Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6 : Omorfos Antras

Ranya telah siap dengan dress berwarna biru pastelnya. Ia mengerucutkan bibirnya melihat kaki telanjangnya. Padahal jika dipadukan dengan sepatu heels berwarna putih, penampilannya mungkin akan terlihat lebih cantik. Ranya menatap pantulan wajahnya di cermin sekali lagi, memastikan riasan wajah karya Onix tidak aneh di wajahnya. Bukannya meremehkan kemampuan Onix. Perempuan paruh baya itu sangat ahli dalam segala bidang. Hanya saja Ranya kurang percaya diri terhadap wajahnya yang terbilang pas-pasan. Bahkan dulu saat duduk di bangku SMP, Ranya pernah dibully karena penampilannya yang sedikit kucel. Bisa dibilang, tidak ada yang bisa dibanggakan dari seorang Ranya.

Dibenci kedua orang tuanya, di-bully teman-temannya, dan bahkan dibenci dirinya sendiri. Ia sering mendengar kalimat love yourself, terdengar mudah, tetapi nyatanya itu adalah sesuatu hal yang sangat susah diterapkan.

"Anda sudah terlihat sempurna, Luna," puji Onix dengan senyuman di bibirnya. Seolah bangga dengan polesannya di wajah Ranya.

“Sempurna? Kau terlalu melebih-lebihkannya,” ujar Ranya seraya terkekeh kecil.

“Saya serius. Luna sangat cantik dan yang lebih penting adalah Luna memiliki hati yang cantik. Luna bisa percaya dengan ucapanku.”

Ranya menatap Onix dengan mata berkaca-kaca.

“Terima kasih,” ujarnya pelan.

Onix tersenyum lalu membantu Ranya berjalan keluar dari kamarnya. Ia sedikit kaget melihat Xander berdiri di sebelah pintu kamarnya, seolah sedang menunggunya bersiap-siap.

"Kau sudah lama menunggu?" tanya Ranya merasa tidak enak. Ia cukup lama menghabiskan waktu hanya untuk sekadar mandi dan memilih baju.

Xander menggeleng. Ia tersenyum tipis. "Ayo kita mulai berkeliling." Xander berjalan mendekat membuat Ranya sedikit mengerutkan dahinya.

"Kau mau apa?" tanya Ranya.

"Tentu saja menggendongmu. Kakimu belum sembuh total,” sahut Xander.

"Tidak usah. Aku bisa berjalan sendiri," tolak Ranya.

"Jika kau paksakan berjalan, maka akan lebih lama proses penyembuhannya." Xander masih tetap bersikeras tidak membiarkan Ranya berjalan.

Baru saja Ranya membuka mulutnya hendak melayangkan protes, Xander langsung memotong, "Kugendong atau tidak berkeliling sama sekali."

Ranya mengembuskan napas kesal. Ia memutar bola matanya malas lalu memasrahkan diri digendong oleh Alpha tampan itu.

"Oke, pertama-tama kau akan membawaku ke mana?" tanya Ranya antusias.

Xander tampak berpikir sejenak sebelum melangkahkan kakinya ke sebuah tempat. Setelah berjalan cukup lama, Xander menghentikan langkahnya.

"Ini Taman Yaerd." Xander menjeda cukup lama sebelum melanjutkan, "taman ini dulunya dibuat oleh seorang Witch untuk kakekku sebagai tempat pengisian tenaga para werewolf."

"Healer?"

Xander tersenyum tipis. "Bisa dibilang seperti itu."

“Sepertinya akan bagus jika memiliki taman ini di rumah. Aku bisa mengisi tenagaku setiap hari.” Ranya tertawa.

“Kau sudah memilikinya. Ini rumahmu.”

Ranya hanya tersenyum tipis menanggapinya. Dirinya sibuk menikmati pemandangan taman itu. Ia merasa tenaganya benar-benar diisi kembali. Ranya tak berhenti berdecak kagum. Taman Yaerd itu dipenuhi dengan bunga berwarna kuning yang entahlah, Ranya juga tidak mengetahui nama bunga itu. Sejujurnya, Ranya bukan tipe gadis yang menyukai bunga. Yang ia lakukan sejak kecil adalah terus mencari cara agar kedua orang tuanya dapat menyukainya. Walau itu sedikit mustahil. Ranya sendiri juga tidak tahu mengapa kedua orang tuanya itu sangat membencinya.

"Apa yang kau lamunkan?" Ranya tersentak dari lamunannya. Ia menoleh pada Xander yang menatapnya dengan wajah datarnya itu. Ranya sangat heran pada pria itu, seperti memiliki beberapa kepribadian, kadang bisa hangat sehangatnya, tetapi kadang juga bisa sangat dingin membuat Ranya sendiri takut menatap lelaki itu lama-lama.

"Tidak ada. Hanya saja kau tampan."

***

Mereka cukup lama berjalan. Sang Alpha menggeleng lalu tersenyum kecil melihat Ranya yang tampak tak kelelahan sedikit pun. Gadis itu terus menampilkan wajah antusias alami membuat kecantikannya bertambah. Xander sangat bersyukur terhadap moon goddes karena telah diberikan seorang mate seperti Ranya. Tapi ada sesuatu hal yang terus menganggu pikirannya sejak kemarin.

Rafael. Alpha dari Zero Pack mendatanginya kemarin. Itulah sebabnya ia tidak bisa menepati janjinya pada Ranya. Tapi bukan itu yang menganggu Xander, melainkan ucapan Rafael padanya.

Flashback~

"Kali ini apa tujuan Alpha dari Zero Pack jauh-jauh datang ke pack ini?” tanya Xander melemparkan tatapan intimidasi.

“Aku ingin kau mengembalikan adikku padaku," kata Rafael, Alpha dari Zero Pack tegas.

Tentu saja hal itu membuat Xander bingung. Ia menatap tajam Rafael. "Tuduhan macam apa lagi ini, Alpha?" tanya Xander dengan suara beratnya.

Bibir Rafael menampilkan seringaian kecil yang tampak mengerikan. "Sebenarnya aku tidak ingin mengungkit masa lalu. Tapi tidak capekkah kalian terus mencuri sesuatu milik pack kami?"

"Aku tidak mengerti maksudmu. Kami tidak pernah mencuri sesuatu," kata Xander datar. Tampak tak peduli dengan tuduhan Rafael.

Rafael tersenyum. "Terserah kau. Tidak ada penjahat yang mengaku. Intinya, aku ingin kalian mengembalikan adikku!” ujarnya dengan nada tak ingin dibantah.

Xander mengembuskan napas jengkel. "Althous!" panggilnya dan sedetik kemudian, seorang pria dengan rahang tegas dan mata hijau terang berdiri di hadapan Xander.

"Antar tamu kehormatan kita keluar." Setelah mengatakan itu, Xander bangkit dari kursinya.

"Gadis yang kalian bawa beberapa hari yang lalu." Xander sontak menghentikan langkahnya. Ia menoleh pada Rafael yang sudah berdiri menatapnya angkuh.

"Ia adalah adikku,” lanjut Rafael.

Tubuh Xander menegang. Sebuah nama terlintas di otaknya. Ranya. Matanya berubah warna menandakan sosok wolf-nya terus memberontak ingin keluar. Sepertinya sisi wolf Xander tak sabar ingin mencabik-cabik mulut Rafael yang tak henti-hentinya mengeluarkan omong kosong.

"Bawa dia keluar!" titah Xander dengan suara berat. Lebih berat dan berbeda dari biasanya.

Tak ingin Sang Alpha semakin marah, Althous berjalan mendekati Rafael. "Maaf, Alpha. Mungkin Anda harus pergi sekarang dan kembali lain waktu."

Rafael menatap Althous tak suka. "Aku tak akan pergi tanpa membawa adikku!" Tepat setelah Rafael mengatakan itu, ia merasakan lehernya tercekik kuat. Xander tampak kelepasan atau mungkin itu adalah Leo.

"Saat kukasih kesempatan seharusnya kau pergunakan dengan baik, Alpha Rafael." Mata amber dan violetnya menyala-nyala.

"Kubilang, aku tidak akan pergi tanpa melihat adikku!" ujar Rafael masih keras kepala.

Xander menghempaskan Rafael ke dinding dengan kuat. "Aku tidak peduli. Pergi sebelum kuhancurkan pack lemahmu itu."

Flashback end~

"Xander?" panggil Ranya. Lelaki itu tampak tersentak dari lamunannya. "Apa yang kau pikirkan?" tanya Ranya cemas.

Xander tersenyum, mencoba menenangkan Ranya. "Tidak. Tidak ada. Kau tidak lelah? Hari sudah mulai gelap."

Ranya tampak tak percaya dengan ucapan Xander tapi ia hanya menganggukkan kepalanya. "Iya, sepertinya kau butuh istirahat."

Xander terkekeh. "Bukan aku. Tapi kau."

"Hah? Eh iya, maksudku, aku butuh istirahat." Ranya tampak salah tingkah.

Xander tersenyum lagi. Rasanya ia banyak tersenyum sejak kehadiran mate-nya itu. Ia akan mempertahankan Ranya di sisinya dengan cara apapun.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel