Curiga Pada Roy
"Kau harus bertanggung jawab, Moa!" tegas Nenek sihir membuat Moa tertegun.
"Aku!"
"Iya, lalu siapa lagi kalau bukan kamu!" tegas Nenek membuat Moa tertegun. "Sudah ku bilang jangan berikan ilmu itu pada siapapun, kan?!"
"Aku harap Tuan Roy tak berpikir sejahat yang kau katakan, Nek!"
Nenek tak menjawab perkataan Moa, dia hanya menggelengkan kepalanya berkali-kali sebelum akhirnya menghilang dari hadapan gadis lugu itu.
Semalaman Moa tak bergeming dari tempatnya duduk, dia terus membayangkan apakah gerangan rencana jahat Tuan Roy yang ditakutkan oleh Nenek.
Dia terus mengingat-ingat kebaikan pria paruh baya yang memberikannya pekerjaan selama ini hingga akhirnya matanya mulai mengantuk. "Dia tak mungkin sejahat yang dikatakan Nenek!" desah Moana yang perlahan matanya semakin berat saja.
Pagi menjelang dan mata Moana kembali bermuka perlahan. Hatinya yang masih ragu dengan perkataan Nenek segera berubah jadi gembira saat suara Tuan Roy terdengar lantang dibalik pintu.
"Moa, ayo bangun. Aku punya kado yang indah untukmu!"
Gadis berambut ikal itu kemudian berlari membuka pintu sambil sesekali menggosok matanya yang masih mengantuk. "Sudah aku duga kau tak akan sejahat yang dikatakan Nenek," bisiknya sesaat sebelum pintu rumahnya yang reot dibukanya lebar.
"Lihat!" tunjuk Roy pada dua orang pria berbadan tegap dengan helm proyek di kepalanya.
"Siapa mereka?"
"Mereka ini adalah orang yang akan membantuku merenovasi rumahmu, Moa. Kau terlalu cantik untuk tinggal di rumah reot ini!" Roy terkekeh lalu meminta dua orang pria itu masuk ke dalam rumah Moa dengan mendorong bahu keduanya.
"Aku tinggal di mana kalau rumahku di renovasi?"
"Jangan takut! Istriku sudah bersedia meminjamkan rumahku di ujung jalan sana untukmu selama kau menunggu rumahmu selesai diperbaiki,"
"Wah!"
"Iya, karena itu segeralah berkemas dan aku akan antarkan kau ke sana!"
Tanpa banyak bertanya lagi Moa segera masuk ke dalam rumah lalu membereskan pakaiannya yang hanya beberapa lembar. Setelah semua masuk tas koper dorong ditariknya dan tak lupa Money Bowl miliknya diraih dengan kedua tangan.
"Biar tasmu aku yang bawa. Kau pegangi mangkok ajaib itu saja," ucap Roy lalu membusungkan dada begitu bangga bisa membawa Moa keluar dari rumahnya.
"Terima kasih, Tuan! Kau baik sekali!"
"Iya, aku baik karena kau telah membantuku selama ini. Kau juga yang perkenalkan aku pada mangkuk ajaib yang akan membawa kita jadi orang terkaya di muka bumi." Kekeh Roy sembari mempercepat langkahnya.
Keduanya lalu melangkah menuju rumah Roy yang hanya berjarak beberapa meter dari rumah Moa. Tanpa banyak bicara Roy segera memutar gagang pintu rumahnya dan keduanya kini ada di rumah sederhana tempat yang sudah dijanjikan pemilik toko bunga itu.
"Kau sudah tiba, Moa. Sekarang bersiaplah karena pekerjaan kita akan banyak hari ini!" ucap Roy sebelum akhirnya meninggalkan Moa sendirian di dalam rumahnya.
Moa yang sudah tau tugasnya di toko bunga tak mau berlama-lama di rumah ini. Cukup 10 menit saja dia bersiap dan langkahnya kembali mengayun untuk bergegas melanjutkan tugasnya yang masih sangat banyak hari ini.
Tiba di toko nampak dua orang putri Tuan Roy sudah bersiap di sana. Mereka sudah mulai merendam bunga-bunga pesanan dalam air dingin agar bunga tetap mekar saat diantarkan.
"Kalian sudah tiba?" sapa Moa lalu meraih bunga-bunga cantik yang siap dipotong.
"Iya, Moa. Semua sudah siap tinggal kau rangkai saja."
"Bagus!" Tangan Moa yang terampil segera menata bunga-bunga dan tak sampai setengah jam sebuah buket bunga indah berwarna merah pesanan hotel sudah siap diantarkan.
"Wow! Indah sekali!" puji salah satu putri Tuan Roy sambil memandangi hasil karya wanita cantik itu.
"Iya, aku harap mereka suka. Cepat kabarkan pada kurir agar mereka bisa segera membawanya ke hotel!" pinta Moa dengan senyumnya yang khas.
"Baik!" seru kedua putri Tuan Roy bersamaan.
Mereka lalu melangkah keluar toko dan menemui Roy yang sudah siap di kursi tempat biasanya dia mengawasi Moa.
"Ayah, bunganya sudah siap!"
"Bagus! Aku akan antarkan sendiri pesanan hotel sedang kalian awasi terus gadis itu!" ucap Roy ketus.
"Kenapa kami harus mengawasi Moa? Bukankah dia gadis yang baik?"
"Tidak! Dia bisa saja tau rencana kita dan kalau sampai dia termakan hasutan nenek sihir itu, bisa saja dia tiba-tiba memecahkan mangkok ajaib milikku dan aku tak mau itu!"
"Oh!" Keduanya menangguk paham akan perintah ayahnya.
Roy yang sudah yakin putrinya paham akan maksudnya kemudian bergegas pergi menuju hotel sedang Moa bersiap memotong bunga untuk pesanan Tuan Wilson.
"Kalian masih di sana," panggil Moa dengan sembut pada putri Tuan Roy.
"Iya," jawab putri tertua Roy kemudian menarik tangan adiknya yang sebenarnya malas membantu Moa pagi itu. "Ayo. kau dengar perintah Ayah, kan? Kita tak boleh membuat Moana menghancurkan rencana Ayah!"
"Kau bilang apa?" tanya Moa yang tak sengaja mendengar percakapan kakak beradik itu.
"Apa yang kau dengar?" tanya gadis berusia lebih tua 3 tahun dari adiknya itu.
"Kau bilang kau tak mau aku menghancurkan rencana ayahmu. Memangnya rencana apa yang ayahmu buat?"
"Rencana," bibir putri tertua Roy itu terlihat bergetar tak mau salah memberi jawaban lagi karena itu tentu sangat berbahaya untuknya dan bisnis ayahnya.
"Ah! Itu! Maksud kakakku rencana pemesanan bunga Tuan Gubernur! Benar kan, kan?"
"Iya, itu yang aku maksud. Kalau kita terlambat Tuan Gubernur pasti akan kecewa pada toko ayahku dan kita akan rugi dibuatnya!"
"Oh!" Moa terkekeh sembari melipat lagi pikiran buruknya pada pemilik toko bunga tempatnya bekerja.
Ketiganya lalu melangkah masuk ke dalam toko sambil bergurau. Tak lama masing-masing sudah memegang gunting bunga dan mulai menata satu persatu bunga yang akan jadi dekorasi tempat ulang tahun putri gubernur yang akan diadakan siang ini.
"Baiklah, sudah siap. Tinggal pasang!" seru Moa.
"Tapi apa kita bisa menyelesaikan semua ini dalam waktu singkat?" Putri Tuan Roy kembali ragu.
"Aku akan cepat. Kita kan bertiga! Ayo!" Moa memberi semangat dan ketiganya kemudian melangkah menuju mobil pick up yang biasa dikendarai oleh Moa. "Ini mobilnya, ayo kita naikkan dulu bunga-bunga ini!"
"Sebanyak ini? Kenapa kau tak suruh tukang saja?" ketus putri bungsu Roy tak terima disuruh oleh pelayan ayahnya.
"Dek, jangan membantahnya,"
"Tapi, Kak!"
"Sudah kita ikuti saja perintahnya!"
"Baiklah!"
Moa lalu membuka penghalang bagian belakang mobil dan mulai menaikkan bunga-bunga pilihan yang sudah dimasukkan kedalam ember berisi air.
Setelah sudah naik semua, mata putri bungsu Roy kembali menyipit. "Kau yakin akan membawa sendiri mobil besar ini?"
"Tentu saja," Moa terkekeh. "Aku begini-begini sudah biasa bawa mobil ini!"
"Pst!" Mata kakak terbelalak meminta adiknya tak terus saja meragukan Moana.
Mereka kemudian bergegas menuju rumah gubernur dan betapa kagetnya Moana karena saat tiba di halaman rumah Tuan Gubernur, Tuan Roy nampak sedang menata sebuah mangkuk besar dengan beras ditangannya persis seperti saat dia membuat Money Bowl.
"Kenapa dia mengajarkan ilmu itu pada Gubernur!" ketus Moa yang segera memarkirkan mobil di halaman rumah dinas Tuan Wilson. "Tuan!" Teriak Moa membuat Roy terperanjat. "Kenapa kau ajarkan itu padanya?!"
"Sial, kenapa dia ada di sini!" geramnya karena tertangkap basah.