Bab 10 Pertemuan Micha, Juna, Mama Micha dan Mama Juna
Bab 10 Pertemuan Micha, Juna, Mama Micha dan Mama Juna
"Dara! Di sini! Yuhuuu...."
Mama Micha dan Micha kompak menatap sumber suara ketika mereka baru saja memasuki pintu sebuah restoran ramen terkenal yang terletak di lantai tiga pusat perbelanjaan ini.
"Itu Tante Ruby, Cha. Ayo kita ke sana!" pekik Mama Micha sambil merangkul bahu anak gadisnya ini.
Micha hanya tersenyum seraya mengangguk ketika ia turut melangkah bersama Mamanya.
"Halo, anak cantiknya Tante... Hmm... Gemas sekali...," pekik Mama Juna yang langsung menarik tangan Micha dan membawanya ke dalam pelukan hangatnya, bahkan sebelum Micha benar-benar sampai di meja yang sudah di pesan oleh Juna dan Mamanya ini.
Mama Juna terlalu rindu pada Micha sehingga beliau nampak sangat heboh saat melihat wajah dan senyuman manis Micha.
Micha tersenyum lebar ketika Mama Juna memeluknya dengan erat seperti ini.
"Apa kabar, sayang? Tante sangat rindu padamu," tanya Mama Juna kepada Micha sambil mengusap rambut halus nan panjang milik Micha.
"Kabar baik, Tan. Micha juga merindukan Tante."
Mama Juna melepaskan pelukannya lalu menatap Micha dengan wajah cemberut. Tentu saja beliau sedang berpura-pura marah kepada Micha.
"Tsk! Tante tidak percaya kamu juga merindukan Tante. Kenyataannya kamu tidak pernah berniat menemui Tante walau Tante sering mengutarakan kerinduan Tante kepada Mamamu."
Sungguh. Micha tidak pernah bermaksud mengabaikan Mama Juna. Dia hanya benar-benar tidak bisa pergi menemui Mama Juna ini karena kesibukannya.
"Maafkan aku, Tante... Aku sangat sibuk akhir-akhir ini," ujar Micha dengan ekspresi penuh penyesalan.
Melihat wajah sedih Micha, senyum di bibir Mama Juna terkembang. Entah mengapa Micha malah terlihat makin menggemaskan jika seperti ini. Benar-benar seperti bayi.
"Hahaha... Aduh... Mengapa kamu menggemaskan sekali sih? Iya... Tidak apa-apa. Tante mengerti, sayang. Tante tadi hanya menggodamu dengan berpura-pura marah. Bagaimana akting Tante? Bagus tidak? Apa Tante sudah terlihat seperti Ibu mertua yang sangat jahat di sinetron?" ujar Mama Juna sambil mengusap sayang kedua pipi Micha dengan Ibu jarinya.
Micha tersenyum lebar, "Tante bisa saja."
"Ayo duduk! Kamu duduk di dekat Tante ya, Cha?" ucap Mama Juna sambil merangkul bahu Micha dan mengarahkan gadis cantik calon menantunya ini untuk duduk di dekatnya.
Micha tersenyum, "Iya, Tante."
Mama Micha yang sudah mengambil duduk sedari tadi hanya bisa tersenyum melihat keakraban calon besan dan anak gadisnya ini.
"Jun, berpindahlah dekat dengan Tante Dara! Mama ingin duduk dekat dengan anak gadis Mama. Hust!" usir Mama Juna sambil memukul bahu anak lelakinya itu, Juna.
Juna yang sabar ini hanya tersenyum lalu bergerak untuk berpindah tempat. Tidak mengherankan jika Mamanya bersikap seperti ini pada Micha. Karena Mama Juna memang sudah sangat menyayangi Micha, bahkan sejak Micha masih balita.
Micha bagaikan malaikat kecil lucu di mata Mama Juna. Anak dari sahabatnya itu berhasil membuatnya merasa jatuh cinta kembali. Setiap kali Mama Juna melihat Micha, semangat hidup Mama Juna bertambah seribu persen.
"Ra, pesan apapun yang ingin kamu makan, ya?" ujar Mama Juna pada Mama Micha.
Mama Micha mengangguk dan tersenyum, "Iya, By."
Mama Juna pun ikut tersenyum lalu setelah itu beliau kembali menatap Micha yang duduk tepat di sampingnya.
"Cha, kamu ingin makan apa?"
Micha memandangi buku menu yang di depannya. Bola matanya bergerak ke kiri dan ke kanan memperhatikan deretan menu.
"Aku pesan ramen original saja, Tan."
Mama Juna tersenyum lalu mencubit pipi Micha dengan gemas, "Hmmm... Pilihan tepat. Itu juga kesukaan Tante, Cha."
Micha sejenak menatap Mama Juna, "Oh, ya? Hahaha... Mengapa selera kita bisa sama ya, Tan?"
"Itu artinya kita berjodoh sebagai menantu dan mertua, sayang," jawab Mama Juna.
Micha tersenyum lebar, "Iya, bisa jadi seperti itu, Tan."
Mama Juna mengangguk-angguk setuju.
"Nanti setelah ramen datang, ijinkan Tante menyuapimu, ya?"
Micha berkedip bingung, "Heum? Tante ingin menyuapiku?"
Mama Juna mengangguk-angguk antusias.
"Boleh, kan?"
Micha menatap ke arah Mamanya sejenak, lalu beralih menatap Mama Juna kembali.
"Boleh, Tan. Walau sejujurnya aku agak malu," jawab Micha sambil menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Iya, By. Biarkan anakku makan sendiri. Dia bukan gadis kecil lagi, kan?"
Mama Micha turut membuka suara ketika sahabatnya ini mulai berlebihan.
Mama Juna menatap Mama Micha lalu mengibaskan tangan di depan wajahnya.
"Heish... Tidak masalah. Bagiku, Micha tetap menggemaskan seperti saat Micha masih balita. Juna saja terkadang masih aku suapi, apalagi Micha, Ra."
Dara, Mama Micha hanya bisa tersenyum.
"Baiklah. Selagi Micha ada di dekatmu, puaskanlah rasa rindumu padanya. Anak ini sekarang susah sekali mendapat waktu luang. Kegiatan di kampusnya sangat padat."
"Ya, maka dari itu, Ra," ujar Mama Juna kepada Mama Micha lalu setelah beliau kembali menatap Micha dan mengusap-usap puncak kepala Micha dengan lembut.
Berbeda dengan Juna yang sedari tadi terus saja mengarahkan pandangannya pada Micha yang kini nampak cantik dengan padu padan pinofore dress dan long sleeve t-shirt berwarna abu-abu senada. Hanya abu-abu lebih tua atau lebih muda yang menjadi pembeda atas keduanya. Micha juga mengenakan sneaker dan sling bag untuk menambah penampilannya. Micha malah nampak tak peduli dengan keberadaan Juna. Ia bahkan belum sekalipun membalas tatapan Juna padanya.
Tapi, semua ini tidak pernah menjadi masalah berarti bagi seorang guru seni rupa di sekolah menengah atas ini. Tak masalah jika cintanya pada Micha jauh lebih besar.
Inilah resiko perjodohan. Ia hanya harus sabar sebentar saja sampai Micha benar-benar membuka hati sepenuhnya.
Ia masih sedikit bersyukur karena Micha bukan tipe gadis yang serta merta menolak dan menyakiti hatinya serta hati kedua orang tuanya.
Inilah salah satu alasan mengapa Juna jatuh hati pada gadis ini sejak pertemuan pertama.
Tak salah jika Mamanya begitu sayang dan menyayangi Micha, karena apa yang Mama Juna rasakan, Juna pun ikut merasakannya.
"Enak tidak, Cha?" tanya Mama Juna sesaat setelah beliau menyuapi Micha.
Micha mengangguk-angguk sambil terus mengunyah.
"Ya, enak sekali, Tante. Ramen di tempat ini rasanya memang tidak pernah mengecewakan," jawab Micha setelah ia menelan ramennya.
"By, sebaiknya kamu juga makan. Ramen milikmu nanti mendingin," ujar Mama Micha sambil menunjuk ramen original yang Mama Juna abaikan.
Mama Juna melirik Mama Micha, "Tsk! Kamu ini cerewet sekali sih, Ra. Kamu tak lihat aku masih menyuapi anak gadisku?!"
"Iya, aku tahu. Tapi, makanlah sesekali juga. Kalau ramennya dingin jadi tidak enak, kan?"
"Biarkan saja, nanti biar aku pesan lagi."
Mama Micha menghela napas. Mama Micha tak habis pikir mengapa Mama Juna berlebihan sekali kepada anak gadisnya ini?
"Jun," panggil Mama Micha pada Juna yang duduk di sebelahnya.
"Ya, Tan?" Juna menanggapi setelah ia menegakkan kepala dan menatap Mama Micha.
"Kamu mau Tante suapi juga, tidak?" tanya Mama Micha sambil mengarahkan ramen yang sudah ia apit dengan sumpitnya ini kepada Juna.
Senyum Juna terkembang. Mama Micha memang lucu.
Micha dan Mama Juna yang kompak melihat tingkah Mama Micha ini lantas tertawa.
Mama Micha yang di tertawakan hanya membalas dengan delikan tajam. Berpura-pura kesal, tentu saja.
"Mengapa kalian tertawa? Biar Juna tidak cemburu karena Mamanya sibuk menyuapi anak gadis orang lain. Maka, biar Tante saja yang menyuapimu, Jun."
Juna tersenyum malu, "Tidak perlu, Tan. Aku makan sendiri saja."
Mama Micha mendelik, "Eh?! Kamu menolak Tante suapi? Wah... Tidak sopan," ujar Mama Micha seraya tersenyum.
Juna tersenyum, "Baiklah. Aku mau Tante suapi."
Mama Micha tersenyum lebar lalu menyuapkan ramen pada mulut Juna. Mama Juna tertawa geli bersama Micha setelah melihat betapa manisnya Juna dan Mama Micha ini.
"Ra, kita tukar anak saja, ya? Biarkan Micha menjadi anakku," ujar Mama Juna.
Juna mendelik, "Apa yang baru saja Mama ucapkan?!"
Mama Juna melengos, "Mama mau tukar anak saja dengan Tante Dara. Memiliki anak lelaki tidak bisa di ajak pergi ke salon, memasak dan berbelanja bersama. Terlebih hidupmu sepanjang hari hanya bekerja, diam di dalam kamar dan membaca. Haa... Mengapa aku memiliki anak yang sungguh tidak asik sepertimu sih?!"
Micha dan Mama Micha terbahak mendengar ini. Membuat telinga Juna memerah karena malu.
"Issshhh... Mama."
Interaksi Mama Juna, Mama Micha, Juna dan Micha ini sungguh hangat, kan? Tapi, lagi-lagi yang Micha rasakan di dalam hatinya adalah kehampaan.
Micha malah teringat pemuda yang ia temui kemarin ketika ia tak sengaja melihat gerombolan para siswa menengah atas yang memasuki restoran ramen sembari bercanda ria khas pemuda-pemuda seusia mereka.
Bersambung.