Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9 Micha dan Juna

Bab 9 Micha dan Juna

Cukup lama Micha dan Juna saling berdiam diri dan bungkam, setelah saling menanyakan soal kabar. Keduanya malah asik berayun di atas ayunan yang mereka berdua duduki saat ini.

Ah... Lagi-lagi seperti ini. Kecanggungan yang selalu terjadi antara Juna dan Micha, membuat Micha makin terasa hampa saat berada di dekat Juna.

Micha tak pernah ingin membuka suara terlebih dahulu saat ia terjebak dalam situasi seperti ini dengan Juna. Micha malah membiarkan sepi ini ada di antara mereka. Menurutnya lebih baik seperti ini, karena jika mereka terlibat suatu obrolan. Micha tak pernah bisa mengimbangi pembahasan Juna. Terlebih jika Juna membahas sesuatu yang sama sekali tidak menarik baginya.

Awalnya Micha selalu sabar saat hanya menjadi pendengar. Tapi, makin lama rasanya Micha merasa muak.

"Cha."

Suara panggilan Juna yang lembut, berhasil menyadarkan Micha setelah sedari tadi Micha menyibukkan diri melamun dan membiarkan pikirannya melayang entah ke mana.

"Ya?"

"Eumm... Bagaimana dengan seminarnya?"

Micha menghela napas, "Berjalan cukup baik."

"Hmmm... Begitu. Jika aku boleh tahu, kamu sampai rumah pukul berapa?"

Micha menatap Juna sejenak, "Eum... Sekitar pukul tujuh malam."

Mendengar jawaban Micha ini, Juna sontak menatap Micha.

"Berarti aku datang di waktu yang salah--"

Juna menjeda ucapannya, ia tersenyum seraya menunduk, "--aku selalu seperti ini. Mengganggumu," sambungnya dengan lirih.

Micha melirik Juna sejenak lalu setelahnya ia kembali menghela napas. Juna terlalu baik dan itu rasanya makin membuat Micha semakin merasa serba salah.

"Kamu pasti lelah setelah seharian mengikuti acara seminar, kan?" tanya Juna kembali.

Micha menunduk dan menggigit bibir bawahnya, "Ya, sedikit."

Ah... Micha bingung harus menjawab apa. Jika iya menjawab sangat lelah, ia takut mengecewakan Juna. Tapi, ia sudah tak betah jika harus berlama-lama berada di situasi canggung ini. Maka, mungkin jawaban Micha yang baru saja ia lontarkan adalah jawaban terbaik.

Jangan salah paham! Bukan Juna yang membuat Micha tak betah. Ia hanya tak suka dengan kecanggungan ini.

Dan keduanya kembali hening setelah Micha menjawab. Sunyi untuk beberapa saat.

Juna tiba-tiba bangkit berdiri lalu menatap Micha yang kini mendongak menatapnya dengan mulut terbuka karena sedikit terkejut dengan pergerakan tiba-tiba Juna ini.

Juna tersenyum, " Eumm... Sepertinya... Lebih baik aku pulang saja agar kamu bisa beristirahat."

Micha ikut bangkit berdiri, "Maafkan aku, Jun."

Juna tersenyum manis hingga kedua matanya berbentuk seperti bulan sabit.

"Jangan minta maaf. Dengan melihatmu saja, ini sudah cukup bagiku."

Micha melipat bibirnya lalu menunduk.

Juna meraih jemari Micha lalu menggenggamnya dengan erat.

"Lain kali sebelum aku datang, aku akan memastikan bahwa aku tidak mengganggumu terlebih dahulu. Agar kita bisa menghabiskan waktu sedikit lebih lama."

Micha menatap mata Juna ketika ia berucap lembut dan manis seperti ini.

Sebagai perempuan, normal jika jantung Micha berdebar. Tidak ada satupun perempuan di dunia ini yang merasa biasa saja saat di perlakukan dengan baik dan hangat seperti ini. Terlebih orang yang memperlakukan baik dan hangat ini adalah orang yang di sukai.

Tapi, mengapa tingkat debarannya jauh berbeda saat ia bertemu dan di tatap oleh pemuda yang ia temui di acara seminar tadi?

Jangan bertanya apa yang terjadi dengan hati Micha saat ini! Karena Micha sendiri tidak mengerti.

Micha tersenyum tipis, "Iya, Jun."

Juna menghela napas lalu melepas genggaman tangannya, "Baiklah. Bisa kamu antar aku ke dalam untuk berpamitan dengan Papa dan Mamamu sebelum aku pulang?"

Micha mengangguk, "Iya. Ayo kita ke dalam dan menemui mereka!" jawab Micha seraya memutar tubuhnya dan melangkah ke arah rumahnya.

Juna mengangguk lalu melangkah di belakang Micha. Juna selalu seperti ini. Ia selalu membiarkan Micha berjalan terlebih dahulu, lalu setelah itu dirinya.

Juna jarang sekali berjalan di samping Micha. Entahlah, ada apa dengan pria ini?

Tapi Micha tidak pernah mempermasalahkan atau mungkin Micha tidak peduli soal ini.

Bagi Micha tak masalah di mana Juna berjalan. Tidak berpengaruh apapun untuknya.

Akhirnya setelah berpamitan kepada kedua orang tua Micha. Juna pun pergi setelah melambaikan tangannya pada Micha. Micha juga balas melambai dan tersenyum tipis.

Micha menghela napas, membalikkan tubuh lalu kembali ke dalam rumahnya setelah mobil Juna hilang dari pandangannya.

Micha benar-benar akan tidur setelah ini. Matanya sangat lengket dan Micha tak kuat lagi menahannya.

***

"Cha, bangun, Nak!"

Micha yang sebenarnya masih sangat mengantuk ini, lantas bergerak setelah sedari tadi meringkuk dan menggulung tubuhnya dengan selimut.

"Eum... Ada apa, Maaa? Aku masih mengantuk."

"Ini sudah siang, Cha. Sudah hampir pukul sebelas siang. Ayo bangun!" jawab Mama Micha sambil memukul gemas pantat Micha.

Micha yang masih memejamkan matanya itu, bergerak untuk melakukan peregangan pada tubuhnya.

"Cepatlah mandi dan bersiap-siap!"

Micha bangkit terduduk sambil menyugar rambutnya yang berantakan ini.

"Kita akan pergi? Tidak biasanya Mama menyuruhku mandi di hari minggu seperti ini, kecuali Mama mengajakku pergi."

Mama Micha menatap Micha seraya tersenyum, sesaat setelah membuka gorden berwarna pastel di kamar Micha ini.

"Pagi-pagi sekali Tante Ruby menelepon Mama dan meminta untuk bertemu di pusat perbelanjaan."

Micha balas menatap Mamanya sambil mengeryit, "Tante Ruby hanya meminta untuk bertemu dengan Mama, kan? Lalu mengapa aku harus ikut? Ah... Mama...." Micha kembali menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang dengan malas.

Padahal Micha sudah berencana akan tidur seharian di hari Minggu ini. Tubuhnya benar-benar payah.

Mama Micha mendelik, "Sejak kapan Tante Ruby hanya ingin bertemu dengan Mama saja? Dia pasti akan menyuruh Mama untuk mengajakmu. Karena yang sebenarnya dia rindukan bukan Mama. Tapi, kamu, Cha."

Micha melirik Mamanya sambil menghela napas.

"Mama tidak bilang jika aku sedang lelah setelah kemarin aku ikut seminar sehari penuh?"

Mama Micha tersenyum lebar seraya menggeleng, "Hehehe... Tidak."

Micha berdecak, "Tsk! Mama...."

Mama Micha bergerak untuk duduk di pinggiran ranjang Micha.

"Tante Ruby itu sangaaaattt merindukanmu, Cha. Kamu tidak kasihan padanya? Terlebih lagi, kemarin Juna bercerita bahwa kamu dan dia tidak mengobrol banyak karena kamu sedang lelah. Jadi, sebagai gantinya hari ini Tante Ruby mengajak kita bertemu di pusat perbelanjaan."

Micha mengeryit, "Berarti Juna juga akan ikut dengan Tante Ruby?"

Mama Micha mengangguk, "Tentu saja."

Micha menghela napas, "Jadi, dengan kata lain. Mama dan Tante Ruby akan mendengarkan aku dan Juna mengobrol?"

Mama Micha menatap ke arah langit-langit kamar Micha seperti sedang berpikir, "Eum... Jika kalian tidak nyaman, Tante dan Mama bisa pergi dan membiarkan kalian mengobrol berduaan saja kok. Tapi, jika kalian tidak masalah dengan kehadiran kami, Mama dan Tante Ruby akan dengan senang hati menemani kalian," jawab Mama Micha dengan senyum sumringah.

Micha memutar bola matanya, "Astaga... Ada apa dengan Mama dan Tante Ruby? Aku dan Juna pasti tidak nyaman jika di awasi seperti itu."

Mama Micha melirik Micha sambil tersenyum, "Oh... Begitu. Baiklah, Mama mengerti jika kamu ingin berduaan saja dengan Juna. Mama paham kok, sayang...," goda Mama Micha.

Micha mendelik, "Ha?! Bu--bukan seperti itu, Ma!" pekik Micha salah tingkah.

"Baiklah, baiklah. Mama akan tutup mulut soal ini dari Juna," ujar Mama Micha makin menggoda Micha.

Micha sontak bangkit terduduk, "Ah, Mama... Hentikan ituuuuu... Bukan begitu maksudkuuuu...," rengek Micha.

Mama Micha tertawa, "Hahaha... Astaga... Anak Mama malu, ya? Iya, baiklah. Ayo cepat mandi! Mama sudah berjanji akan sampai satu jam lagi karena membangunkanmu pasti membutuhkan waktu yang lama," ujar Mama Micha sambil bangkit berdiri.

Micha menghela napas sambil mengangguk, "Iya, baiklah. Aku akan mandi."

"Baiklah. Mama juga akan bersiap-siap, ya?"

"Iya, Ma," jawab Micha sambil menyingkap selimutnya lalu turun dari ranjangnya dan langsung melangkah ke arah kamar mandi.

Sedangkan Mamanya telah keluar dan menghilang setelah menutup pintu kamar Micha.

Ha... Sejak kapan Micha dan Juna jadi sering bertemu seperti ini? Padahal biasanya mereka akan kembali bertemu setelah beberapa bulan. Apa yang di rencanakan Mama Micha dan Mamanya Juna?

Bersambung.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel