bab 11
Aku merebahkan tubuhku diranjang kesayanganku. Nyaman sekali. Berbeda saat tidur dirumah sakit. Aku ingat kembali wajah tidak senangnya Choky saat melihat Ardi mendorongku dengan kursi roda untuk keluar dari Rumah sakit. Sepanjang perjalanan dia hanya diam dan mengamati ponselnya.
Pasti dia orang pembisnis yang sangat sibuk. Sampai lupa untuk mengejar cintanya. Apa aku adalah wanita pertama yang dekat dengannya ya. Aah tapi itu sangat tidak mungkin. Lelaki seganteng dan setajir dia, tidak mungkin tidak punya pacar.
"Nova," Suara Ayah dari luar kanarku.
"Masuk, Yah."
Ayah langsung masuk dan duduk ditepi ranjangku. Terlihat wajah Ayah yang penuh dengan kekhawatiran.
"Nov, apa kamu bahagia?" Tanyanya dengan serius.
Pertanyaan yang membuatku sangat bingung untuk menjawabnya. Siapa yang akan bahagia menikah dengan orang yang sama sekali tidak kita cintai, tidak mencintai kita. Sama-sama tidak saling memiliki perasaan. Tapi pasti Ayah sangat mengkhawatirkanku jika aku jujur dengan perasaanku. Aku hanya menundukkan kepalaku. Aku tidak tau harus menjawab bagaimana.
"Jika kamu tidak bahagia, jangan lakukan, Nov. Ayah tidak mau mengorbankan masa depanmu hanya untuk menyelamatkan Ayah." Ayah mengelus lenganku dengan oenuh kasih sayangnya.
Aku tersenyum dengan sangat terpaksa. Apalagi mendengar perkataan Ayah yang begitu. "Ayah jangan khawatir ya. Choky itu sangat baik. Dia juga perhatian. Tidak mungkin kan kalau dia tidak memiliki perasaan padaku. Dan aku pun pasti akan mencintainya dengan berjalannya waktu. Aku pasti akan bahagia, Yah." Aku memeluknya. Ayah balas memelukku. Dia elus punggunggu dengan sangat lembut. Tak terasa, air mataku menetes. "Terimakasih, Yah, sudah membesarkanku." Ucapku lirih.
"Ayah selalu berdoa untuk kebahagiaanmu sayang." Pelukan yang sangat hangat dari seorang Ayah. Aku sangat bersyukur memiliki Ayah yang begitu menyayangiku. Dia sangat peduli padaku.
Perlahan dia lepaskan pelukannya. "Nova, jika suatu hari nanti kamu tidak bahagia, kembalilah kerumah ini. Pintu rumah ini selalu terbuka lebar untukmu."
"Iya, Yah. Kalau pun aku bahagia, aku pasti akan selalu kembali kerumah untuk kembali memelukmu. Karna tak akan ada pelukan sehangat pelukanmu." Aku kembali memeluknya. Air mata bahagia akan sosok Ayah, kembali menetes dipipiku.
**
Sehari sebelum hari pernikahanku.
Sebuah mobil dari pihak WO datang kerumah untuk mangantarkan baju sarimbit keluarga. Baju adat jawa yang menutup semua kulit tubuh. Sampai Ibukku pun terheran melihat baju yang harus dia pakai besok untuk pesta pernikahanku. Kalau aku sih jelas sudah paham. Pasti sama kan dengan punya ku besok. Hanya beda motifnya saja.
Selang beberapa jam, mobil sport milik Choky berhenti didepan rumahku. Dia keluar dari dalam mobil, masuk kedalam rumah layaknya tamu.
"Nov, itu calon suamimu datang menjemputmu." Kata Ibuk waktu itu. Aku sedang santai merebahkan tubuhku diatas ranjang.
"Choky kesini, Buk?" Tanyaku yang memang sedikit tak percaya.
"Iya, itu didepan."
Buru-buru aku turun dari ranjangku. Secepat mungkin aku ganti bajuku. Karna aku sekarang menggunakan dress dibawah lutut dan tanpa lengan. Setelah selesai mengganti bajuku, aku mengikat rambutku keatas dengan acak. Aku bergegas keluar. Kulihat Choky sedang duduk disofa ruang tamu membelakangiku. Entah perasaan apa, tapi melihatnya, ada rasa bahagia didalam hati sana. Aku duduk disofa depan dia duduk.
"Ada apa, Chok? Kok nggak bilang dulu kalau mau datang."
"Kaki lo dah sembuh?"
"Udah ini." Aku memegang kakiku yang dulunya sakit. "Udah bisa buat jalan kok."
"Yaudah kemasi barang elo."
"Barang?" Aku mengeryitkan keningku. Apa sih maksud nya? Barang yang mana coba?
"Semua barang elo. Kita nginap dihotel nanti malam." Lanjutnya.
"Apa?!" Kaget lagi aku. Apa ini maksudnya. Kenapa harus nginep dihotel.
"Lola banget sih lo." Ucapnya dengan kesal.
"Nova, malam ini Choky ngajakin elo nginep dihotel. Jadi besok pagi kamu nggak perlu buru-buru kehotel. Biar menghemat waktu." Ibuk datang dengan membawakan 2 gelas minuman. Lalu dia letakkan diatas meja. "Ini diminum dulu, nak Choky." Lalu Ibuk duduk disebelahku.
Aku hampir lupa kalau pesta pernikahanku ada dihotel bintang 5 tempat Reno dan Vera dulu mengadakan pesta pernikahan.
