Ringkasan
Cerita ini sekuel-nya Mysterious CEO, ya. Clare Stewart, wanita cantik dan pintar yang sejak masih dalam perut ibunya sudah dijodohkan. Karena usia masih sangat muda, Clare memilih fokus kuliah dan tak ingin tahu siapa pria yang telah dijodohkan dengannya. Namun, takdir berkata lain Clare melanggar sumpahnya sendiri dan jatuh cinta kepada seniornya. Senior itu bernama Reagan Harvest, anak pengusaha kaya yang ternyata adalah anak sahabat ayahnya Clare. Pria itu sangat menyukai Clare dan rela melakukan apa saja demi mendapatkan wanita itu. Apakah Clare sanggup menahan godaan Reagan demi perjodohan yang telah dilakukan orangtuanya? Apakah Clare akan menolak perjodohan itu dan menerima Reagan yang sangat mencintainya? "Maafkan aku, Reagan. Aku sudah dijodohkan." "Sama, aku juga sudah dijodohkan. Tapi sebelum menikah, aku ingin menjalin asmara denganmu, kumohon."
Bab 1. Perjodohan.
Dean dan Kensky sedang duduk di ruang tamu sambil menunggu anak semata wayang mereka pulang.
Setelah melahirkan putri pertama yang diberi nama Clare Agatha Stewart delapan belas tahun yang lalu, Kensky divonis mengidap penyakit yang apabila disembuhkan sudah tidak bisa hamil lagi.
Hal itu menyebabkan Kensky frustasi. Tapi berkat dorongan dan semangat yang diberikan sang suami dan anak semata wayangnya, Kensky bisa melewati masa-masa itu dan menjalani hidup sebaik mungkin.
Ia bahkan menganggap hal itu tidak pernah terjadi dan merasa bahwa dirinya memang tidak ingin menambah anak dengan alasan tidak ingin cintanya kepada Clare terbagi.
Sekarang, dengan wajah penuh ketegangan ia dan suaminya sedang membicarakan soal masa depan sang anak.
"Kau yakin dia mau menerima keputusan ini?" tanya Kensky kepada Dean.
Dean yang duduk di sampingnya langsung tersenyum sambil menggenggam tangan istri tercintanya.
"Usia Clare sudah delapan belas tahun. Sebentar lagi dia akan duduk di bangku kuliah. Sudah saatnya dia tahu soal ini. Aku takut kalau kita menunda untuk memberitahukannya, yang ada dia akan jatuh cinta kepada pria lain."
"Selamat malam," sapa Clare dari arah depan. Ia segera menghampiri kedua orangtuanya kemudian mencium mereka secara bergantian.
Gadis yang rambut panjangnya berwarna cokelat kehijauan itu mengambil posisi di samping Kensky.
Sambil memeluk sang ibu ia berkata, "Mami dan Papi kenapa belum tidur, ini kan sudah larut?"
Kensky hanya tersenyum sayang sambil mengusap belakang kepala Clare saat gadis itu memeluknya.
Dean berkomentar. "Ada hal penting yang ingin kami sampaikan. Itu sebabnya kami belum tidur, kami menunggumu pulang."
Saat itulah Clare bangkit dari tubuh Kensky dan memasang wajah penasaran.
"Hal apa itu, Pi?"
Dean dan Kensky saling menatap sesaat sebelum akhirnya kembali menatap Clare.
"Maafkan kami jika hal ini membuatmu terkejut. Tapi percayalah, rencana ini sudah kami siapkan jauh sebelum mami dan papi menikah," kata Dean.
Clare semakin penasaran. Ia menatap kedua orangtuanya secara bergantian dengan mata abu-abunya yang diwariskan dari sang ayah.
"Setelah mendengar ini papi harap kau tidak keberatan atau pun menolaknya, Clare."
Kensky tersenyum.
Clare yang semakin penasaran terus mengerutkan alis untuk menunggu penjelasan.
"Kami telah menjodohkanmu dengan seseorang," kata Dean.
Clare terkejut. "Dijodohkan?!"
"Iya."
"Oh, Papi ... kenapa harus dijodohkan? Memangnya Papi pikir tidak akan ada laki-laki yang mau padaku, hah? Anakmu ini cantik, Pi. Tidak perlu dijodohkan pun aku pasti akan laku. Lihat, wajahku perpaduan antara kalian berdua. Rambutku indah seperti rambut Mami, mataku juga indah seperti mata Papi. Apa yang kurang, hah? Tubuhku tinggi seperti Papi dan seksi seperti Mami. Jadi untuk apa dijodohkan lagi?"
Dean tertawa.
Kensky tertawa. "Bukan begitu, Sayang. Kamu jangan salah paham, ya? Kami menjodohkanmu dengannya bukan berarti menganggap dirimu tidak laku. Perjodohan ini sudah terjadi sejak pesta pernikahan kami berlangsung dan itu jauh sebelum kau hadir di perut mami."
Mulut Clare terbuka lebar mendengar itu.
Dean yang melihat ekspresi putrinya pun ikut tertawa.
Kensky menjelaskan. "Saat pesta pernikahan kami di adakan, teman papi itu datang bersama anaknya yang masih sangat kecil. Usia kalian hanya selisih satu tahun. Mami sendiri lah yang langsung memutuskan untuk menjodohkan anak itu dengan anak kami jika nanti mami melahirkan anak perempuan."
Clare nyaris tertawa. "Untung Tuhan mendengarkan doa Mami. Coba kalau tidak, pasti anak Mami dan Papi lahir laki-laki dan perjodohan itu pasti tidak akan terjadi."
Kensky tersenyum sambil melirik suaminya yang juga sedang tersenyum.
"Anak itu sangat tampan, Sayang. Dia anak pengusaha kaya, sama seperti papi. Hanya saja sekarang ini mereka ada di Amerika."
Clare terdiam sesaat sebelum akhirnya berkata. "Aku percaya kepada kalian. Apa yang sudah kalian putuskan itu berarti hal yang terbaik buatku. Jika menurut Mami dan Papi laki-laki itu yang terbaik buatku, aku akan menerima perjodohan ini."
Kensky dan Dean terkejut. Mereka bahagia. Saking bahagia mereka saling bertatap dengan senyum yang sangat lebar.
"Tapi dengan satu syarat," balas Clare cepat.
Ekspresi Dean dan Kensky langsung berubah.
"Kau ingin bernegosiasi dengan papi?" tanya Dean.
Clare tertawa. Ia merasa lucu saat melihat ekspresi di wajah kedua orangtuanya yang kini berubah tegang.
"Bukan, Papi. Kalau pun ingin bernegosiasi yang ada aku akan kalah dari Papi."
Dean tersenyum. "Kalau begitu apa? Katakan, apa syaratnya?"
Clare menatap wajah Dean dan Kensky secara bergantian.
"Aku mau dijodohkan dengannya, tapi aku ingin bertemu dengannya setelah lulus kuliah. Aku tidak ingin melihatnya sekarang, aku tidak ingin hal itu mengganggu pikiran dan sekolahku."
Kensky meledek. "Anak mami takut jatuh cinta, ya?"
Wajah Clare memerah. Ia tak sanggup menjawab akibat rasa malu yang ia rasakan saat ini.
"Tidak masalah," jawab Dean, "Lagi pula memang itu yang kami inginkan. Papi dan mami sudah membicarakan hal itu dengan keluarganya, bila mana kami akan mempertemukan kalian setelah kau lulus kuliah."
Clare tersenyum sayang. "Aku percaya pada Mami dan Papi, kalian adalah orang tua yang paling hebat yang pernah kumiliki."
Kensky memeluknya. "Kami sangat mencintaimu, Nak. Sebagai orang tua kami ingin yang terbaik untukmu."
"Aku percaya, Mami. Aku percaya," balas Clare.
"Kalau begitu pembicaraan selesai," kata Dean, "Hanya itu yang ingin kami sampaikan padamu."
Clare berdiri dan mencium pipi kedua orangtuanya.
"Aku juga harus istirahat, besok hari pertama orientasi studi dan pengenalan kampus. Aku tidak boleh terlambat, selamat malam."
"Malam, Sayang," balas Kensky. Ia dan Dean masih di posisi yang sama sambil menatap tubuh Clare ketika gadis itu menaiki tangga, "Oh, Dean, aku senang mendengarnya."
Dean mendekati sang istri lalu memeluknya dengan erat. "Besok aku akan menelepon mereka dan memberitahukan kabar baik ini."
Saat ini keluarga Stewart sudah pindah ke Eropa. Karena Mrs. Stewart ingin menghabiskan sisa umur di tanah kelahirannya, mereka memutuskan untuk pindah ke Eropa dan membiarkan perusahan mereka di bawah naungan Eduardus, ayah Kensky.
Meski begitu bukan berarti laki-laki itu bebas dan melakukan apa saja yang dia inginkan. Dean justru menyuruh orang untuk mengawasi Eduardus meskipun lelaki itu mertuanya.
Saat ini meskipun ada tangan kanan yang menjadi wakil pimpinan di kedua perusahannya, Dean tetap menjadi CEO dan sah menjadi pewaris tunggal Kitten Group se Eropa dan Amerika.
***
Keesokan hari Clare berlari dengan napas terengah-engah di pagi hari. Karena lupa memasang alarm sebelum tidur, ia akhirnya terlambat ke kampus dan orang terakhir yang muncul di saat semua mahasiswa baru sedang menerima penyampaian dari kakak tingkat.
Tanpa rasa bersalah Clare segera bergabung dengan tim-nya. Tapi saat ia hendak menerobos ke dalam barisan yang sedang berdiri dengan kostum masing-masing, suara laki-laki dengan keras meneriaki Clare.
"Hei, kamu! Siapa yang menyuruhmu berbaris, hah?"
Teriakan laki-laki itu mengundang semua mata untuk menatap gadis cantik bertubuh tinggi yang ada di samping mereka.
Clare menjadi patung. Dengan jantung berdetak cepat ia menatap sosok yang berdiri di depan dengan pakaian putih dipadu almamater abu-abu.
"Kemari kau!"
Clare menurut. Semua mata pun mengikuti langkahnya.
Ada yang menatap kasihan, ada juga yang menatap iri karena kecantikannya. Meski memakai kaos kaki dua warna dan rambut diikat dua serta tali yang menjuntai di dada, Clare tetap terlihat cantik dan menarik.
"Siapa yang menyuruhmu masuk ke barisan, hah?" ketus laki-laki yang merupakan wakil panita dari kegiatan tersebut. Ia menatap sosok tinggi di sampingnya, "Ketua, kita apakan gadis ini? Sepertinya dia tidak tahu diri. Sudah terlambat, tapi tidak merasa bersalah sama sekali."
Wajah Clare pucat. Ia menatap sosok tampan berambut cokelat yang merupakan ketua panita dari kegiatan tersebut.
"Suruh bersihkan toilet saja, Ketua!" kata gadis yang merupakan sekertaris kegiatan. Ia berdiri di samping wakil ketua dan menatap Clare dengan pandangan tidak suka.
Laki-laki yang merupakan ketua itu diam sesaat sambil menatap Clare. "Siapa namamu, Nona?"
Karena nama sekolahnya adalah Agatha, Clare dengan cepat menyebutkan nama itu sambil menatapnya. "Namaku Agatha."
Laki-laki itu mengulurkan tangan. "Kenalkan, namaku Reagan."
"Huuuuu!"
Semua mahasiswa senior itu bersorak seakan meledek, karena Clare sama sekali tidak membalas uluran tangannya dan tak peduli ledekan mereka.
Bersambung___