Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7

Ardhi menggendong Rio dengan sedikit kesusahan. Dia memang pernah menggendong Rio sekali, dan itu belum cukup untuk membuat Ardhi terbiasa.

Ardhi menatap bayi berumur 10 bulan itu. Matanya terbuka menatap Ardhi seolah menyelidik. Ardhi terkekeh kecil melihatnya.

Hany dan Rio memang bukan anaknya, tapi Ardhi menyayangi keduanya, sebagaimana Ardhi menyayangi Ibu mereka.

Ardhi menengok ke arah dapur. Mata elang nya dapat melihat wanita yang baru saja mencoba percaya padanya tengah memasak. Senyum tipis terukir di bibir Ardhi. Dia sudah tidak sabar untuk memperkenalkan Diana beserta kedua anaknya kepada keluarganya.

Ardhi sebenarnya merasa ragu. Apakah keluarganya akan menerima Diana mengingat status Diana yang seorang janda beranak dua?

Tapi, setahu Ardhi Ibunya tidak pernah mengatur hidup anaknya termasuk dalam masalah percintaan. Ayah dan Ibunya membebaskan anak-anaknya untuk memilih pasangan hidup sendiri asalkan mereka orang yang baik dan tidak berniat buruk.

Ardhi pernah mendengar cerita dari Ibunya. Bahwa dulu Ayah dan Ibunya dijodohkan dengan orang lain. Sayangnya, orang yang dijodohkan dengan mereka hanya mengincar harta. Itulah alasan kenapa kedua orangtua Ardhi tak menjodohkan anak-anaknya.

Ardhi berdoa dalam hati, semoga saja keluarga besarnya menerima Diana dan tak mempermasalahkan status wanita itu.

Dalam waktu satu minggu Ardhi bisa merasakan rasa peduli dan dan sayang pada Diana. Dulu, hubungan selama 2 tahun dengan Reina pun dia tak pernah merasakan seperti apa yang dirasakannya pada Diana. Dan Ardhi yakin, apa yang dikatakan Ibunya waktu itu benar. Bahwa dia jatuh cinta. Jatuh cinta pada pandangan pertama.

"Mas, ayo makan dulu. Makanannya sudah siap." Ardhi tersenyum dalam hati. Dia merasa geli saat Diana memanggilnya dengan panggilan itu. Tapi, dia juga senang karena berarti Diana sudah mulai mempercayainya.

Ardhi berjalan kearah dapur untuk menghampiri Diana dengan Rio yang masih digendongannya.

"Mas duduk dulu. Aku mau panggil Hany dulu." Ardhi mengangguk singkat. Diana pun beranjak pergi dari dapur untuk memanggil anak sulungnya.

Tak lama kemudian Diana pun datang bersama Hany. Mereka pun duduk bersamaan.

"Mas, Rio nya bersamaku dulu. Mas kan mau makan, nanti susah." Ujar Diana. Ardhi pun menyerahkan Rio pada Ibunya sendiri. Dia mengakui, kalau dia masih merasa repot dalam hal menggendong bayi. Kemudian manik hitam Ardhi melihat Diana yang terlihat biasa saat menggendong Rio dan makan secara bersamaan.

"Kamu tak merasa repot? Makan dan menggendong Rio bersamaan?" Tanya Ardhi seraya memandang Diana. Diana tersenyum mendengar pertanyaan Ardhi.

"Sudah biasa Mas. Beginilah tugas seorang Ibu." Jawab Diana sambil tersenyum. Ardhi menatap Diana dalam diam. Dan sekarang Ardhi tahu, alasan lain yang membuatnya jatuh cinta pada Diana. Kasih sayang Diana dan tatapan hangatnya sama seperti tatapan penuh kasih sayang Ibunya. Ardhi juga masih ingat siang tadi saat dia datang, Diana bertanya dan menatap dia sinis membuat Ardhi kembali teringat Ibunya saat merasa tidak suka akan suatu hal. Contohnya adalah saat melihat Reina.

Reina.

Mengingat nama wanita itu membuat wajah Reina terbayang di otak Ardhi. Bukan terbayang karena Ardhi memiliki perasaan pada wanita itu, tapi terbayang dan teringat seseorang.

Diana mengangkat kepalanya dan mata coklat keemasannya langsung menatap tepat pada manik hitam Ardhi. Jantungnya langsung berdetak dengan cepat.

"Ada apa Mas?" Tanya Diana.

"Tidak. Hanya suka melihatmu saja." Jawaban jujur Ardhi membuat wajah Diana memerah karena malu. Diana kembali melihat ke arah Ardhi, tapi Ardhi kini tengah menatap lekat anak sulungnya.

"Om, mau nginap disini?" Tanya Hany setelah makanan di piringnya habis. Ardhi tersenyum lalu menggeleng.

"Tidak, Om akan pulang sebentar lagi." Hany mengangguk paham.

"Mulai sekarang jangan panggil Om lagi, panggil Papa saja." Perkataan Ardhi barusan membuat Diana dan Hany membelalak kaget.

"Memangnya Om mau jadi Papa Hany dan Rio?" Tanya Hany dengan suara khas anak kecil. Ardhi tersenyum kemudian tangannya terulur mengusap pelan kepala Hany.

"Tentu saja." Jawab Ardhi dengan senyuman hangat. Mata coklat Hany langsung berbinar. Senyuman bahagia tercipta di bibir mungil nya. Kemudian kedua tangannya bertepuk berkali-kali.

"Horee, Hany dan Rio akan punya Papa lagi." Ungkap Hany dengan tawa bahagianya. Diana yang semula menatap Ardhi garang kini mulai luluh. Melihat Hany bahagia membuat Diana juga bahagia.

Makan malam pun selesai. Diana membereskan meja makan, sedangkan Rio sudah tidur di kamar Diana. Hany pun sudah Diana suruh ke kamarnya untuk segera tidur.

Setelah selesai mencuci piring, Diana mengeringkan tangannya lalu berjalan meninggalkan dapur. Diana sampai diruang tamu dan dia melihat Ardhi yang sedang berdiri di depan rak tv dengan tangannya yang memegang sesuatu. Diana mendekat dan ternyata yang dipegang oleh Ardhi adalah foto keluarga kecil Diana saat suaminya masih ada.

Ardhi menengok ke arah Diana yang sedang berjalan ke arahnya. Kemudian Ardhi kembali memperhatikan foto keluarga kecil Diana itu dengan seksama.

"Dia suamimu?" Tanya Ardhi setelah Diana berada disampingnya. Diana mengangguk singkat.

"Ya itu Mas Rey, suamiku." Ardhi tersenyum kemudian dia menyimpan kembali pigura itu di rak tv.

Diana menatap Ardhi dengan penasaran. Dia tentu menyadari perubahan raut wajah Ardhi saat melihat pigura itu. Raut wajahnya tak terbaca oleh Diana. Entah apa yang dipikirkan Ardhi.

"Mas, ada apa?" Tanya Diana seraya memegang lengan Ardhi. Ardhi menghadap Diana dan kembali tersenyum.

"Tidak apa-apa." Jawab Ardhi. Tapi Diana yakin ada sesuatu yang dipirkan Ardhi. Diana memilih diam saja, dia tidak mau bertanya, karena takut kalau Ardhi tidak mau ditanya.

Ardhi menatap Diana. Dia memang tidak apa-apa. Dia bahkan merasa biasa saja saat melihat foto itu. Hanya saja, dia baru tahu kalau ternyata kemiripan mata dan hidung Rio juga Hany ternyata berasal dari Ayah mereka. Bukan itu saja, Ardhi hanya merasa kaget saat melihat wajah suami Diana itu. Wajah suami Diana sangat mirip dengan seseorang yang di kenalnya. Tapi Ardhi tidak mau membicarakannya dengan Diana sekarang, karena dia harus cepat pulang.

"Aku harus pulang." Ucap Ardhi. Diana hanya diam saja.

"Oh ya. Besok aku akan menjemput Hany lalu menjemputmu. Jadi, kamu tunggu diparkiran saja." Ungkap Ardhi. Diana mengangguk singkat sebagai jawaban. Tapi, perkataan Ardhi selanjutnya membuat Diana terbelalak dan langsung berjalan menjauhi Ardhi.

"Aku ingin menciummu lagi." Diana melotot pada Ardhi dengan wajah yang sudah memerah. Diana tak menyangka kalau Ardhi akan mengatakan keinginannya itu dengan terang-terangan. Sedangkan Ardhi hanya tertawa melihat ekspresi wajah Diana yang malu bercampur marah.

Ardhi melangkah ke arah Diana lalu dengan cepat menarik tangan Diana hingga Diana terseret dan hampir menabrak tubuh Ardhi.

Dengan cepat pula Ardhi mendaratkan ciuman hangat yang penuh kasih sayang dan cinta di kening Diana. Setelah itu Ardhi pergi tanpa mempedulikan Diana yang masih mematung karena perlakuannya.

"Aku pulang dulu. Jaga dirimu dan cepatlah tidur." Setelah mengatakan itu, Ardhi menghilang di balik pintu. Dan untuk kedua kalinya, Diana jatuh terduduk setelah mendapatkan ciuman dari Ardhi. Namun, tidak ada air mata seperti malam kemarin. Yang ada hanya lah pekikan kesal juga wajah yang semerah tomat.

'Ada apa denganku?'

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel