Bab 5 Hei, Pemilik Mata Setajam Serigala!
Bab 5 Hei, Pemilik Mata Setajam Serigala!
Seminar pada umumnya merupakan sebuah bentuk pengajaran akademis, baik di sebuah Universitas maupun diberikan oleh suatu organisasi komersial atau profesional. Sebuah seminar biasanya memiliki fokus pada topik khusus, di mana mereka yang hadir dapat berpartisipasi secara aktif. Seperti yang Micha, Anna dan Arumi ikuti saat ini.
Tepat pukul sembilan pagi, pintu gedung expo di buka. Tampak panitia terlihat sibuk mengangkat meja, menata kotak berisi tanda peserta, daftar buku tamu dan lain sebagainya.
"Wah.. Sudah dari pukul setengah delapan pagi kami di sini dan mereka baru membuka pintu gedung exponya pukul sembilan pagi?!" sindir Arumi dengan sarkas ketika mereka sedang mengantri untuk mengambil tanda pengenal dan mengisi buku daftar tamu.
Micha tersenyum, "Sabar, Mi."
"Iya, benar sekali. Padahal pagi tadi aku terlihat cantik. Tapi, coba lihat aku sekarang! Jelek sekali, kan?" Anna ikut menggerutu.
Kali ini Micha malah terbahak karena omelan Anna.
"Hahaha.. Itu bukan salah panitia seminar. Tapi, salahmu sendiri. Lagipula untuk apa kamu berdandan tebal hanya untuk ke acara seminar seperti ini? Tsk!"
Anna mengibas rambut panjangnya, "Tsk! Tujuanku ikut acara seminar ini, selain ingin mendapat ilmu. Aku juga berniat tebar pesona pada berondong-berondong tampan. Terlebih ketika aku tahu bahwa seminar ini tidak hanya di hadiri oleh para mahasiswa seperti kita. Tapi juga siswa menengah atas, Cha."
Micha dan Arumi kompak tertawa dan saling memukul dengan gemas. Anna benar-benar pembangkit semangat bagi Micha dan Arumi. Setiap kata yang ia ucapkan selalu terdengar lucu.
"Ishh.. Tertawalah sepuas kalian!" pekik Anna.
"Sudah.. Sudah.. Bercandanya sudah selesai. Kita harus serius setelah masuk ke dalam. Tunjukkan bahwa kita adalah mahasiswa yang cantik dan juga cerdas!" ujar Micha mencoba menghentikan kekonyolan Anna.
Mereka bertiga lantas berjalan memasuki gedung setelah mengambil tanda pengenal dan mengisi buku daftar tamu. Ketiganya lalu mengambil duduk di kursi yang sudah di tentukan oleh para panitia.
Micha, Anna dan Arumi nampak mengobrol ringan sambil menunggu acara di mulai.
"Selamat pagi, salam sejahtera bagi kita semua. Saya selaku moderator dan hadirin peserta yang berbahagia. Kami ucapkan selamat datang kepada seluruh peserta seminar yang hadir di sini.." kata sambutan yang di ucapkan oleh moderator menjadi pertanda telah di mulainya acara seminar.
Setelah terlebih dahulu berdoa untuk kelancaran seminar ini, lalu di susul dengan acara sambutan-sambutan dari pihak-pihak terkait. Pada akhirnya semua peserta seminar termasuk Micha, Anna dan Arumi memfokuskan diri kepada pembicara yang merupakan pemimpin redaksi koran harian ternama, Azrul Anan.
Azrul Anan dipilih menjadi pembicara karena tema seminar kali ini tentang media jurnalistik.
Sebagai pemimpin redaksi dari salah satu koran harian ternama, Azrul membagi pengalamannya berkecimpung di dunia Jurnalistik selama bertahun-tahun ini.
"Jurnalistik itu menyenangkan karena kita dapat memberikan informasi yang tentunya penuh dengan keakuratan dan pertanggungjawaban bagi seluruh lapisan masyarakat. Rahasia saya dapat sesukses ini karena saya menjadikan jurnalistik ini bukan hanya sebagai pekerjaan. Tapi, juga passion.." ujar Azrul.
"-- semua pekerjaan jika dilakukan dengan emosi dan dorongan yang kuat. Maka hasilnya pasti akan gemilang. Bukan begitu?" sambung Azrul.
"Ya, benar!" seru seluruh peserta seminar.
Azrul juga memaparkan materi perihal kerja seorang jurnalis, serta tahapan dalam pembuatan suatu berita. Dalam seminar kali ini ditekankan bahwa seorang jurnalis harus cerdas dalam memilih berita dengan mengetahui perbedaan antara berita hoax dan berita yang dapat dipertanggungjawabkan.
Setelah memaparkan materi dan berbicara panjang lebar. Azrul membuka kesempatan bagi siapapun peserta yang ingin melakukan tanya jawab padanya. Moderator lantas menjadi penghubung antara peserta dan Azrul.
Inilah kesempatan bagi Micha, Anna dan Arumi menunjukkan tajinya sebagai mahasiswi Universitas Taruna Jaya yang cantik serta cerdas. Ketiganya bergantian mengangkat tangan untuk mengajukan pertanyaan atau memberikan pendapat.
Bahkan seisi gedung expo ini, termasuk Azrul, memandang kagum pada ketiganya.
Kemampuan berkomunikasi yang baik serta tingkat kecerdasan dan wawasan yang luas tergambar jelas pada diri Micha, Anna dan Arumi.
Bahkan saat sesi debat pun, ketiganya dapat memukul lawan bicara mereka dengan kalimat tajam. Namun berbobot dan tetap santun.
Inilah salah satu manfaat yang di dapat dari mengikuti sebuah seminar. Selain menambah ilmu, seminar juga banyak manfaatnya, di antaranya adalah menambah wawasan, mendapatkan sertifikat yang berguna untuk menambah nilai, menambah relasi, bertemu dengan tokoh hebat dan melatih mental.
Setelah sedari tadi para peserta terus memusatkan pikiran untuk menyerap seluruh materi dan juga ikut aktif dalam tanya jawab dan menyampaikan pendapat. Tiba saatnya untuk jeda istirahat selama tiga puluh menit untuk mengembalikan fokus peserta.
Panitia telah menyediakan makan siang berupa prasmanan.
Tidak bisa di pungkiri jika Micha, Anna dan Arumi merasa kelaparan karena sepanjang acara mereka sangat aktif dan banyak bicara.
Anna cepat-cepat meraih kedua tangan sahabatnya ini dan menarik keduanya masuk ke dalam antrian siswa menengah atas yang nampak sedang berbaris rapi untuk bergiliran mengambil nasi dan lauk pauk.
"Kamu gila?!" pekik Micha sambil memukul bahu Anna yang kini berada tepat di depannya.
Anna hanya menanggapi pekikan Micha dengan senyuman manis. Gadis ini nampak tak peduli dan malah sengaja tebar pesona. Terlebih seluruh pasang mata para siswa sekolah menengah atas ini kompak menatap Micha, Anna dan Arumi dengan tatapan kagum karena performa mereka sepanjang seminar berlangsung.
Ah.. Ini sungguh bencana paling buruk dalam hidup Micha dan Arumi.
Arumi bahkan terus saja menempel pada Micha dan merasa sangat canggung berada di antara antrian para siswa menengah atas ini.
Micha dan Arumi makin merasa malu ketika Anna dengan sengaja melambaikan tangan pada salah satu siswa tampan yang kini juga balas melambai pada Anna di ujung sana.
"Cha! Cha! Ayo kita pergi saja dari sini! Ini benar-benar memalukan, Cha. Isshh.." bisik Arumi.
Micha memutar kepalanya ke arah belakng untuk menatap Arumi.
"Iya, aku juga sangat malu. Mereka semua memandangi kita, Mi."
"Nah! Maka dari itu. Ayo kita pergi saja! Biarkan Anna tebar pesona seorang diri. Toh, ini memang tujuannya, kan?"
Micha mengangguk-angguk menyetujui ucapan Arumi.
Dan tanpa banyak bicara lagi, Micha dan Arumi langsung mengambil langkah seribu setelah mengambil nasi, lauk seadanya dan jus jeruk.
Kedua gadis ini berlari secepat kilat seperti sedang di kejar penjahat. Lagipula mereka berdua memang berniat mengerjai Anna supaya gadis itu kebingungan mencari keberadaan Micha dan Arumi.
Namun, sepertinya Tuhan amat sangat menyayangi Anna. Micha dan Arumi segera mendapat karma atas perbuatannya ini ketika Micha yang sibuk berlari dan tak memperhatikan langkahnya, menabrak seseorang.
Membuat sebagian jus jeruk yang dibawanya mengenai seragam putih seseorang yang baru saja Micha tabrak ini.
"Astaga!" Micha memekik sambil mendelik bersama Arumi yang juga sama terkejutnya.
"Aduh.. Maafkan aku," Micha langsung meletakkan piringnya begitu saja dan meraih selembar tisu yang memang di sediakan di setiap sudut meja prasmanan.
"Arumiiii.. Bagaimana ini? Aku minta maaf, ya? Seragammu menjadi kotor karena ak.."
Ucapan Micha terputus ketika pemuda yang baru saja Micha tabrak dan seragamnya basah karena perbuatan ceroboh Micha, menggenggam kedua pergelangan tangan gadis ini.
"Eh?!" Micha mendongak dan menatap wajah pemuda ini dengan ekspresi terkejut.
Namun, ekspresi Micha berangsur berubah menjadi ekspresi kagum ketika ia memandangi mata setajam serigala milik pemuda ini.
Untuk pertama kali dalam hidup Micha. Micha merasa terintimidasi hanya karena tatapan seorang laki-laki.
Selain memiliki tatapan mata yang tajam. Pemuda ini juga sangat tampan. Pemuda dengan bentuk hidung yang melekuk kecil di bagian tengah dengan ujung yang tajam. Hampir mirip seperti paruh elang. Bentuk wajahnya yang tegas dan maskulin serta rahangnya yang tajam, benar-benar tipe ideal Micha.
"Tidak perlu di bersihkan, Kak."
Kaki Micha makin melemas seperti jelly saat pemuda ini tersenyum manis dan berbicara sangat lembut padanya.
Ah.. Pangeran dari kerajaan apa yang ada di depannya ini?
"H-heum? A-apa?"
Pemuda ini tersenyum, "Tidak ada perlu di bersihkan, Kak."
"Ta- tapi seragammu.."
Pemuda ini tersenyum lebih lebar, "Tidak masalah."
Micha mengeryit, "Ti- tidak bisa seperti itu, kan? Setelah ini kamu harus kembali ke dalam dan mengikuti acara kembali. Apa kamu akan membiarkan seragammu kotor seperti ini?"
Pemuda ini menunduk dan mendekati wajah Micha.
"Kak. Walau Kakak berusaha membersihkan noda jus jeruk ini dengan tisu, nodanya tetap ada, kan? Jadi percuma saja. Lagipula tidak mungkin juga aku membuka baju seragamku lalu memberikannya pada Kakak untuk Kakak cuci dan membiarkan aku bertelanjang dada sepanjang acara nanti, kan?"
Micha yang di dekati seperti ini hanya bisa mengangguk dan berkedip salah tingkah. Bahkan saking gugupnya, ia susah sekali menelan ludah.
"Ta-tapi, bagaimana caraku untuk menebus kesalahanku ini?"
Pemuda ini kembali tersenyum tampan, "Heumm.. Bagaimana kalau Kakak memberiku nomor ponsel Kakak saja? Heum?"
Ya Tuhan.. Tolong Micha sekarang. Jantung Micha seolah akan meledak saat ini. Dadanya sesak luar biasa.
Tidak! Ini tidak bisa dibiarkan. Jika berlama-lama menatap mata dan senyum pemuda ini, Micha bisa saja jatuh ke lantai dan tak sadarkan diri.
Terlebih lagi saat Micha menurunkan pandangannya dan melihat pemuda ini menggunakan seragam putih abu-abu.
Tidak mungkin jika ia jatuh cinta pada seorang pria berondong. Selama ini ia selalu memiliki pemikiran yang sama dengan Arumi dan ikut mengolok Anna yang sering tergila-gila dengan pesona para berondong.
Apakah ini yang disebut senjata makan tuan?
"Maafkan aku. Aku tidak bisa."
Micha langsung mengambil langkah seribu dan melarikan diri dari hadapan pemuda tampan ini. Bahkan Micha melupakan Arumi yang sekarang nampak ikut berlari mengejar langkah cepat Micha.
Pemuda ini tersenyum sambil menyugar rambutnya ketika ia melihat semburat merah di pipi Micha sebelum gadis itu melarikan diri.
Sungguh menggemaskan, batin pemuda ini.
Bersambung.