Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Ruth Yang Sesungguhnya

"Sekarang kau paham kan seperti apa itu manusia?" lirih Nenek yang masih saja menutupi tubuh Moa agar terhindar dari pandangan Ruth. "Manusia itu terbuat dari tanah, mereka bisa berubah jika mereka mau."

"Tapi kenapa Ruth jadi seperti ini? Yang aku tau dia adalah orang yang baik!"

"Harta!" tegas Nenek membuat air mata Moana mengalir deras tanpa aba-aba. "Mereka cuma mau itu di dunia, Cu!"

Tubuh Moana seketika jadi lemas. Ingin rasanya dia melempar saja mangkok ajaib di tangannya agar pencarian Ruth berakhir dengan cepat.

"Uh!" Moa mendesah keras hingga terdengar oleh Ruth yang berjarak hanya beberapa jengkal darinya.

"Eh!" Ruth yang sadar akan keberadaan Moana langsung berbalik badan mencari sumber suara di gelapnya malam. "Apa mungkin dia ada di sini?" tanya Ruth yang terus memutar badannya.

"Kau mau dia melihatmu?" tanya Nenek dengan lembut.

Moa tak menjawab. Hatinya terlalu hancur untuk bisa bertemu temannya yang juga mencari mangkok di tangannya hingga rela membakar rumah Tuan Roy. Matanya terus menangis dan akhirnya menggelengkan kepalanya kuat. "TIdak!"

"Bagus! Kalau begitu kita jalan pelan-pelan meninggalkan gadis gila ini. Aku takut kalau dia tau kau disini, amarahnya akan semakin besar."

Moa mengangguk dan kali ini dia tak melawan perkataan neneknya. Dia terus berjalan meninggalkan rumah Tuan Roy yang terbakar semakin hebat dan tiba di rumah reotnya setelah berjalan mengendap.

Krek!

Pintu rumah dibukanya dan Nenek segera menyalakan lampu tempel agar Moa bisa lebih jelas.

"Jadi seperti itu manusia yang sesungguhnya! Licik! Di depanku dia terlihat manis, ternyata dibelakang dia busuk!" kesal Moa sambil menghapus air matanya.

"Jangan begitu, Cu! Kau harus tetap percaya jika di dunia ini ada orang baik,"

"Iya, aku tau! Pasti ada. Banyak malah! Tapi Roy dan Ruth membuatku sangat sadar jika sebenarnya aku tak pantas percaya padanya," Moa menghela nafas panjang lalu meraih gelas berisi teh yang dibuatkan Nenek untuknya.

Glek!"

Hangatnya teh membuat hati Moa kembali tenang dan Nenek melebarkan senyumannya melihat kondisi cucunya sudah lebih baik.

"Akhirnya aku tau kalau aku salah," tambah Moa yang menatap tajam ke arah Money Bowl. "Kali ini aku akan berhati-hati, Nek. Sama seperti yang selalu kau katakan dulu padaku,"

"Kau sudah sadar sekarang! Tak apa, tak ada manusia yang tak pernah membuat kesalahan. Kau harus bangkit dan pelan-pelan terlihat palsu di depan manusia yang lain,"

Mendengar perkataan Nenek Moa akhirnya tau apa yang harus dikatakan pada Ruth jika besok mereka bertemu lagi,

Mesti tau siapa Ruth sebenarnya, Moa tetap merasa lega telah kembali memiliki Money Bowl yang keramat ini, dia lalu meletakkannya di atas lemarinya agar tak ada orang melihat.

Hari semakin larut dan saatnya Moa bergegas tidur, meski sulit akhirnya dia bisa tidur nyenyak malam ini meski sesekali terjaga karena rasa khawatir Money Bowlnya akan kembali lenyap.

Pagi menjelang dan matahari kembali bersinar, Moa yang baru bangun langsung menuju halaman belakang rumahnya untuk melihat kondisi rumah Tuan Roy yang semalam dibumi hanguskan temannya.

Matanya segera menatap nanar ke arah reruntuhan rumah yang tak tersisa dan segera tau jika semalam Ruth benar-benar melakukan apa yang dia takutkan.

"Moa!" panggil Ruth yang berlari tertatih. "Kau lihat yang terjadi semalam?" tanyanya dengan wajah ketakutan.

"Apa yang terjadi semalam?"

"Ada orang yang membakar reruntuhan rumah Tuan Roy!" tunjuknya dengan wajah yang begitu ketakutan. "Tak ada yang tau siapa pelakunya?"

Kening Moa segera mengerut dan wajahnya yang biasa ketakutan kini terlihat sinis.

"Kenapa kau melihatku begitu? Kau tau siapa pelakunya?"

"Kenapa kau bertanya padaku?" jawab Moa dengan raut wajah datarnya. "Aku tak tau apa-apa soal pembakaran rumah Tuan Roy,"

Mendengar jawaban temannya, Ruth melebarkan senyumannya. Dia merasa menang karena ternyata Moa tak tau siapa pelaku pembakaran rumah tuan pemilik toko bunga di kota.

"Aku mau ke kota," lirih Moa lalu melangkah menuju rumahnya.

"Mau apa kau ke kota?" Ruth berjalan cepat melewati Moa agar bisa sampai duluan di pintu belakang rumah.

"Aku mau jalan-jalan. Aku kan belum tau kondisi terbaru kota saat ini,"

"Biar aku temani,"

Moa tak banyak bicara, dia hanya melangkah saja tanpa melihat lagi wajah Ruth yang dia tau adalah pembohong.

Setelah bersiap keduanya segera menuju jalan raya, di sana tak banyak orang lalu lalang, hanya beberapa orang pria membereskan pohon tumbang saja.

"Pak," sapa Moa pada beberapa petugas kota yang dia kenal.

"Moa, syukurlah kau selamat dari badai minggu lalu?"

"Iya, Pak! Selamat bekerja, ya,"

Meski Moa begitu ramah pada para pekerja di jalan, tidak demikian dengan Ruth. Dia terus memasang wajah kesal seakan apa yang dia rencanakan tak terjadi dengan baik.

Moa melihat raut wajah Ruth, tapi dia tak mau temannya tau jika dia sudah dengan tepat mengetahui pelaku pembakaran rumah Tuan Roy malam tadi.

"Kita kemana?" tanya Ruth setelah mereka berjalan semakin dekat dengan pusat kota.

"Kita ke toko bunga," tunjuk Moa lalu melangkah cepat ke tempat kerjanya dulu lalu menatap sedih puing-puing bangunan berukuran 4x10 meter itu.

"Tak ada bunga yang tersisa,"

"Kabarnya toko ini yang paling hancur dari semuanya. Entah kenapa?" jawab Ruth sambil menghela nafas.

"Sungguh ini bagian paling hancur?"

"Bukan cuma toko ini, rumah gubernur juga. Rumahnya hancur tak bersisa padahal tak lama sebelumnya putrinya mengadakan acara ulang tahun yang megah."

Moa mengerutkan keningnya, dia terus memutar ingatannya tentang terakhir kali di toko ini dan di rumah Gubernur. Dia mulai curiga jika apa yang terjadi di tempat ini adalah karena kutukan dari Money Bowl karena keserakahan Roy dan Wilson.

"Kau kenapa?" tanya Ruth saat Moa semakin terlihat aneh.

"Aku rasa mereka punya kesamaan," Moa menggaruk keningnya.

"Kesamaan? Apa?"

Moa menggelengkan kepalanya lalu membuang pandangannya dari Ruth agar temannya ini tak melihat air matanya yang mulai menetes lagi.

"Kalau begitu kita ke sana? Ada tukang ayam goreng enak di sana," tunjuk Ruth lalu meraih jemari Moa yang masih kaku.

"Tukang ayam goreng itu masih jualan?"

"Iya, mereka masih jualan?"

"Mereka selama saat badai karena berhasil menggeser lemari besar ke dekat etalase," jelas Ruth lalu melangkah lebih lebar dan tiba di depan toko yang ramai dikunjungi pembeli pagi itu.

"Pak," sapa Moa yang pernah beberapa kali bertemu pemilik ayam goreng itu.

"Moa. Kau kah itu?"

"Iya, ini aku. Pak!"

"Syukurlah!" Pemilik toko ayam goreng itu mendekati Moa lalu menatap gadis muda itu dengan seksama. Dia melihat Moa dengan aneh lalu meraih tangan gadis yatim piatu itu seakan tak percaya dia berhasil selamat dari badai.

"Kenapa kau melihatku seperti itu?"

"Moa, aku sempat melihat jasadmu dibawa ke dalam ambulance. Karena itu aku pikir kau tak selamat!" ucap pemilik toko ayam goreng dengan air mata yang mulai berlinang.

"Apa? Kau lihat apa?"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel