Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4. Panggilan dari Ansley.

Ting!

Bunyi notifikasi dari ponsel Willy mengejutkan Reagan. Dengan cepat ia menoleh dan menatap pria itu.

Willy yang juga sadar akan bunyi itu segera menatap ponselnya lalu berkata, "Uangnya sudah masuk, Tuan."

"Bagus, mana kartumu?"

Dengan sigap Willy meraih dompet dari saku celana kemudian mengeluarkan sebuah black card dan memberikannya kepada Reagan.

"Ini, Tuan."

Reagan tersenyum lebar. Dengan gerakan cepat ia langsung meraih kartu itu kemudian kembali ke meja kasir.

"Nona, aku ingin membayar ponsel yang tadi."

"Baik, Tuan."

Dengan senyum penuh kemenangan Reagan mengalihkan pandangan dan berkata dalam hati. "Maafkan aku, dad, sampai kapanpun aku tidak akan pernah mau menikah dengan gadis pilihanmu."

"Silahkan masukan pinnya," kata si kasir.

Willy segera maju dan menekan angka di atas mesin transaksi.

Reagan yang berdiri menatap mereka kini tersenyum penuh kemenangan.

"Baik, terima kasih," kata si kasir sambil memberikan paper bag berwarna putih kepada Reagan.

Reagan tak menjawab, ia segera merogoh benda itu dari dalam paper bag dan memberikan paper bag itu kepada Willy.

"Tuan, setelah ini kita akan ke mana?" tanya Willy.

Saat ini ia mengekor dan berjalan di belakang Reagan menuju ke tempat parkir.

"Kita kembali, aku hanya membutuhkan ini."

"Baik, Tuan."

Dengan cepat Willy mendahului Reagan dan membukakan pintu untuk sang atasan.

Reagan yang senang karena tujuannya sudah tecapai, kini merogoh sesuatu berupa chip dari saku celana kemudian dipasangkan ke dalam ponsel barunya.

Setelah mengaktifkan ponsel itu senyumnya pun kembali melebar.

"Willy, bisa kau bagikan nomor Milly dan mommy."

"Baik, Tuan. Tunggu sebentar."

Dilihatnya pria itu sedang merogoh ponsel dari saku celana kemudian memberikan kepadanya.

"Nama mereka ditulis nyonya besar dan nyonya muda, Tuan," kata Willy.

Tanpa menjawab perkataan sang supir Reagan segera mencari nama yang disebutkan kemudian menyalin ke ponsel barunya.

Setelah selesai ia pun mengembalikan ponsel itu kepada Willy dan berterima kasih.

Willy yang tahu sang atasan sudah selesai pun segera menyalakan mesin mobil dan meninggalkan tempat itu.

Sambil menatap jendela Reagan menempelkan ponselnya ke telinga.

Zet!

"Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan, cobalah___"

Tut! Tut!

Reagan memutuskan panggilan dengan kesal.

"Kak Milly sedang apa jam begini, kenapa ponselnya tidak aktif?"

Reagan mencoba lagi. Hasilnya sama.

"Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif, cobalah___"

Tut! Tut!

Karena kontak yang dihubunginya tidak bisa terhubung, ia mencoba kontak lain yang ternyata adalah ibunya.

Reagan menatap layar dan melihat deretan huruf yang tertulis nama mommy. Ia pun hendak menekan radial, tapi tiba-tiba ingatannya terganggu.

"Kalau aku hubungi mommy sekarang yang ada daddy bisa tahu pembicaraan kami. Apa sebaiknya besok saja, ya?" katanya pelan, "Oke, besok saja. Willy?"

"Iya, Tuan?"

"Besok ingatkan aku untuk menghubungi mommy sebelum ke kampus. Tapi pastikan kau mengingatkannya di saat jam kantor daddy, ya? Aku tidak mau daddy tahu pembicaraanku dengan mommy."

"Baik, Tuan. Tapi kalau nyonya memberitahukannya kepada tuan besar, bagaimana?"

"Tidak, aku akan membujuk mommy untuk tidak mengatakannya."

"Baik, saya akan mengingatkan Anda."

***

Bunyi alarm dari nakas membuat Clare terbangun. Dengan tubuh malas dan mata terpejam ia meraih benda itu dan mematikan suaranya.

Tahu waktunya sudah pagi, ia segera bangun dan bersiap-siap. Clare tidak mau lagi kena hukuman seperti kemarin. Akibat hukuman itu, kakinya sakit dan sulit digerakan.

Mengingat ia adalah mahasiswi baru dan anak dari pemilik kampus itu, Clare tetap bangun dan memaksakan diri meski kakinya sedang sakit.

Drttt... Drttt...

Bunyi getaran ponsel mengejutkannya. Dilihatnya nama Ansley sebagai pemanggil di dalam layar.

"Tumben dia meneleponku pagi begini?" tanpa berlama-lama lagi ia segera menekan radial untuk menghubungkan panggilan, "Halo?" sapa Clare kemudian menguap karena kantuk.

"Kau sudah bangun? Aku pikir kau belum bangun."

Clare melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah enam pagi.

"Aku baru saja bangun. Aku sudah memasang alarm, biar tidak terlambat lagi seperti kemarin."

Tawa Ansley terdengar. "Aku rasa gadis-gadis lain sengaja membuat diri mereka terlambat, biar mendapat hukuman dari Reagan."

"Tidak bagiku, Ansley. Apalagi karena dia kakiku sakit sekali pagi ini. Kakiku sedikit sulit digerakan. Tidak masalah, aku harus berusaha dan tetap masuk kampus hari ini."

"Good girl," kata Ansley, "Kalau begitu bersiaplah, jam tujuh lebih sedikit ada kegiatan di lapangan. Kau harus hadir, ya?"

"Tentu saja. Tapi tunggu, kau belum mengatakan tujuanmu meneleponku."

Ansley tertawa. "Aku menelepon hanya untuk membangunkanmu, Clare."

Clare balas tertawa. "Kau ini ... Terima kasih kalau niatmu begitu. Aku siap-siap dulu, sampai ketemu di kampus."

Tut! Tut!

Di sisi lain.

Reagan yang sudah wangi dan rapi kini tampak bahagia akibat pikiran yang terus melayang semenjak kejadiam kemarin.

Biasanya ia paling malas bangun pagi meski harus ke kampus. Sekarang tanpa alarm pun dirinya sudah siap dan penuh semangat untuk menjalani hari.

"Tumben Tuan sudah bangun," kata Willy begitu melihat pria tinggi dan tampan itu keluar dari apartemen.

"Aku sedang bahagia, Willy. Ayo, aku ingin ke kedai Bebbi, aku ingin sarapan di sana sebelum ke kampus."

Sang supir menatap bingung. Namun, karena perintah yang dilayangkan sang majikan sudah berlalu beberapa detik yang lalu, ia segera berlari ke mobil untuk membukakan pintu di bagian belakang.

Reagan masuk. Dan saat tubuhnya sudah duduk dengan nyaman, saat itulah ponselnya bergetar.

Drttt... Drttt...

Dengan cepat Reagan meraih benda itu dari dalam ransel. Dilihatnya nama Milly sebagai pemanggil.

"Halo?" sapanya pelan.

"Reagan! Kau sudah bangun? Tumben jam begini kau sudah bangun."

Laki-laki itu berdecak. "Kalau bukan karena kau yang menelepon, mungkin aku belum bangun. Kau membangunkan tidurku, Milly."

"Dasar kau! Ngomong-ngomong kenapa semalam kau meneleponku? Aku baru saja menghidupkan ponsel dan baru sempat melihat pesan yang kau kirimkan semalam."

Mata Reagan menatap ke luar jendela.

"Apa daddy masih membahas soal perjodohanku dengan kalian?"

"Iya, kenapa?"

"Itu dia masalahnya, Milly. Aku tidak ingin dijodohkan. Aku hanya ingin menikah dengan perempuan yang aku cintai."

"Kau ini gila, ya? Bukankah sejak awal kau sudah setuju dengan perjodohan itu? Kenapa sekarang pikiranmu tiba-tiba berubah, hah?"

Reagan tersenyum samar. "Aku sedang jatuh cinta, Milly.

"Apa?!"

Pengakuan Reagan membuat Milly dan Willy kaget.

Pria itu menatap Reagan dari kaca spion dengan tatapan terkejut.

"Aku sudah punya perempuan yang ingin kunikahi, Milly."

Terdengar Milly tertawa. "Seorang laki-laki dingin sepertimu bisa jatuh cinta? Apa aku tidak salah dengar, hah?"

Wajah Reagan berubah garang. "Jadi kau meremehkanku?"

"Reagan, Reagan. Kau itu adikku, aku paling tahu siapa kau. Apalagi soal perempuan ... pasti kau belum mengungkapkan perasaanmu padanya, kan?"

Wajah Reagan merah karena malu.

"Kau benar, aku belum mengutarakan perasaanku. Tapi jangan salah, dia sudah menerima hadiah dariku, Milly."

"Hadiah? Kau telah memberikannya hadiah?"

"Iya."

"Bisa aku tahu hadiah apa yang kau berikan padanya sampai dia mau menerima hadiah itu?"

"Dua buah burger dan satu cup minuman cokelat."

Zet!

Tawa Milly terdengar jelas dari balik telepon.

Willy yang mendengarnya pun ikut tertawa tanpa bersuara.

"Kau mendapat ide dari mana, hah? Terus siapa yang memberitahumu bahwa, makanan adalah suatu hadiah spesial untuk diberikan pada perempuan?"

Reagan kembali mengingat kejadian itu.

"Kemarin dia terlambat. Aku menghukumnya. Aku menyuruh dia mengelilingi kampus sebanyak seratus kali. Karena dia tanpa protes melakukan apa yang kuperintahkan, aku menghadiahkan dia burger dan minuman cokelat kesukaannya."

Lagi-lagi tawa Milly terdengar.

"Reagan, Reagan, sebaiknya kau buang jauh-jauh perasaanmu itu. Ingat, kau sudah dijodohkan dan kau tidak boleh menikah dengan perempuan lain selain wanita itu."

Bersambung___

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel