5. Dek, Aku Pulang
"Si--siapa?" tanya Zakiya dengan suara bergetar.
Dia berdiri di belakang pintu beberapa saat, menunggu jawaban dari seseorang yang mengetuk pintu di luar.
Keringat dingin membasahi kening dan punggungnya, ada perasaan gelisah dan aneh yang dia rasakan, namun tidak tahu apa.
"Dek, ini aku, Mas ...." jawab suara yang berada di luar.
Degh!
Jantung Zakiya terasa berhenti berdetak, namun detik berikutnya, dia justru merasa dadanya berdegup kencang.
Terlebih ketika orang yang berada di luar menyebut dirinya dengan sebutan MAS.
Sebutan yang dia tujukan untuk Gahisan, suaminya.
Untuk sesaat Zakiya ragu, apakah benar pemilik suara yang saat ini berada di luar itu adalah suaminya, atau dirinya sedang berhalusinasi, karena seharian sibuk memikirkan Gahisan yang baru saja berangkat merantau. Untuk memaatikan dan meyakinkan dirinya, kalau yang saat imi berada di luar adalah Gahisan, Zakiya mencoba untuk bertanya.
"Benarkah itu kamu, Mas Gahisan ....?" tanya Zakiya memastikan. Karena dia masih belum percaya, kalau yang berada di luar adalah Gahisan, suaminya atau telinganya yang salah mendengar.
"Iya, Dek, ini Mas," jawab suara dari luar penuh keyakinan.
Mendengar jawaban dari luar, Zakiya semakin yakin, kalau yang datang adalah Gahisan.
Dengan tangan gemetar, Zakiya membuka palang pintu.
Perlahan, pintu mulai terbuka. Dan di balik pintu, seseorang berdiri dengan membelakangi Zakiya.
Walau berdiri membelakangi dirinya, namun Zakiya sangat mengenal sosok yang saat ini berdiri di depannya.
"Mas ... ini benar kamu?" tanya Zakiya.
Perlahan, sosok pria yang berdiri membelakangi dirinya memutar tubuh.
Saat mereka sudah berhadapan, laki-laki itu tersenyum.
"Mas Gahisan ...."
Zakiya langsung memeluk Gahisan yang berdiri di depannya, cukup lama dia memeluk tubuh suaminya, hingga dia menyadari ada sesuatu yang aneh dari sosok Gahisan yang saat itu dia peluk.
"Mas, ayo masuk, jangan berdiri saja di sini."
Zakiya menarik lengan Gahisan untuk segera masuk ke dalam rumah.
Namun tidak seperti biasanya, Gahisan tidak banyak berbicara, dia memilih untuk tersenyum setiap kali Zakiya mengajaknya berbicara dan menjawab ketika Zakiya bertanya saja.
"Mas ... kenapa kamu pulang kembali ke rumah, apakah tidak jadi pergi jadi TKI? Tapi tidak apa-apa, aku justru senang kamu akhirnya pulang," cecar Zakiya saat Gahisan sudah duduk di salah satu bangku yang ada di dalam rumah. Perasaan senang dan bahagia dia ungkapkan atas kepulangan Gahisan.
"Iya, aku tidak jadi pergi, Dek." Gahisan menjawab singkat pertanyaan Zakiya, lalu dia kembali diam.
"Kenapa, Mas? Bukankah kamu begitu ingin merantau?" selidik Zakiya. Rasa penasarannya membuatnya bertanya pada suaminya, kenapa memutuskan untuk pulang. Sementara dia tahu, kalau Gahisan begitu ingin merubah nasib sehingga membuatnya membulatkan tekad untuk merantau.
"Aku tidak tega meninggalkanmu," jawab Gahisan. Lagi-lagi sebuah jawaban yang singkat.
Pipi Zakiya merona, mendengar jawaban Gahisan. Dia sangat yakin, kalau suaminya pasti tidak akan kuat berpisah dengannya dalam waktu yang lama. Mengingat saat ini, mereka juga bisa dibilang sebagai pasangan pengantin baru.
"Ayo, Mas, diminum teh nya. Mumpung masih anget, tadi aku pegang tanganmu dingin banget, soalnya."
Zakiya meletakkan segelas teh hangat di atas meja. Gahisan yang duduk di sebelahnya, hanya memandang gelas dengan tatapan seperti orang yang sedang bingung.
"Minum teh nya, Mas," ucap Zakiya lagi, kali ini dia mengambil gelas berisi teh hangat dan menyodorkan pada Gahisan.
Dengan gerakan canggung, Gahisan mendekatkan gelas ke bibirnya, matanya sesekali melirik ke arah Zakiya.
Sementara itu, Zakiya tersenyum sendiri memperhatikan Gahisan yang sedang meminum teh hangat buatannya.
Saat Gahisan mengangkat tangannya untuk meminum teh, Zakiya yang duduk di sampingnya, kembali merasa aneh. Ada sesuatu yang sedikit mengganggu indera penciumannya.
"Mas ... aku siapkan air hangat buat mandi, ya?" Kata Zakiya.
Zakiya hendak beranjak dari duduknya dan merebus air untuk Gahisan mandi. Dia berpikir, mungkin suaminya habis melakukan perjalanan jauh, dan menyebabkan berkeringat dan tubuhnya sedikit berbau.
"Mandi?" tanya Gahisan, kedua alisnya bertautan. Diletakkannya gelas yang isinya sudah tandas tersebut ke atas meja.
"Iya, Mas. Pasti Mas capek, setelah menempuh perjalanan yang jauh, biar aku siapkan air hangat untuk mandi, biar terasa enak badannya," jawab Zakiya.
"Tidak perlu," kata Gahisan.
"Tapi, Mas ... keringatmu ...."
Zakiya menghentikan ucapannya, dia tidak ingin meneruskan kalimatnya, takut kalau Gahisan tersinggung.
Melihat Zakiya yang masih berdiri menatap dirinya, Gahisan berkata, "Baiklah, Mas akan mandi," ucapnya kemudian.
Lalu Gahisan bangkit dari duduknya, dan berjalan menuju belakang rumah. Membawa satu ember air hangat yang telah disiapkan Zakiya.
Tidak lama setelah itu, Zakiya mendengar guyuran air dari kamar mandi yang terletak di dekat dapur, persis seperti orang yang sedang mandi.
Zakiya masuk ke dalam kamar, merapikan tempat tidurnya.
Dia mengebas seprei dengan sapu lidi beberapa kali, saat dia membalikkan tubuh hendak meletakkan kembali sapu lidi ke tempatnya, Zakiya terlonjak, jantungnya seolah mau lepas, karena melihat Gahisan yang tiba-tiba sudah berdiri di depan pintu kamar.
Rambutnya sedikit basah, dan ada sisa air di sana.
"Mas Gahisan, kamu mengagetkanku," ucap Zakiya sambil memukul lembut lengan Gahisan.
Gahisan masih berdiri di depan pintu, lalu dengan satu gerakan, dia sudah membopong tubuh Zakiya dan membawanya ke atas tempat tidur. Mata Gahisan menatap tajam Zakiya, tanpa kata.
"Mas ...." panggil Zakiya lirih.
Namun Gahisan tidak menjawab panggilan Zakiya, matanya makin tajam menatap Zakiya, seolah ingin melumat tubuh wakita yang terbaring di atas tempat tidur itu.
Lalu, tangan Gahisan melucuti satu persatu pakaian yang dikenakan Zakiya.
"Mas ... pelan-pelan," protes Zakiya, saat dia merasa Gahisan sedikit kasar memperlakukan dirinya.
Tidak seperti biasanya, malam ini Gahisan sedikit kasar. Bahkan, tidak ada cumbuan mesra atau kata-kata manis yang sering diucapkan Gahisan sebelum mereka bercinta. Namun, Zakiya menganggap, kalau suaminya begitu merindukan dirinyaz setelah sehari penuh meninggalkan rumah. Akan tetapi, disela cumbuan Gahisan, kembali Zakiya mencium aroma yang menggangu indera penciumannya, aroma yang kurang sedap dan menyengat.
"Bukankah Mas Gahisan tadi sudah mandi, tapi kenapa masih ada bau seperti ini?" pikir Zakiya.
Bukan itu saja yang dirasakan Zakiya. Gahisan malam ini, begitu bertenaga, hingga membuat Zakiya kewalahan. Seolah tenaga Gahisan tidak pernah ada habisnya.
"Mas ... kamu malam ini sangat berbeda," ucap Zakiya di antara napasnya yang memburu.
"Iya, Dek. Mulai malam ini dan malam seterusnya, aku akan berbeda dari biasanya."
Gahisan menjawab, sambil mengusap peluh yang membasahi wajahnya. Ada seulas senyum di sudut bibir Gahisan, senyum yang tidak sempat dilihat oleh Zakiya, karena dia keburu pingsan, karena tidak kuat mengimbangi Gahisan.
***