Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Roy Yang Licik

“Hey!” teriak Moa sambil menatap ke arah langit-langit rumahnya. “Siapa di situ!” tambahnya sambil mengumpulkan keberanian jika tiba-tiba pemilik suara itu menyerangnya.

Sesaat kemudian suara yang menggelegar menghilang dan mata Moa yang tajam perlahan menyipit. “Mungkin itu cuma kucing,” lirihnya lalu kembali duduk dekat Money Bowl untuk kembali mengaguminya. “Aku harap bisa kaya dengan benda ini dan punya banyak uang untuk membalas perlakuan kasar orang-orang kaya saat aku terpuruk!” tegas Moa lalu melangkah kembali ke dalam kamar tidurnya.

Malam itu Moa tidur cepat. Perutnya yang masih kenyang setelah makan siang dari ayam pemberian Tuan Roy membuatnya tak sempat makan malam. 

Dia keburu terlelap dan baru bangun di keesokan harinya saat matahari mulai menyingsing.

“Uh!” rintih Moa karena perutnya kembali berbunyi. “Aku lapar!” ucapnya sembari bangkit dari tempat tidur kemudian melangkah menuju meja makan tempat dia meletakkan ayam yang dia beli kemarin.

Meski dibeli kemarin, aroma ayam goreng ini masih nikmat. Tanpa menunggu Moa menyantapnya tanpa memperdulikan sepasang mata yang sejak tadi mengawasinya.

Tak mau terlambat Moa bergegas masuk ke kamar dan bersiap untuk kembali ke toko bunga untuk bekerja lagi seperti hari-hari sebelumnya.

“Selamat pagi!” salam Moa saat kakinya melangkah masuk ke dalam toko.

Kepalanya segera miring ke kanan saat tau Tuan Roy sudah menunggunya untuk persiapan mereka membuat buket bunga yang akan mereka kirimkan ke pembukaan hotel mewah di ujung jalan. “Pagi sekali Tuan datang?”

“Hey! Aku datang cepat karena aku harus memastikan pesanan Tuan Wilson tiba tepat waktu,” alasan Roy sambil tersenyum.

“Tapi yang Tuan pegang itu kan pesanan hotel?” kekeh Moa yang tau Tuan Roy asal bunyi.

“Ini?” Roy sadar dia salah menjawab pertanyaan Moa lalu terkekeh sambil menggaruk kepalanya yang tiba-tiba gatal. “Iya, kau benar!” tambahnya.

“Tak apa, Tuan. Pasti karena banyak orderan kau jadi kurang konsentrasi,”

“Bukan itu yang membuatku kurang konsentrasi, Moa,” Roy melirik ke arah pegawainya itu lalu berbisik. “Kau mau jujur padaku, kan?”

Moa menoleh ke arah Roy lalu menyipitkan matanya untuk tau maksud dari perkataan bosnya itu. “Jujur untuk apa?”

“Boleh aku tau mangkuk apa yang ada di atas meja makanmu?”

Deg!

Jantung Moa seketika berdegup kencang, matanya menatap tajam ke arah Roy. Sebenarnya dia mulai curiga jika pria ini tahu sesuatu tentang Money Bowl tapi senyuman tulus Roy membuatnya menghapus semua pikiran buruk yang ditangkap dari Roy. 

“Jangan marah, aku hanya tanya,” Roy menarik garis senyumnya lebar-lebar.

“Tidak, Tuan! Aku tidak marah. Aku juga dapat itu dari orang yang tak aku kenal,”

“Tidak kau kenal?” Roy semakin penasaran. “Siapa?”

“Mmm!” Bibir Moa seketika kelu seakan terkunci tanpa bisa bergerak. 

“Siapa?” desak Roy tapi Moa semakin tak bisa berkata-kata.

Melihat pegawainya itu membisu, Roy segera menepuk bahu Moa agar gadis ini tak semakin terdesak karena pertanyaannya. “Maaf. Tak usah kau jawab. Anggap saja aku tak bertanya apa-apa padamu!” ucap Roy dengan raut wajah kecewa.

“Tidak!” Moa menghela nafas lalu tersenyum simpul. “Bukan aku tak mau jawab, Tuan. Tapi karena aku tak tau siapa orang itu. Jika kau mau aku akan ajarkan cara buatnya untukmu,”

“Sungguh!” Senyum Roy mengembang lebar, dia tak menyangka jika gadis polos ini bersedia memberikan apa yang dia cari dengan begitu mudah. 

Padahal semalam dia hampir terjatuh dari genteng rumah Moa saat akan mencuri mangkuk yang terus dia perhatikan selama dia memata-matai gadis muda itu.

“Jadi bagaimana caranya?” ucap Roy sekali lagi berharap Moa tak berubah pikiran.

“Mmm!” Moa nampak bingung menjawab pertanyaan Roy, maklum saja saat Money Bowl itu dibuat dia tak melihat dengan jelas apa saja yang disiapkan oleh dua nenek sihir itu. Yang dia ingat hanyalah mantra yang dibisikkan di telinganya.

“Bagaimana?” tanya Roy sekali lagi.

“Aku harus lihat dulu isinya, Tuan. Aku tak ingat apa saja isinya,”

“Oh! Baiklah!” Roy menepuk bahu Moa dengan lembut agar gadis ini tak merasa didesak. “Tenang saja, aku paham apa yang kau rasakan. Tenang saja!”

“Kau tak terburu-buru, kan?”

“Tidak!” Roy menggeleng sambil terus menahan senyumannya lebar agar gadis ini tak curiga.

Meski tak curiga sebenarnya di kepala pria paruh baya ini banyak sekali niatan jahat yang sudah disimpan sejak kemarin. Dia berharap Moa mau memberikan semua resep jimat yang ada di rumahnya itu dan tentunya saat sudah dia miliki tak peduli lagi lah dia pada apa yang akan terjadi.

Hari berjalan cepat dan ini saatnya Moa pulang. Karena tak mau pegawainya ini berubah pikiran, Roy memutuskan untuk mengikutinya pulang.

Sebelum pulang untuk melancarkan niat nya, Roy membelikan dulu Moa makan malam di toko ayam goreng langganannya barulah keduanya melangkah menuju gubuk reot dekat pelabuhan.

“Kita tiba!” seru Roy yang pasti tak sabar menunggu resep pembuatan Money Bowl yang sudah seharian ini dia tunggu-tunggu.

Moa tersenyum simpul, dia tak menyangka jika bosnya bersedia jauh-jauh ke rumahnya yang sederhana ini. Dia lalu duduk di kursi menghadap ke Money Bowl sambil mengumpulkan nafasnya.

“Kenapa dia? Ayo cepatlah sedikit!” desak Roy dan Moa segera meraih mangkuk butut miliknya yang sudah diisi beberapa benda yang asing baginya.

“Apa saja isinya?” tanya Roy mengintip isinya dari balik bahu Moa.

“Ini beras, garam, kayu manis. Aku rasa itu saja.”

“Apa mungkin cuma itu?” 

“Lihatlah, Tuan! Ini saja isinya!” tunjuk Moa yang mulai tak nyaman dengan keberadaan Roy di sampingnya.

“Kalau itu saja aku ada. Tak ada mantra yang harus aku baca?”

“Ada, Tuan!” jawab Moa lugu. “Mantranya begini!” Moa mulai membaca mantra dan pikiran Roy yang licik segera merekamnya baik-baik.

“Baiklah, aku pergi dulu. Aku harus cepat!” ucap Roy kemudian pergi meninggalkan Moa sendirian di rumahnya.

Moa yang lugu tak mengerti kenapa Roy buru-buru, sedang Roy yang licik segera tiba di rumahnya untuk meniru ini Money Bowl untuknya.

Setiba di rumah, Roy yang sudah tak sabar segera membuatnya dan benar saja setelah mengucap mantra Money Bowl milik Roy segera bersinar begitu indah.

“Wah! Jadi ini The Power Of Money Bowl yang diceritakan nenekku selama ini,” serunya sambil tersenyum puas. “Sekarang tinggal menarik uang banyak-banyak untuk membuat seisi kota North Port jadi milikku!” kekeh Roy begitu lantang.

"Sekarang aku akan jadi orang paling kaya di dunia ini!"

Saat Money Bowl milik Roy menyala, langit di North Port perlahan menjadi hitam pekat dan angin badai mulai berhembus.

"Ah! Apa ini?" gumam Moana yang masih saja duduk menghadap ke arah Money Bowl miliknya.

"Ini pertanda buruk!" bisik Nenek yang memberikan mantra kepada Moana.

"Pertanda buruk? Ada apa memangnya, Nenek!"

"Seseorang sedang berniat buruk dengan ilmu yang aku berikan padamu, Moa!" jelasnya membuat Moa tersentak.

"Apa? Mana mungkin?!"

"Kepada siapa kau berikan ilmuku itu, Moa?" tanya Nenek sihir mendekat ke arah Moa.

"Dia orang baik, Nek. Karena itu aku memberikan ilmuku padanya."

"Mmm, kau ini ternyata gadis yang bodoh!" kesal Nenek membuat Moa tersadar jika dia telah salah. 

"Jadi apa yang harus aku lakukan?"

"Kau harus menghancurkan Money Bowl pria jahat itu, kalau tidak dunia ini akan jadi hancur karenanya!"

"Apa?!!"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel