Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Memang Harus Mengelak

"Tuan! Kenapa kau ajarkan itu padanya?!" geram Moana yang dengan jelas melihat hal yang sangat tidak dia sukai dilakukan Roy di depan matanya.

"Hah!" Roy memutar otak mencari alasan untuk mengelak apa yang dilihat pelayannya itu. "Aku,"

"Memangnya kenapa?" tanya Wilson mengetahui kemarahan Moana karena ulahnya. "Dia tak mau kita melakukan ini?" bisik Wilson yang mendekat ke telinga Roy.

"Iya, dia sangat merahasiakan Money Bowl dari siapapun kecuali aku,"

"Bilang saja kalau kita sedang merangkai bunga," kekeh Wilson yang terkenal cerdik.

"Kau benar!" seru Roy lalu memutar badannya ke arah Moana yang masih bertolak pinggang dengan wajahnya yang sangat marah. "Moa, aku rasa kau salah paham!"

"Apa maksudmu?" Moa memelankan suaranya lalu mendekat ke arah Roy yang tak disangka akan setenang itu. "Aku salah, Tuan!"

"Tidak!" kekeh Wilson yang malah meraih Money Bowl miliknya untuk dia tunjukkan pada Moa. "Ini kami sedang membuat wadah untuk bunga-bunga yang kau bawa. "

"Kalian akan meletakkan anggrek yang cantik ini di mangkok?" Moa mengernyitkan dahinya.

"Iya, tentu saja. Ini tempat yang bagus untuk meletakkan bunga-bunga cantik itu. Ayo masuk, acara akan segera dimulai dan aku tak mau putriku terlambat melihat dekorasi ruangan tempatnya merayakan hari ulang tahunnya."

Wilson kemudian membawa Money Bowl miliknya ke dalam rumah sedang Moa, Roy dan kedua putrinya segera berbaur dengan pelayan Gubernur untuk mulai mendekorasi tempat ulang tahun.

Selama mendekor, Moa tak lagi melihat Wilson, meski sesekali mencoba memutar pandangannya di sekeliling rumah pria tua itu tetap saja tak nampak.

"Kemana dia?" tanya Moa dengan cemas.

"Siapa?" tanya Roy dengan cepat.

"Aku tak melihat Pak Gubernur!"

"Hey, kau ini cuma pelayan. Jadi jangan ngelunjak!" kesal Roy membuat kepala Moa segera menunduk.

"Iya, maaf, Tuan. Tadinya saya mau minta maaf karena saya salah sangka pada Gubernur,"

"Sudah! Jangan banyak tanya!" ketus Roy lalu berdiri setelah semua bunga selesai dia rangkai. "Setelah ini kita pulang saja, aku mau makan siang di toko dengan kedua putriku!"

"Baik!" jawab Moa singkat kemudian mulai beberes alat kerja yang digunakan.

Dia tiba-tiba merasa bersalah karena tuduhannya meski sebagian hatinya masih sangat yakin jika apa yang dia lihat barusan adalah saat Roy mengajarkan Wilson membuat Money Bowl.

Tak mau Moa terlalu lama berada di rumah Wilson. Roy segera menggiring pelayannya beserta ketiga putrinya menuju mobil dan kembali ke toko.

Mereka pulang dengan mobil pick up yang tadi dalam kendali Moa. Karena bagian depan mobil hanya muat tiga orang. Roy akhirnya menyuruh Moa duduk di bagian belakang Mobil, hal yang biasa sekali dia lakukan selama ini.

"Kita sampai!" seru Roy lega.

"Dia tadi lihat apa, Ayah? Kenapa dia begitu marah?" tanya putri tertua Roy saat mobil berhenti di depan toko.

"Kau tak usah tau! Kau diam saja! Jangan ikut campur!" ketus Roy membuat kedua putrinya terbelalak.

Meski pria paruh baya ini sangat sibuk, rasanya baru kali ini Roy begitu kasar pada mereka berdua.

Moa yang tak mendengarkan percakapan ketiganya di bagian depan mobil kemudian turun lebih dulu lalu melangkah masuk ke dalam toko dengan senyumannya yang polos.

Saat pintu toko dia buka, matanya segera melihat sekeliling dan menemukan beberapa tangkai bunga yang belum sempat dimasukkan ke dalam ember. "Ah, untuk aku temukan kau!" seru Moa dengan suara lantang membuat Roy yang masih ada di luar toko berlari masuk.

"Apa yang kau temukan?" Roy penasaran.

"Apa, Tuan?" Moa bertanya balik.

"Tadi kau bilang menemukan sesuatu?"

"OH! Ini!" tunjuk Moa pada bunga yang sudah dia masukkan ke dalam ember berisi air yang selalu digunakan untuk menjaga kesegaran bunga.

"Oh!" Roy menghela nafasnya lalu melemparkan senyuman pada Moa. "Kalau sudah tak ada yang harus aku lakukan, aku pulang saja."

"Pulang?" Moa menatap polos ke arah Roy berharap tuannya mau memenuhi janjinya untuk makan siang bersamanya.

"Kenapa kau lihat aku begitu?!"

"Bukannya tadi Tuan janji akan makan siang dulu?"

"Hehehe! Iya, iya. Aku akan ingat!" tegas Roy lalu menangguk. "Tunggu di sini. Aku ada toko roti enak. Kau pasti suka!"

Tentu Moa sangat girang mendengar perkataan Roy, diapun dengan sabar menunggu tuannya kembali dan benar saja, tak sampai sepuluh menit Roy sudah kembali dengan potongan sandwich di tangannya dan menyerahkannya pada Moa.

"Ini isi ayam, sayuran dan keju. Makanlah!"

"Terima kasih, Tuan!"

"Mmmm!" ucap Roy lalu memutar kembali badannya ke arah mobil tempat kedua putrinya menunggu. "Aku pulang dulu, ya. Kamu kerja sampai jam 3 saja, toh besok kita masih harus membuat buket bunga untuk hotel baru itu!"

"Siap!" seru Moa yang masih sibuk mengunyah roti sandwich pemberian Roy.

Matanya terus memperhatikan roti hingga tak memperhatikan lagi ke arah mana tuannya pergi.

Setelah perutnya kenyang, Moa lupa akan kejadian di rumah Wilson. Dia hanya sibuk dengan tangkai bunga yang baru dikirim hari ini dan siapa dia rangkai keesokan harinya.

Dia terus memperhatikan satu demi satu tangkai bunga hingga tiba-tiba...

Biyaaaar!

Langit berubah gelap dan mulai bergemuruh. Kejadian yang sama saat nenek sihir menampakkan diri untuk memarahi Moa.

"Ah!" teriak Moa yang tubuhnya seketika bergetar hebat. "Apa ini? Kenapa kejadiannya sama dengan kejadian kemarin?" ucap Moa sambil menutup kedua telinganya. "Apa ini?"

"Hah! Lihat apa yang kau lakukan?!" teriak Nenek yang kembali menampakkan diri.

"Apa ini karena Money Bowl milik Wilson?" desis Moa mencoba menebak.

"Ya, Gubernur ini membuat Money Bowl! Kau sudah melanggar janjimu untuk merahasiakan ilmu ini dan lihat apa yang terjadi sekarang!"

"Nek, maafkan aku! Aku tak tau kalau mereka akan menjadikan Money Bowl sebagai alat keserakahan mereka!"

"Terlambat!" Nenek mengangkat tubuh Moa dengan kekuatan di ujung jarinya lalu membantingnya ke dinding.

Brak!

"Aduh!" Moa merintih kesakitan dan sesaat kemudian dia kehilangan kesadarannya.

"Apa yang terjadi?" tanya Moa dalam dunia ketidak sadarannya. Dia terus berusaha bangun tapi tak bisa. Tubuhnya terlalu lemah dan matanya tak bisa terbuka lebar.

"Apa yang harus aku lakukan?" rintihnya sambil mencoba sekuat tenaga menggerakkan tubuhnya.

"Kau sudah melakukan kesalahan, Moa! Karena kesalahanmu itu, mulai sekarang kau akan aku kutuk menjadi penyihir sepertiku. Kau tak akan bisa lari dari kutukan ini sebelum kau berhasil menghancurkan semua Money Bowl milik semua orang-orang jahat itu!"

"Oh, Tuhan! Sebesar itukah kesalahanku?" lirih Moa sambil terus berusaha bangkit dari ketidak sadarannya.

"Aku akan ijinkan kau bangkit tapi kau harus berjanji memenuhi permintaanku tadi!"

"Baik, Nek! Aku akan melakukannya. Sekarang ijinkan aku bangkit," janji Moa dan seketika kedua matanya terbuka lebar.

"Moa!" panggil Rut, teman Moa yang duduk di samping gadis lugu itu.

Gadis muda itu berusaha bangkit dari tempat tidur dengan sisa tenaga di tubuhnya. "Rut! Kau di sini? Apa yang terjadi padaku?"

"Toko Tuan Roy roboh karena badai. Kami menemukanmu di antara reruntuhan toko seminggu yang lalu,"

"Seminggu yang lalu?" Moa terduduk diam sambil mengingat-ingat kejadian yang masih bisa dia ingat.

"Benar! Kau sudah seminggu tak sadarkan diri. Kami membawamu ke rumahku karena rumah sakit penuh."

"Eh, dimana aku? Mana Tuan Roy?" Moa mulai menyadari tempat dia berada saat ini.

"Kau ada di rumahku. Tuan Roy dan keluarganya pergi entah kemana,"

"Apa?! Jadi mereka pergi?"

"Iya!"

"Astaga! Jadi aku harus mencari mereka kemana sekarang?" desis gadis muda itu karena janjinya pada Nenek.

"Memangnya kenapa?" tanya Rut tak mengerti.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel