Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7 Pria Dewasa atau Pria Berondong?

Bab 7 Pria Dewasa atau Pria Berondong?

Micha, Anna dan Arumi nampak membawa nampan berisi makanan masing-masing lalu sepakat mengambil duduk di pojok restoran, yang dekat dengan kaca besar agar ketiganya dapat melihat pemandangan di luar restoran sesekali.

Micha, Anna dan Arumi memang pelanggan setia restoran ayam goreng yang cukup terkenal ini.

Berbeda dengan Arumi dan Micha yang langsung melahap makanan di depannya, Anna masih nampak menunduk dan memainkan ponselnya.

"Na, makanlah terlebih dahulu! Nanti saja bermain ponselnya," tegur Micha pada Anna.

Anna hanya mengangguk saja saat menanggapi teguran Micha ini.

Kesal dengan sikap Anna ini, Arumi lantas mengangkat tangannya dan mencuri satu kotak kentang goreng milik Anna.

"Eh... Kembalikan, Mi! Itu milikku!" pekik Anna sambil menarik pergelangan tangan Arumi dan merebut kembali kentang goreng miliknya.

Arumi mencebikkan bibir, "Wah... Kamu hebat, ya? Padahal sedari tadi kamu menunduk menatap ponsel dan hanya menanggapi teguran Micha dengan anggukan saja, seolah antara otak dan pikiranmu sedang tidak sinkron. Tapi, saat aku mencoba untuk mencuri kentangmu. Kamu bisa langsung menyadarinya."

Anna menatap Arumi lalu menggoyang-goyangkan telunjuknya di depan wajah Arumi.

"Oh... Itu jelas. Respon tubuhku langsung bekerja cepat, ketika makanan kesukaanku akan di curi orang."

Arumi sebenarnya ingin membalas ucapan Anna ini. Tapi, mulutnya sedang penuh dengan makanan. Jadi, yang bisa ia lakukan hanyalah memberikan delikan tajamnya pada Anna yang kini malah tersenyum tanpa dosa padanya.

Micha lagi-lagi hanya bisa tersenyum ketika dua sahabatnya ini kembali berulah. Lagipula, saat ini ia tak ingin ikut dalam kegilaan Arumi dan Anna. Konsentrasinya hanya berpusat pada makanan yang kini sedang dikunyahnya.

"Cha, coba sekarang ceritakan padaku soal pemuda tadi. Mengapa dia tiba-tiba mengajakmu berbicara? Kamu mengenalnya?"

Micha menggeleng sesaat setelah menggigit satu suapan besar roti berisi daging cacah yang di bentuk bulat, di lengkapi dengan sayur selada dan tomat serta bumbu lainnya. Orang biasa menyebutnya, hamburger.

"Jika kalian tidak saling mengenal sebelumnya, mengapa dia berbicara denganmu dan membahas soal nomor ponsel juga?"

Arumi meraih gelas berisi minuman berkarbonasinya lalu meneguknya sekali.

"Mengapa yang seperti itu masih kamu tanyakan, Na? Sudah jelas jika pemuda itu mengajak Micha berkenalan, kan? Ah...."

Anna menatap Arumi, "Iya aku paham. Yang menjadi pertanyaanku, mengapa pemuda itu mengajak Micha berkenalan?"

"Ya karena dia tertarik pada Micha."

Mendengar ini, Anna langsung mendelik heboh ke arah Micha.

"Woah! Pelet apa yang sudah kamu pelajari hingga seorang pria berondong tertarik padamu, Cha? Ah... Tolong ajari aku juga, Cha. Kumohon."

Micha memutar bola matanya. Anna benar-benar sudah gila.

"Ada-ada saja kamu ini. Aku bahkan tidak tahu sama sekali soal pelet," ucap Micha.

"Baiklah, jika bukan soal pelet. Heum... Bagaimana caramu tebar pesona sehingga pemuda tadi tiba-tiba masuk ke dalam perangkapmu?" Anna kembali bertanya.

Ah... Entah mengapa Anna sangat berambisius mendapatkan seorang pria berondong. Bahkan rasanya Anna menjadi sedikit berlebihan seperti saat ia mencerca Micha sekarang ini.

Micha mengeryit, "Siapa yang tebar pesona? Kamu sudah menjadi sahabatku, berapa tahun? Apa aku pernah tebar pesona kepada laki-laki?" jawab Micha setelah ia menelan hasil kunyahannya.

Anna menggaruk kepalanya yang tak gatal sambil tersenyum canggung, "Hehehe... Iya memang. Kamu bahkan nyaris tak pernah memikirkan soal pria dan cinta. Gadis paling cuek yang pernah aku kenal."

"Iya itu benar," imbuh Arumi.

"Tapi, aku sempat sedikit terkejut saat kamu bercerita bahwa kamu menyetujui perjodohan yang telah di sepakati oleh orang tuamu. Aku pikir kamu tidak akan mau berurusan dengan yang seperti itu, Cha," ujar Anna kembali.

Micha tersenyum, "Awalnya jelas aku menolak. Tapi, karena dia sangat baik dan sabar. Aku menyetujuinya."

"Berarti kamu menyukainya?" tanya Arumi.

"Iya."

"Lantas bagaimana dengan pemuda tadi? Mengapa saat aku bertanya, 'Kamu menyukainya?', kamu juga menjawab 'Sepertinya iya', kan?"

Micha berkedip dan menelengkan kepalanya. Ia juga tak tahu harus menjawab apa. Ia tak paham dengan hatinya sendiri.

"Soal itu... Aku... Tak tahu, Mi."

Anna dan Arumi kompak mendelik dan membuka mulut.

"Ha?! Bagaimana kamu ini, Cha?" pekik Arumi.

Micha melirik Arumi, "Tsk! Aku tidak tahu. Aku tidak bisa memahami perasaanku sendiri."

Anna yang masih belum mendapat jawaban pasti tentang pemuda yang mengajak Micha berkenalan, nampak masih penasaran.

"Cha, bisa kamu ceritakan padaku lebih detail awal mula pertemuanmu dengan pemuda itu? Lalu, bagaimana bisa tiba-tiba kamu menyimpulkan bahwa kamu menyukai pemuda itu?" tanya Anna.

Micha meraih botol berisi air mineral dingin yang terletak di sampingnya, lalu meneguknya beberapa kali.

"Baiklah, aku akan bercerita. Tadi ketika kamu menarik kami masuk ke dalam antrian para siswa menengah atas untuk mengambil makan siang. Kami berdua melarikan diri saat kamu sibuk tebar pesona--"

"Huh! Dasar kalian berdua kurang ajar!" pekik Anna menggerutu.

Micha dan Arumi kompak tersenyum lebar saja menanggapi omelan Anna ini.

"Lalu setelah itu?" Anna kembali bertanya karena makin penasaran.

"-- karena kami terus berlari dan tak memperhatikan arah depan. Alhasil aku malah menabrak seorang pemuda. Jus jeruk yang kubawa mengenai seragamnya," sambung Micha.

"Ahahahahahahaha... Rasakan itu! Kalian berdua berdosa padaku. Itulah akibatnya jika kalian mengerjai gadis polos, manis dan baik hati sepertiku ini," ujar Anna sambil terus tertawa puas dan bertepuk tangan.

Micha dan Arumi kompak mencebikkan bibir mendengar ucapan Anna yang sangat percaya diri ini.

"Apa kamu sudah puas tertawa?!" tanya Micha.

Anna langsung menghentikan tawanya lalu duduk tegak dengan ekspresi serius.

"Ehem! Ya, sudah. Ayo lanjutkan, Nisanak!"

Micha malah ingin terbahak saat melihat tingkah lucu Anna ini.

"Lalu, ketika aku sadar sudah mengotori seragamnya. Aku langsung meraih tisu dan bermaksud membersihkan noda jus jeruk di seragam putihnya itu. Tapi, rasanya perbuatanku malah makin membuat seragamnya kotor. Di tengah kepanikanku, pemuda itu tiba-tiba memegang kedua pergelangan tanganku dan menghentikan pergerakanku. Dan disaat itulah aku melihat mata setajam serigalanya dan wajah tampannya, Na. Jantungku berdebar cepat ketika dia berucap dengan sangat lembut padaku."

Anna tersenyum dan terlihat amat tertarik dengan cerita Micha ini.

"Lalu setelah itu?"

"Aku melarikan diri karena tiba-tiba saja dia memajukan wajahnya untuk mendekati wajahku, lalu dia meminta nomor ponselku. Ah... Jika mengingatnya, kakiku merasa lemas kembali," ujar Micha sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya karena malu.

Anna tersenyum lebar, "Kamu akhirnya percaya jika pesona seorang pria berondong itu sangat mematikan, kan?"

Micha membuka tangkupan tangannya lalu mengangguk, "Iya. Mereka benar-benar meresahkan, Na. Aku takut benar-benar jatuh hati padanya. Karena menurut novel romansa yang kubaca, salah satu tanda seseorang jatuh hati adalah jantung berdebar kencang ketika dekat dengan orang yang di sukai."

"Iya, itu memang benar. Tapi, sayangnya kamu benar-benar bodoh! Kamu malah melarikan diri ketika pemuda itu meminta nomor ponselmu."

Arumi memutar bola matanya ketika ia mendengar kedua sahabatnya ini sibuk memuji para berondong.

"Aku malah mendukung sikap Micha yang langsung melarikan diri itu."

Anna mendelik, "Ah... Kamu ini memang tidak asik!"

Arumi melipat tangan di dada, "Justru kalian itu yang tidak asik. Apa yang bisa mereka belikan untuk kita ketika berkencan? Sedangkan mereka belum berpenghasilan. Mereka berkencan dengan uang hasil meminta orang tua? Ah... Menggelikan sekali! Aku akan malu setengah mati jika berpacaran dengan pria yang seperti itu."

Micha menatap Arumi, "Jadi menurutmu, lebih baik berkencan dengan pria yang sudah mapan seperti tunanganku itu?"

Arumi menjentikkan jarinya, "Tepat sekali! Tunanganmu itu lebih dewasa. Dia pasti lebih sabar dan mengalah."

"Hei, jangan salah, Mi! Banyak juga pria berondong yang berpikiran dewasa dan mengalah, meski usia mereka terbilang sangat muda. Usia itu tidak bisa menjadi tolok ukur seseorang untuk bersikap dewasa. Lagipula berpacaran dengan lelaki yang berusia dewasa belum tentu membuatmu bahagia. Micha saja selalu merasa hampa saat bersama Juna," sanggah Anna tak terima.

"Ah... Tetap saja. Pria berondong sewaktu-waktu akan menunjukkan sikap kekanakannya. Mereka tidak akan bisa menyelesaikan suatu masalah seperti pria dewasa."

"Ish... Kamu ini! Sudah kubilang bahwa yang seperti itu tidak bisa menjadi tolok ukur."

Micha menghela napas ketika kedua sahabatnya ini kembali beradu argumen.

"Hei, sudah... Cukup! Mengapa kalian malah bertengkar? Nyatanya aku tidak jadi berkenalan dengan pemuda itu, kan? Jangan berdebat lagi!"

Anna dan Arumi kompak terdiam ketika menyadari perkataan Micha ini, memang ada benarnya.

"Lebih baik sekarang cepat habiskan makanan kalian, lalu setelah itu kita pulang. Aku benar-benar lelah hari ini," sambung Micha seraya melahap kentang goreng miliknya.

Anna dan Arumi menghela napas lalu ikut melahap makanan mereka dalam diam.

Bersambung.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel