Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6 Terpesona Pada Pandangan Pertama

Bab 6 Terpesona Pada Pandangan Pertama

Micha dan Arumi terengah bersama sambil berdiri di depan kaca besar toilet umum gedung Expo.

"Hah... Hah... Sebenarnya ada apa denganmu, Cha?! Mengapa kamu tiba-tiba berlari?! Heum?" pekik Arumi pada Micha seraya mengatur napas dan detak jantungnya.

Micha yang juga sedang mengatur napas ini lantas melirik Arumi.

"Hah... Hah... Kamu... Kamu tidak lihat aku sedang melarikan diri?"

Arumi mengeryit, "Heum? Melarikan diri dari siapa?"

Micha menghembuskan napas sembari terpejam erat.

"Dari pemuda yang baru saja ku tabrak."

Arumi berkedip, "Bagaimana bisa kamu malah melarikan diri setelah melakukan kesalahan, Cha?"

Micha menunduk lemah, "Aku tidak bermaksud melarikan diri sebenarnya, Mi. Tapi...."

Micha menjeda ucapannya dan menatap Arumi dengan sudut-sudut bibir yang tertarik ke arah bawah.

Arumi mengeryit, "Tapi apa?"

Micha menghela napas, "A--aku... Tidak kuat melihat mata dan senyuman pemuda itu," ucap Micha dengan lirih.

"Heum? Mengapa harus tidak kuat? Ada apa denganmu?" Arumi masih saja tak paham.

Micha kembali menunduk dan memainkan jemari-jemari tangannya.

"Entah. Aku juga tak paham, Mi. Tapi, saat melihat mata dan senyumnya, jantungku berdetak seratus kali lebih cepat," jawab Micha.

Arumi menepuk keningnya, "Astaga... Apa yang sudah terjadi dengan hati kedua sahabatku ini, Ya Tuhan?!"

Micha hanya melirik ke arah Arumi sambil memasang wajah imut seperti bayi.

"Kamu terpesona pada pemuda itu?"

Micha mengangguk.

"Menyukainya?"

"Se--sepertinya iya, Mi."

Arumi seperti tersambar petir di siang bolong saat mendengar pengakuan Micha ini.

"Kamu sudah gila, Cha!"

Micha meraup seluruh wajahnya dan mengusapnya.

"Iya, benar katamu. Aku memang gila, Mi."

Arumi makin frustasi karena sikap Micha ini. Baginya, Anna saja sudah sangat memalukan. Mengapa sekarang harus di tambah dengan kegilaan Micha juga?

Apakah di antara mereka bertiga hanya Arumi yang waras?

"Ayo sekarang kita keluar!" ajak Arumi setelah menggenggam pergelangan tangan Micha dan menarik gadis itu untuk keluar dari toilet ini.

"Eh, Mi! Aku tidak mau. Bagaimana jika nanti aku bertemu lagi dengan pemuda itu? Aku tidak bisa, Mi. Jantungku ini lemah. Aku pasti pingsan nanti," ujar Micha sambil menahan langkah Arumi.

Arumi mendengus seraya memutar bola matanya dengan kesal.

"Kita harus kembali ke acara karena waktu istirahat peserta akan berakhir lima menit lagi. Lagipula, kita sudah meninggalkan Anna begitu saja, kan? Dia sekarang pasti sedang kebingungan mencari kita, Cha."

"Ya, tapi...."

Arumi menghela napas, "Ya sudah terserah! Jika kamu masih mau di sini saja. Aku akan keluar," ujar Arumi mulai melangkah kembali.

"Eh, Mi!"

Arumi lagi-lagi harus menghentikan langkahnya karena Micha mencegahnya.

"Ada apa, Cha?!"

"Aku ikut keluar," cicit Micha.

Astaga... Semoga kesabaran Arumi tidak ada batasnya. Agar ia dapat terus sabar saat menghadapi kegilaan kedua sahabatnya ini.

"Ya sudah. Ayo!" ucap Arumi sembari menggandeng tangan Micha dan keluar dari toilet.

Mereka akan kembali mengikuti acara seminar.

***

Anna mendelik ketika melihat kedua sahabatnya duduk di kiri dan kanannya.

"Darimana saja kalian berdua?! Mengapa kalian tadi meninggalkanku?!"

Arumi hanya melirik Anna dengan malas, "Tanyakan saja pada Micha."

Anna mengernyit, "Heum?"

Anna lantas beralih menatap Micha yang kini nampak duduk kaku.

"Cha, apa baru saja terjadi sesuatu yang aku tidak ketahui? Ada apa? Kalian bertengkar?"

Micha menggeleng.

"Lalu ada apa?" bisik Anna karena moderator kembali memulai acara.

Micha hanya menjawab pertanyaan Anna dengan isyarat telunjuk tangan yang ia tempelkan pada bibirnya.

"Oh, baiklah."

Tapi, bukan Anna jika ia cepat puas dengan sesuatu yang belum ada jawaban pastinya.

Ia akhirnya kembali bergerak untuk menatap Arumi.

"Mi, ada apa?" bisik Anna pada Arumi.

Arumi menatap Anna, "Tidak ada apa-apa."

Anna mengernyit, "Aku tidak percaya. Ada yang kalian sembunyikan dariku, ya?"

Arumi menghela napas, "Tsk! Nanti saja, Na. Acaranya sudah di mulai. Sstt!"

"Kalian tadi sudah makan, kan?"

Arumi menggeleng.

Anna mendelik, "Ha?! Mengapa kalian tidak makan? Lalu sedari tadi kalian kemana saja?"

Astaga... Kepala Arumi akan pecah rasanya mendengar kecerewetan Anna yang tak tahu tempat ini.

"Na, bisa diam, tidak?!" bisik Arumi sambil melotot untuk memperingatkan Anna.

Anna melipat bibirnya, "Maaf. Iya, baiklah. Aku akan diam."

"Bagus! Fokus terlebih dahulu dengan materinya."

"Iya, Mi."

Pada akhirnya mereka bertiga pun kembali fokus, meski kali ini Micha dan Arumi tidak terlalu aktif karena lapar.

***

Acara seminar berakhir pada pukul lima sore. Micha, Anna dan Arumi berjalan ke pintu keluar gedung sambil menjinjing souvenir seminar di tangan masing-masing.

Ketiganya berjalan dengan wajah lesu dan langkah lemah karena terlalu lelah. Terlebih saat istirahat tadi, Micha dan Arumi tidak memasukan satupun makanan ke dalam mulutnya.

Alhasil sekarang baik Arumi atau Micha sedang menahan rasa melilit yang luar biasa di dalam perut masing-masing.

"Sebelum pulang, ayo kita mampir ke restoran ayam goreng terlebih dahulu!" ajak Arumi pada Micha dan Anna.

"Kamu kelaparan, ya?" tanya Anna sambil tersenyum dan melirik Arumi.

"Ya. Benar-benar kelaparan!" pekik Arumi sambil mendelik ke arah Micha yang nampak santai dan tak peduli dengan delikan mata Arumi padanya.

"Kalian ada apa? Coba sekarang beri tahu aku," tanya Anna pada kedua sahabatnya ini.

"Tadi sudah kubilang, kan? Tanyakan saja pada Micha," jawab Arumi.

Anna menatap Micha, "Cha, jawab aku. Ada apa? Tadi kalian berdua pergi kemana? Mengapa meninggalkanku? Dan mengapa juga kalian berdua sampai tidak makan siang?"

Micha melirik Anna dan menghela napas dengan lemas.

"Ah... Ceritanya panjang. Saat ini aku sungguh sangat lemah hanya untuk sekedar bercerita padamu, Na. Aku lapar sekali, tahu!"

Anna mencebikkan bibir, "Huuu... Rasakan itu! Kalian berdua berdosa kepadaku karena tadi telah meninggalkanku seorang diri. Sekarang rasakan akibatnya! Kalian kelaparan, kan? Hahahaha..." ejek Anna sambil tertawa puas.

Melihat Anna tertawa, Micha dan Arumi kompak saling menatap lalu memukul lengan Anna karena sudah bahagia di atas penderitaan para sahabatnya.

"Aduh, sakit! Tangan kal--"

"Hai, Kak."

Sapaan seorang pemuda yang sekarang sedang berdiri menjulang bersama ketiga temannya yang lain, menghentikan langkah Anna, Micha dan Arumi.

