?" Jawabnya dengan sangat santai.
"Emang nggak ada kamar lain?"
"Kamarnya penuh, Pan."
"Hotel sebesar ini. Mana mungkin kamarnya sampai penuh."
"Cek aja sendiri."
"Iissh!" Desisku. Lalu aku keluar dari kamar tidur itu.
Aku memasuki ruang tv, melihat keluar jendela yang terbuka. Aku bisa melihat seluruh kota, gedung-gendung yang tinggi, jalanan yang macet karna kebetulan ini adalah malam minggu.
Tiba-tiba perutku berbunyi. Rasa perih karna lapar mulai kurasakan. Aku memegangi perutku. Kulirik jam diponselku. Ternyata sudah jam 8 malam. Pantas saja perutku sangat lapar. Aku kembali ke kamar tidur. Kulihat Choky sudah terlelap diatas ranjang. Dia terlihat sangat kelelahan. Aku tidak tega untuk membangunkannya.
Sepertinya aku harus keluar untuk mencari makan. Tapi aku nggak hafal jalanan sini. Ah aku kan punya mulut, aku bisa tanya kalau aku tersesat. Mengambil dompetku dan aku berjalan keluar kamar.
**
Akhirnya perutku sudah terisi. Tak lagi aku merasa lapar. Eh tapi tadi Choky sudah makan belum ya. Aku belikan roti bakar aja lah. Aku membeli roti bakar rasa keju dan coklat. Setelah itu aku langsung pulang dengan naik ojek online.
Sampailah didepan hotel lagi. Aku langsung masuk. Berdiri didepan lif. Ting!! Bunyi lif terbuka. Aku langsung masuk. Bingung sekarang, aku mau kelantai berapa ini. Aku lupa dimana tadi kamarku, lantai berapa ya, nomor berapa juga lupa. Aku pun lupa tidak membawa kunci kamar. Aku asal pencet nomor. Aku ingat depan kamarku ada pot bunganya tadi.
Telfon saja lah. Aku raih ponselku didalam saku celanaku. Tiba-tiba ponselku mati. Yaah batrenya habis deh. Huuufftt gimana kalau kesasar ya.
Ting!!
Lif terbuka. Aku langsung keluar lif, celikukan mencari pot bunga yang aku ingat. Menyusuri setiap lorong, tapi tak kutemukan pot bunga yang aku ingat itu. Aku kembali memasuki lif. Begitu seterusnya hingga 4x kulakukan.
Akhirnya setelah 4x nya, aku menemukan pot bunga itu. Aku pencet bel didepan kamar itu. Cukup lama, tapi tidak ada tanggapan. Apa mungkin Choky tidurnya terlalu lelap ya. Aku pencet lagi belnya. Lama sekali, tapi tiba-tiba pintu itu terbuka.
Mataku membelalak kaget melihat sosok yang berdiri didepanku sekarang. Hingga kresek berisi roti bakar itu jatuh dari ganggamanku. Seorang cowok yang baru bangun tidur. Rambutnya yang acak-acakan, matanya masih sedikit merem. Dia hanya pakai celana kolor tanpa baju yang menutupi tubuhnya. Dia adalah Reno.
"Nova?" Ucapnya. Dia juga terlihat kaget melihat aku berdiri didepannya. "Ngapain lo kesini? Kok lo tau nomor kamar gw sih?"
"Aa ... aku ... aa..aku" Lidahku begitu kaku untuk berucap. Seluruh tubuhku terasa bergetar.
"Panda!" Teriak Choky dari ujung lorong. Dia berlari kearahku.
Aduh bagaimana ini. Gimana kalau sampai Choky salah sangka. Reno nggak pakai baju gitu pula.
"Maaf ya, dia salah kamar. Dia lupa nggak bawa kunci. Maaf sudah mengganggu istirahat anda." Ucap Choky saat sudah didepanku.
Lalu dia menggenggam tanganku untuk menjauhi kamar Reno. Melihat Reno yang tanpa baju, mengingatkanku pada kejadian minggu itu. Tubuhnya yang menurutku sangat indah, begitu sempurna. Saat kami bersentuhan. Berkali-kali aku berusaha mengatur nafasku. Sekuat mungkin, kutahan airmataku yang hampir terjatuh. Beberapa menit berlalu, sampailah aku dikamarku.
"Elo pergi kemana sih?"
"Gw tadi lapar. Jadi gw keluar nyari makan. Gw lupa nggak bawa kunci. Gw juga lupa tadi lantai berapa, kamar nomor berapa. Gw nyasar." Tak bisa kutahan lagi, air mataku menetes. Aku mengelap kedua pipiku dengan kasar.
"Hey, tak perlu menangis. Yang penting sekarang lo dah sampai dikamar kan." Choky memelukku. Membenamkan kepalaku pada dadanya yang bidang. "Lain kali kalau lo pengen apa-apa, lo bilang sama gw ya."
Choky, gw nangis karna orang itu Reno. Bukan karna gw takut nyasar.
Kenapa sekarang hatiku terasa kembali rapuh. Aku begitu mencintai Reno. Hingga sulit sekali untuk menghapusnya. Rasa sakit yang aku rasa, terasa sangat dalam. Membuatku begitu sulit untuk menghapusnya.
"Sekarang lo istirahat, ya."
Aku hanya menganggukkan kepalaku. Dia menuntunku menuju ranjang, lalu aku berbaring diranjang, dia menyelimuti tubuhku.
"Makasih ya." Ucapku lirih. Dia hanya tersenyum dan pergi keluar kamar.
Aku kembali ingat tadi, dia yang bertelanjang dada. Tubuh itu yang pernah menindihku. Tubuhnya yang hangat. Dan semua itu, aku tak bisa melupakannya. Sakit, sangat sakit.
Aku kembali meneteskan air mata. Beberapa hari yang lalu, aku merasa sudah sembuh oleh luka ini. Aku sampai lupa caranya menangis. Tapi sekarang, hanya melihatnya berdiri saja, membuatku goyah. Bahkan mataku menganak sungai dengan mudahnya. Semua kenangan yang menyakitkan itu sekarang berlarian dikepalaku. Aku tak bisa tidur. Aku kembali ingat dengan rasa sakitku. Apa yang akan aku lakukan sekarang. Bahkan saat ini aku berada di hotel. Merokok seperti waktu itu tak mungkin bisa kulakukan.
Aku bangun dan duduk diatas ranjang. Kupeluk kedua lututku dengan erat. Lagi-lagi aku menangis.
"Panda, lo kenapa lagi?" Choky mendekatiku. Mengelus pundakku. "Kenapa nangis?"
"Gw nggak bisa tidur. Hiks hiks hiks ...."
Dia berbaring disampingku. Menelentangkan satu tangannya. "Sini tidur." Ucapnya sambil melambaikan tangannya.
Aku mengeryitkan keningku. Maksudnya dia nyuruh aku untuk tidur dipelukannya gitu?
Dia tarik tanganku hingga aku tergeletak disampingnya. Tangannya berada di leherku. Lalu dia memelukku. Membenamkan kepalaku didadanya. Tangannya yang satu menarik selimut hingga menutupi tubuh kami. Lalu memelukku.
"Sekarang tidur, ya. Besok jadwal kita padat. Elo nggak boleh sakit. Lo tau kan kalau sampai lo sakit apa yang akan terjadi?"
Huufft .... ujungnya itu lagi. "Iya gw tau. Pasti Ayah gw masuk penjara kan."
"Dasar bodoh!" Ucap Choky dengan lirih. "Sudah tidur. Gw juga lelah mau tidur."
Aku berusaha memejamkan mataku. Tapi pikiranku tak bisa beristirahat. Aku sekarang membayangkan saat ada dipanggung pengantin. Memakai gaun pengantin dan bersanding dengan Choky. Ah bodoh, bukan baju pengantin. Tapi baju adat. Iya aku sampai lupa jika besok adalah hari bersejarah bagiku. Sejarah perjuangan.
Terdengar nafas Choky yang mulai beraturan. Sepertinya dia benar-benar tertidur. Aku peluk tubuhnya. Sangat hangat, lama-lama aku pun tertidur. Aku tidur dalam pelukan Choky.