"Yaudah aku siap-siap dulu, Buk." Aku langsung kembali kekamar untuk mengemasi barang-barangku.
Ini nggak mungkin kan kalau nanti malam kita tidur sekamar. Yang namanya hotel kan pasti banyak kamarnya. Nggak akan ada alasan kamar penuh.
Setelah selesai memasukkan semua yang perlu aku bawa, aku membawa tasku dan keluar kamar.
"Yaudah, Buk, kita pamit dulu ya. Ibuk datangnya jangan mepet. Besok akan ada supir saya yang jemput kesini." Ucap Choky. Lalu dia berdiri dan mengulurkan tangannya untuk salim pada Ibukku. Sungguh kalau seperti ini dia terlihat sangat mengagumkan. Sampai Ibukku benar-benar terkagum oleh sosok Choky. Menantu yang sopan, perhatian dan tampan.
"Iya, nak. Makasih ya. Ibuk titip Nova. Tolong dijagain ya." Kata Ibuk sambil merangkulku. Lalu dia mengelus pundakku. Menatapku, memelukku. "Kamu jaga diri baik-baik ya, Nov. Jangan bikin suamimu kecewa. Choky anak yang baik. Dia pasti akan membahagiakanmu. Ibuk yakin itu, dan naluri seorang Ibuk tidak akan salah." Lalu Ibuk lepaskan pelukannya.
Mataku berkaca-kaca. Ini pertama kalinya Ibuk mengatakan kata-kata yang sangat menyentuh hatiku. Terasa sekali aku akan berpisah dari keluargaku. "Makasih ya, Buk." Dia usap air mataku yang hampir menetes.
"Udah jangan nangis. Pasti Choky juga akan menyayangimu seperti Ayah dan Ibuk. Iya kan, Nak?" Kali ini Ibuk menatap Choky.
Choky menatapku dengan tatapan yang sangat dalam. "Iya Buk. Saya akan menjaga Nova dengan seluruh jiwa dan raga saya. Saya akan menyayanginya dengan sepenuh hati saya. Tidak akan saya biarkan Nova bersedih sedetikpun."
Kata-kata yang sangat sempurna. Terdengar begitu menyejukkan dihati. Bahkan sampai Ibukku tersenyum senang. Ibuk sampai meneteskan air mata kebahagiaannya. Lalu Ibuk mencium keningku dengan sangat lembut.
"Terimakasih ya, Nak Choky. Sekarang Ibuk sudah ikhlas untuk melepaskan Nova. Sepertinya kita tidak melepaskan Nova pada orang yang salah."
"Pasti, Buk. Saya akan memegang kata-kata saya. Ibuk jangan khawatirkan Nova. Pasti dia akan bahagia."
Senyum merekah kebahagiaan terpancar disana. Berkali-kali Ibuk mengelus pundakku.
"Kalau gitu kita pamit dulu ya, Buk." Aku menyalami tangan Ibuk, mencium punggung tangannya lalu Ibuk menciumi pipi dan keningku. Memelukku lagi.
Choky membukakan pintu mobil untukku. Menyuruhku untuk masuk dan mengambil tas yang aku bawa untuk dia taruh dibagasi belakang.
"Hati-hati ya, Nak." Ucap Ibuk.
Dia tersenyum dan melambaikan tangannya. Mobil sport Choky pun membawaku pergi menjauhi rumahku.
Aku mengusap-usap pipiku dengan kasar. Air mataku menetes tak terhenti. Entah kenapa rasanya sangat sakit harus berpisah dengan kedua orang tuaku. Padahal sebelumnya aku juga sudah berpisah dengannya. Tapi kali ini rasanya begitu berbeda. Ada rasa yang aneh didalam hatiku.
"Nih." Choky menyodorkan sekotak tissu.
Tanpa melihatnya, aku raih tissu itu kedalam pangkuanku. Kuelap ingus dihidungku dan air mataku yang mengalir semakin deras. Masih kuingat kata-kata Choky tadi.
Benarkah dia akan menyayangiku? Benarkah dia akan membahagiakanku? Benarkah semua yang dia katakan pada Ibuk? Kenapa aku merasa tidak yakin. Bahkan ini kan pernikahan paksa. Iya ini paksaan karna aku tidak menginginkannya. Tapi kalaupun itu tidak nyata, aku hanya bisa percaya. Apa dayaku untuk menolaknya. Aku menatapnya sejenak. Aku melihat wajahnya. Aku perhatikan disetiap lekuk wajahnya, keseriusannya saat bicara. Apa tadi dia benar-benar serius ya?
"Ngapain lo?" Tanyanya setelah menyadari aku yang dari tadi menatapnya.
Tapi tidak aku hiraukan pertanyaannya. Aku tetap menatapnya tajam. Aku ingin tau dimana keseriusannya.
Dia menepikan mobilnya, lalu menghentikan mobilnya ditepi jalan. Dia balik menatapku.
"Elo kenapa?" Tanyanya lagi. Karna dari tadi aku hanya diam menatapnya.
"Elo nggak bohongkan sama kata-kata elo yang tadi?" Tanyaku dengan mata yang berkaca-kaca.
Dia tersenyum. Lalu dia pegang kedua pipiku dengan dua tangannya. Dia hapus air mataku yang telah menetes.
"Panda, gw nggak pernah bohong dengan setiap kata-kata gw."
Mendengar jawabannya, entah kenapa air mataku malah semakin deras. Aku terharu atau apa lah. Tapi Choky langsung memelukku. Pelukan yang hangat seperti pelukan Ayah. Dia sangat wangi. Aku pun balas memeluknya.