Malaikat Baik
Lagi-lagi Reyhan tidak bisa melanjutkan ucapannya.
"Ah, sudahlah, Rey, gw capek!"
Kiana membalikkan badannya kemudian berjalan meninggalkan Reyhan.
"Kia, Kiana, tunggu!"
Reyhan berlari mengejar Kiana dan berusaha menggenggam tangan gadis cantik itu, namun Kiana berusaha menapis tangan Reyhan.
Reyhan paham sekali dengan sikap Kiana saat ini, sehingga ia memilih untuk tetap menemani Kiana.
"Kia, gw tidak suka melihat lo bersedih seperti ini!"
Teriakan keras Reyhan membuat langkah kaki Kiana terhenti.
"Kia, lo harus dengerin gw, gw hanya ingin menghibur lo!"
Reyhan berjalan mendekati Kiana dan berusaha menjelaskan kepada Kiana tentang keberadaannya di sini.
"Rey, gw tidak bisa memikirkan apa-apa selain Mama. Gw tidak ingin Mama dibawa ke rumah sakit jiwa!"
Dengan isak tangisan akhirnya Kiana meluapkan semua emosinya dihadapan Reyhan.
Reyhan akhirnya paham alasan kenapa Kiana bersikap sensitif dan marah kepadanya.
"Kia!"
Reyhan menarik tangan Kiana kemudian membawa gadis cantik itu ke dalam pelukannya.
"Lepasin gw!"
Kiana berontak dan berusaha melepasan diri dari Reyhan dengan cara meninju-ninju dada bidang lelaki tampan itu. Akan tetapi semakin Kiana memukulnya, Reyhan semakin memeluk Kiana dengan erat.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang, Rey? Aku tidak mungkin membawa Mama ke RSJ!"
Kiana menengadahkan wajahnya dan menatap mata Reyhan dengan mata yang berkaca-kaca.
"Kita akan memikirkan cara terbaik untuk Tante Windari, kamu tenang saja."
Reyhan membelai lembut rambut Kiana yang terurai panjang. Rambut basah yang sudah mengering itu terlihat kusut, namun tidak mengurangi pesona kecantikan Kiana di mata Reyhan.
"Kia, jangan menangis lagi! Kamu harus kuat dan buktikanlah kepada Papamu kalau kamu dan Mamamu bisa hidup bahagia tanpa dia."
Reyhan menghapus air mata yang mengalir membasahi pipi Kiana. Sungguh, hati Reyhan merasa sakit dan sangat teriris ketika melihat Kiana menangis seperti itu. Ia tidak tega jika seseorang yang sangat berarti dihidupnya harus menangis dan mengeluarkan air mata.
"Kia, apakah lo mau jalan-jalan sama gw?"
Hanya itu kata-kata yang keluar dari mulut Reyhan untuk menghibur Kiana yang saat ini tengah bersedih. Ya, sebagai sahabat baik, Reyhan tidak tahu bagaimana caranya menghibur temannya itu kecuali dengan berjalan-jalan.
Kiana menatap Reyhan dengan seksama, namun sepertinya ide Reyhan tidak terlalu buruk. Ya, mungkin Kiana terkesan durhaka kepada orang tua karena ia memilih jalan-jalan dari pada menjaga orang tuanya. Namun, setidaknya dengan berjalan-jalan Kiana bisa menenangkan hati dan otaknya sehingga bisa berpikir lebih jernih lagi nantinya. Ya, Kiana harus kuat agar mamanya bisa sembuh.
"Rey, gw ingin ke musala dulu," ucap Kiana lembut.
Gadis cantik itu berjalan pelan, yang ada di pikirannya saat ini adalah menemui Rabb-nya, Tuhan yang selama ini ia lupakan.
Sementara Reyhan terus mengikuti langkah kaki gadis itu, tepat beberapa langkah di belakangnya.
"Kia, jangan menangis!" Ingin sekali Reyhan mengatakan kata-kata itu kepada Kiana dan memeluk gadis cantik itu, namun ia hanya orang lain, Kiana bukan kekasihnya.
"Rey, aku salat dulu!"
Kata-kata Kiana menyadarkan Reyhan dari lamunannya.
"I-iya, Kia."
Reyhan kikik dihadapan Kiana. Namun, Kiana terlihat tidak mempedulikan Reyhan.
Kiana terus berjalan menuju musala dengan membawa sejuta gundah dan masalahnya.
'Bismillah,' ucap Kiana di dalam hati.
Kaki kanan Kiana melangkah memasuki musala, hingga ia rasakan ketenangan dan ketentraman di hatinya.
Kiana kemudian melaksanakan salat sunat dua rakaat, memohon, mengadu dan meminta kepada Tuhan-nya agar diberikan jalan ke luar terbaik dari masalahnya.
"Ya Allah, maafkan hamba karena selama ini menjadi hamba yang lalai dan jauh darimu. Hamba percaya Engkau pasti tidak akan memberikan cobaan di luar batas kemampuan hamba-Mu. Tolonglah hamba ya Allah."
Antara kening dan sajadah, Kiana mencurahkan semua isi hatinya dengan tetesan air mata.
Sesak!.
Dada Kiana terasa sangat sesak, namun perasaannya menjadi lebih baik dan lebih tenang setelah mengadukan semuanya.
Kiana kemudian ke luar dari musala dengan perasaan yang lebih baik.
Ia melihat Reyhan tengah berdiri di depan musala untuk menunggunya.
Kiana berjalan mendekati Reyhan dan tersenyum kepada lelaki itu.
"Kia, gw tidak akan apa-apain lo. Gw hanya ingin menghibur lo," ucap Reyhan yang seolah paham dengan tatapan mata Kiana.
Reyhan kemudian menarik tangan Kiana dan membimbing gadis cantik itu untuk berjalan mengambil motornya yang baru saja diantarkan oleh orang suruhannya.
"Naiklah!" ucap Reyhan lembut hingga membuat Kiana menurut.
Reyhan mengendarai motor besar berwarna merah dengan kecepatan standar, karena ia ingin membuat Kiana merasa nyaman dan tentram ketika diboncengnya.
"Kia, hapus air mata lo!"
Suara Reyhan terdengar samar di telinga Tania, karena saat ini pikiran Kiana masih melamunkan pertengkaran kedua orang tuanya yang akan bercerai hingga mamanya mengalami gangguan mental.
Reyhan yang merasa diacuhkan akhirnya menambah kecepatan mobilnya, hingga membuat Kiana memekik.
"Rey, lo mau membunuh gw?" ujar Kiana sembari meninju punggung Reyhan.
"Habis lo melamun aja!" jawab Reyhan sinis.
Kiana ketakutan karena Reyhan semakin melajukan motornya dengan kecepatan tinggi, hingga tidak ada yang bisa Kiana lakukan selain melingkarkan kedua tangannya di pinggang Reyhan.
Dak ..., Dik ..., Duk ....
Reyhan merasa jantungnya berdetak kencang, ia merasakan getaran tidak biasa di hatinya ketika Kiana semakin memeluknya dengan erat.
"Nia, lo suka sama gw?"
Kata-kata itu keluar dari mulut Reyhan untuk menyembunyikan rasa malu dan grogi yang menyelimuti hatinya,
Kiana langsung melepaskan pelukannya ketika mendengarkan kata-kata itu ke luar dari mulut Reyhan.
"Enak aja lo!"
Kiana kemudian mencubit pinggang Reyhan hingga lelaki itu merasa kesakitan.
"Awas lo, Kia!"
Reyhan kembali mengencangkan kecepatan motornya dan membuat Kiana kembali memeluknya.
Reyhan tersenyum dengan wajah merona yang terpancar di wajahnya, betapa saat ini ia merasa sangat bahagia dan berbunga-bunga. Ia merasakan perasaan yang tidak pernah dirasakannya sebelumnya kepada wanita manapun kecuali kepada Kiana, gadis cantik dengan mata bulat seperti boneka Barbie yang membuat ia melakukan hal-hal diluar kebiasaannya.
Untuk sesaat suasana menjadi hening dan diam, hanya suara motor dan hiruk pikuk lalu lalang kendaraan yang terdengar hingga akhirnya sampailah mereka di sebuah pantai yang terdapat di ujung kota. Pantai yang masih asri dan terlihat sangat indah.
"Waw ..., indah sekali pantainya," ucap Kiana takjub.
Gadis cantik itu segera bergegas ingin bermain di pasir putih yang lembut itu tanpa mempedulikan Reyhan yang saat ini belum memarkirkan motornya.
"Rey, cepat dong aku udah nggak sabar main di pantai!"
Kiana segera bergegas turun dari motor tanpa mempedulikan atau menunggu Reyhan.
Gadis cantik itu segera berlari menuju pantai.
"Kia, tunggu!" teriak Reyhan.
Kiana membalikkan badannya dan berlari mundur sembari melambaikan tangannya kepada Reyhan.
"Kia, awas!" teriak Reyhan ketika melihat Kiana hampir saja akan menabrak pohon kelapa yang ada di depannya.
"Aww..., sakit!"