Bab 13 Pertemuan Ketiga
Bab 13 Pertemuan Ketiga
Micha, Anna dan Arumi terlihat amat tak bersemangat karena mereka sudah terlalu lelah. Mendengarkan Andre yang sedari tadi mengoceh tanpa henti membuat ketiganya makin malas. Terlebih Andre terus berteriak sangat arogan. Entahlah, apa maksudnya berteriak seperti itu? Apa agar terlihat menakutkan dan di segani? Haha… Bukankah itu malah semakin membuat dia terlihat memuakkan? Lagipula tak ada satu pembahasan pun yang bermanfaat dan layak untuk di bicarakan.
“Kalian paham dengan apa yang aku bicarakan ini?” tanya Andre sambil mengedarkan tatapan mata tajamnya ke segala penjuru ruangan ini.
“Yaaaa…,” jawab semua anggota dengan nada suara malas.
Anna melirik arloji Rolex yang bertengger di pergelangan tangan kirinya lalu bergerak untuk berbisik pada Micha.
“Cha, lihat sudah pukul berapa sekarang? Ini sudah larut malam. Kapan manusia menyebalkan itu berhenti mengoceh dan mengakhiri pertemuan ini? Apa arloji miliknya sedang rusak?”
Micha menoleh ke arah kiri lalu balas berbisik pada Anna, “Entahlah. Kekasihmu itu memang sangat menyebalkan!”
Anna mendelik lalu memukul gemas punggung tangan Micha, “Tsk! Apa maksudmu dengan menyebut manusia gila itu adalah kekasihku?”
Micha tersenyum lebar ketika Anna kesal seperti ini, “Lho? Aku benar,kan?”
Anna mendengkus, “Huh! Apa yang benar? Sejak kapan seleraku berubah menjadi pria dengan wajah tua seperti dia? Kamu paling tahu jika seleraku adalah pria berondong dengan wajah imut dan juga tampan menawan. Sedangkan dia, pria arogan dan jelek itu jauh dari kata imut dan menawan. Sawan, mungkin iya!” ucap Anna dengan sangat kesal.
Micha hampir terbahak jika saja ia tak langsung membungkam mulutnya sendiri dengan telapak tangan. Hufft… jika itu terjadi, bisa jadi Micha akan langsung di mangsa hidup-hidup oleh Andre. Melihat kedua sahabatnya saling berbisik, Arumi pun merasa sedikit penasaran.
“Apa yang kalian bicarakan?” bisiknya pada Micha dan Anna.
Micha dan Anna lantas menatap Arumi dan kompak menunjuk arloji masing-masing. Mengetahui kode yang diberikan kedua sahabatnya ini, Arumi ikut mengangguk sambil memasang wajah kesal.
“Dia mengoceh terus menerus seperti burung beo! Bagaimana jika kita pulang terlalu larut? Apa dia tidak memikirkan kita, kaum wanita yang notabene rawan menjadi korban kejahatan?” bisik Arumi yang pada akhirnya turut mengomel.
“Cha, coba hentikan manusia sialan itu. Jika tidak ada satu orang yang menegur, dia pasti akan terus mengoceh hingga subuh nanti,” ujar Anna pada Micha.
Micha menatap Anna dan Arumi secara bergantian sambil mengernyit dan menunjuk dirinya sendiri, “Apa? Aku? Hei! Mengapa harus aku?”
Anna mendelik, “Tsk! Di antara kita bertiga hanya kamu yang pemberani, kan? Hanya saja selama ini kamu tidak mau menanggapi kegilaan Andre karena kamu tidak ingin ada keributan.”
Micha menghela napas dan menatap kedua sahabatnya ini dengan tatapan tak terbacanya. Lantas Micha pun bergerak dan mengangkat tangannya, membuat pemuda bernama Andre Dewa Bidara itu menatap Micha dan menghentikan ucapannya.
“Ada apa?” tanya ketua BEM itu dengan nada suara tajam dan galak luar biasa. Belum lagi tatapan pemuda itu sungguh sangat mengerikan.
Micha tak gentar, gadis ini sudah banyak bersabar. Micha ikut membalas tatapan tajam Andre dengan tatapan tajam yang sama.
“Kamu tak lihat ini sudah pukul berapa? Mungkin tak masalah untuk kamu kaum pria. Tapi untuk kami, kaum wanita. Pulang larut malam sama saja dengan mengundang kejahatan. Anggota BEM yang hadir disini bukan hanya kaum pria kan, Ndre? Mengapa yang seperti ini kamu sama sekali tidak bisa bertoleransi,” ucap Micha tanpa gentar sedikitpun meski ketua BEM itu terus menatap tajam ke arahnya.
Setelah Micha berucap seperti ini sempat terjadi sedikit kegaduhan kecil yang terjadi di antara para anggota BEM yang hadir pada rapat kali ini. Mereka saling berbisik membenarkan ucapan Micha, terlebih para angota perempuan.
Andre yang mendapat tatapan tak enak dari para anggotanya hanya mampu menghela napas meski ia sangat marah karena merasa harga dirinya tercoreng. Sebelumnya, Micha memang tak pernah membuatnya malu seperti ini.
“Baiklah, rapat kali ini kita akhiri. Kita lanjutkan esok hari. Selamat malam,” ucap Andre yang langsung pergi meninggalkan ruangan setelah mengucapkan salam.
Sorak-sorai lantas bergema sesaat setelah Andre hilang di balik pintu. Banyak dari mereka yang langsung menghampiri Micha dan berterima kasih. Jika Micha tidak memberanikan diri menegur Andre bisa jadi semua anggota BEM ini akan menginap di kampus.
“Sampai bertemu lagi, Cha. Dadah…,” ujar Anna pada Micha sambil melambaikan tangannya. Gadis itu sudah duduk di atas motor maticnya.
“Sampai jumpa besok, Cha,” Arumi juga turut melambai pada Micha.
Micha yang baru saja membuka pintu mobilnya ini lantas tersenyum dan balas melambai.
“Eum. Sampai jumpa besok. Kalian berdua hati-hati, ya.”
Setelah Anna dan Arumi hilang dari pandangannya, Micha pun segera memasuki mobinya dan duduk di balik kemudi. Ia lantas menyalakan mesin mobilnya, menarik presnelling, menginjak gas lalu melaju meninggalkan parkiran kampus.
***
Di tengah perjalanan pulang, Micha sempat mampir membeli minum terlebih dahulu di minimarket. Tenggorokannya terasa kering sedari tadi. Namun, baru beberapa meter Micha kembali melajukan mobilnya. Ia melihat sosok yang amat sangat ia kenal sedang berdiri di pinggir jalan bersama dengan dua orang pria. Micha yang panik, lantas menepikan mobilnya dan keluar dari dalam mobil dengan terburu-buru.
“Na, apa yang terjadi?! Mengapa kamu berdiri di sini? Bukankah tadi kamu pulang terlebih dahulu daripada aku? Seharusnya kamu sudah sampai di rumah, kan?” pekik Micha sambil menggenggam erat kedua tangan Anna yang mendingin.
Anna tak bisa berkata-kata. Gadis ini terlihat masih syok berat.
“Lalu siapa mere—”
Ucapan Micha terputus ketika ia melihat wajah pemuda yang pernah ia temui ketika seminar waktu itu.
“Lho? Kamu?” pekik Micha.
Pemuda pemilik mata serigala ini lantas tersenyum, “Ya ini aku, Kak. Aku benar-benar tidak menyangka kita bisa bertemu kembali.”
Micha hanya terdiam karena ucapan pemuda ini memanglah benar. Micha kembali merasakan debaran yang amat kuat di jantungnya. Namun, kali ini ia tidak akan melarikan diri seperti waktu lalu. Ia butuh penjelasan mengapa Anna bisa ada bersama pemuda tampan ini dan satu temannya.
“Apa baru saja terjadi sesuatu? Kalian berdua berniat berbuat jahat pada temanku, ya!” tuduh Micha sembarangan.
Pemuda tampan ini kompak mendelik kaget bersama dengan temannya.
“Ha?! Itu tidak benar, Kak. Kami malah baru saja menolong teman Kakak dari kejahatan,” jawab pemuda ini.
Micha lantas menatap Anna, “Apa yang mereka katakan itu benar, Na?”
Anna mengangguk, “Iya, Cha. Aku hampir saja di begal. Untung saja sebelum para penjahat itu melancarkan aksinya, dia datang bersama dengan temannya ini dan menolongku,” jawab Anna sambil menunjuk kedua pemuda tampan ini.
Setelah mendengar jawaban Anna, Micha menjadi sedikit merasa bersalah. Ah... Mengapa Micha asal menuduh seperti itu?
Micha lantas menatap pemuda pemilik hidung paruh elang ini dengan ekspresi malu.
“Eum… maafkan aku. Aku sudah asal menuduh kalian,” ujar Micha sambil menggerak-gerakkan kedua bola matanya untuk menghindari tatapan tajam pemuda di hadapannya ini.
Pemuda ini tersenyum ramah dan sangat tampan, “Iya, Kak. Baiklah. Bagaimana jika Kak Anna pulang bersama dengan Kakak saja? Sementara aku dan Roy mengikuti dari belakang. Sepeda motor Kak Anna biar aku yang membawanya.”
Micha menatap Anna sejenak, seperti sedang menunggu jawaban Anna. Namun, ternyata gadis ini langsung mengangguk mengiyakan.
“Baiklah. Terima kasih,” ucap Micha pada pemuda ini dan juga temannya.
Micha lantas menggandeng tangan Anna untuk menghampiri mobilnya yang terparkir di seberang jalan.
“Malam ini kamu menginap di rumahku saja ya, Cha? Aku ingin bercerita banyak hal padamu tentang kejadian yang baru saja menimpaku,” ujar Anna dengan nada memohon.
Micha menatap Anna lalu tersenyum dan mengangguk, “Baiklah, Na.”
Anna tersenyum, “Terima kasih, Cha.”
“Iya, sama-sama. Ayo kita pulang!” ujar Micha sembari menarik presnelling lalu menginjak pedal gasnya.
Sesekali Micha juga mengawasi pemuda tampan yang kini mengikutinya itu, dari kaca spion tengah mobilnya.
Bersambung.