"Eh?!" pekik Micha karena terkejut.

Pemuda pemilik mata setajam serigala ini, tersenyum.

"Masih ingat denganku, Kak?"

Micha kembali susah payah menelan ludah ketika ia melihat senyum mematikan pemuda ini.

"Y--ya. Aku masih ingat. A--ada apa?"

"Bagaimana soal nomor telepon? Kakak belum menjawabnya, kan?"

Micha berkedip dan salah tingkah saat pemuda yang sedang memakai seragam putih abu-abu ini kembali bertanya nomor teleponnya.

Ini sama artinya dengan pemuda tampan ini sedang mengajaknya berkenalan, kan?

"A--aku...."

Pemuda ini tersenyum saat melihat kegugupan Micha.

"Baiklah. Jika Kakak tidak ingin memberiku nomor telepon. Perkenalkan namaku...."

"Ah, maafkan aku!"

Ya. Micha kembali melarikan diri dari hadapan pemuda ini dan berlari meninggalkan Anna dan Arumi. Bahkan ia mengabaikan uluran tangan pemuda tampan ini.

"Loh?! Cha?! Cha, tunggu!" teriak Arumi ketika ia melihat Micha berlari terlebih dahulu ke arah parkiran.

Arumi ingin segera berlari dan mengejar Micha. Tapi, ia harus menghentikan langkahnya ketika ia melihat Anna malah kembali tebar pesona dan mengernyih kepada para pemuda yang baru saja berbicara dengan Micha.

"Ishhh... Ayo, Na!" pekik Arumi sambil meraih pergelangan tangan Anna dan menarik gadis itu untuk ikut berlari bersamanya.

Anna yang di tarik seperti ini malah sibuk melambai meski ia terus saja terseok karena tarikan tangan Arumi padanya.

"Ishhh... Mengapa kamu menarikku, Mi?! Padahal tinggal sedikit lagi aku akan mendapatkan nomor salah satu dari mereka! Ah... Kamu ini benar-benar tidak senang jika sahabatmu ini bahagia, ya?!" pekik Anna ketika ia telah berada di dekat Micha bersama Arumi.

Micha sedang menempelkan punggungnya ke mobil dan mengusap-usap dadanya.

"Ssttt! Diam," Arumi langsung membungkam mulut Anna agar gadis ini tidak terus berisik.

"Cha, mengapa kamu seperti ini lagi? Hah... Aku lelah selalu mengejarmu tiap kali kamu tiba-tiba berlari dan melarikan diri seperti ini," ucap Arumi yang benar-benar tak habis pikir dengan sikap Micha ini.

Micha bergerak untuk menatap Arumi dan Anna.

"Aku tidak kuat jika berada di dekatnya, Mi. Aku sungguh malu," jawab Micha.

Arumi menghela napas, "Iya. Tapi, jangan tiba-tiba melarikan diri seperti itu!" pekik Arumi kesal sekali.

"Lalu aku harus bagaimana, Mi?! Tidak ada yang bisa kulakukan lagi, selain melarikan diri demi keamanan jantungku."

Arumi menghela napas, "Ah... Terserah kamu saja! Aduuhh... Perutku makin lapar rasanya," keluh Arumi sambil mengusap perut ratanya.

"Sebentar! Cha, pemuda tampan tadi itu, siapa?" kali ini Anna membuka suara ketika berhasil melepaskan diri dari bungkaman Arumi.

Micha menghela napas, membalikkan tubuhnya dan membuka pintu mobilnya.

"Nanti saja aku ceritakan. Ayo kita makan!" jawab Micha.

"Traktir ya, Cha?" tanya Anna dengan senyum merekah.

"Iyaaa... Sudahlah. Ayo cepat masuk!" ujar Micha dengan lemah sambil masuk ke dalam mobil dan duduk di balik kemudi.

"Horeeeee! Ayo kita makan, Mi!" teriak Anna sambil menarik tangan Arumi yang sudah amat lemah ini untuk memasuki mobil Micha.

Dan selanjutnya, mobil Micha pun pergi dari parkiran Expo dan memecah ramainya jalanan kota sore ini.

Bersambung.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel