Bab 1 Kenapa Pulang Begitu Mendadak
Bab 1 Kenapa Pulang Begitu Mendadak
Tengah malam, Ratna seperti terlarut dalam dunia mimpi, seorang laki-laki menciumnya, terasa panas yang membuat bergetar.
"Hm….." Ratna spontan membuka kedua matanya.
Barulah sadar bahwa itu bukan mimpi.
Laki-laki yang tadinya hanya pulang sekali dalam satu minggu, kini duduk di samping ranjang, dengan cahaya lampu remang-remang yang terpancar pada badan, semakin menambah keindahan dalam dirinya.
Ratna tercengang.
Ini bukan hari Sabtu, kenapa dia sudah pulang?
"Sudah bangun?" Laki-laki itu berkata dengan nada yang berat sekaligus dingin. Melihat Ratna melihatnya dengan dua mata terbelalak, laki-laki itu pun membungkukkan badan dan menciumnya.
Hari berikutnya, Ratna dibangunkan oleh suara mobil di bawah gedung.
Dia menyingkapkan selimut dan duduk, terdiam selama belasan detik, setelah mendengar ada gerak gerik di dapur, barulah berlari ke luar kamar, dan menemukan sebuah sosok besar dan tinggi sedang sibuk disana.
Laki-laki itu mengenakan pakaian rumahan yang santai, menampakkan sepasang kaki yang panjang, kelihatan cukup kurus, tetapi perlakuannya tadi malam malah tidak terlihat seperti tidak bertenaga…
Saat melihat laki-laki itu dan membayangkan kembali kemesraan keduanya di dalam ranjang, wajah Ratna pun memerah, rasanya sedikit canggung.
Baru pagi-pagi sekali, apa coba yang dipikirkannya!
Setelah selesai menyiapkan sarapan, Timothy keluar dari dapur, melihat Ratna berdiri sambil mengenakan gaun disana, dia pun mengerutkan kening dan berkata: "Pergi ganti pakaian."
"Oh, baiklah." Ratna menundukkan kepala melihat penampilan sendiri, gaun tidur berbahan sutra, menampakkan banyak bagian kaki, spontan merasa malu dan segera berlari ke kamar.
Setelah dia selesai berbenah, Timothy sudah sedang sarapan di depan meja, Ratna pun duduk di depannya.
Sandwich dan telur goreng yang dibuat laki-laki itu tercium sangat wangi di hidung, Ratna pun menikmatinya dengan perlahan. Keduanya tidak berkata apapun, hanya terdengar suara pisau dan garpu yang bersentuhan di meja.
Ratna sudah sangat terbiasa dengan gaya hidup seperti itu.
Selesai makan, Ratna pun membawa piring makan ke dalam dapur. Saat keluar, dengan tidak sengaja dia menendang pintu dan merasakan sakit yang dalam.
Begitu melihatnya, Timothy pun mengambilkan plester dari lemari untuknya.
"Terima kasih." Ratna tahu dia memang selalu bersikap dingin, tetapi dalam hati tetap saja akan merasa prihatin.
Di keluarga lain, jika seorang istri terluka, sang suami pasti spontan cemas dan terus menanyakan keadaannya, lalu membungkukkan badan untuk memeriksa. Berbeda dengan dia dan Timothy, mereka lebih seperti dua orang asing yang tinggal satu rumah.
Timothy tidak berkata apapun, hanya berbalik badan dan mengambil jas, kemudian memakainya.
Harus diakui, ada laki-laki yang memang cocok dipadankan dengan jas, terutama yang memiliki postur badan seperti Timothy. Dia terlihat sangat tampan ketika mengenakan jas, hanya berdiri diam saja sudah memancarkan wibawa yang tinggi.
"Selesai makan ingat cuci piring, jangan direndam terus." Saat berkata, Timothy telah selesai memakai sepatu kulit.
Setelah Ratna tersadar, hanya suara tutupan pintu yang terdengar di telinganya.
Ratna tetap berjongkok di posisi semula. Sedikit kepedulian dari Timothy tadi membuatnya merasakan haru dan hangat, tetapi kini, dia malah kembali merasakan rasa dingin yang menusuk ke dalam tulang.
Dia tahu Timothy menikahinya hanya karena paksaan dari Ayah, bukan murni mencintainya.
Bahkan, saat menikah pun Timothy memohon pada dia untuk menandatangani surat perjanjian. Tidak hanya sebelum menikah, tetapi juga setelah menikah.
Misalnya, biaya hidup ditanggung masing-masing, 4 tahun pertama tidak boleh memiliki anak, dan 4 tahun berlalu harus bercerai….
Semua perjanjian itu telah Ratna tandatangani, dia bahkan berpikir polos dapat menghangatkan hati Timothy yang sedingin es itu.
Tak disangka 3 tahun telah berlalu, sikap Timothy tetap saja dingin seperti dulu, dan semua usahanya hanya sia-sia.
Lihatlah, dari kemarin malam hingga pagi ini, laki-laki itu hanya mengucapkan empat kalimat. Kemesraan di ranjang hanyalah sebagai salah satu pemuas badannya, dan rasa waspada terhadap kehamilannya masih saja dipertegas.
Lucu sekali mendengar kehidupan pernikahan mereka yang seperti itu.