Bab 05. Cinta Di Antara Dua Dunia
Setelah berjalan beberapa menit, Bram akhirnya tiba di rumahnya yang besar dan mewah. Rina dan Dika ternganga, tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.
“Gila, Bram! Rumah ini kayak istana!” Rina berseru, matanya berkeliling mengamati setiap sudut rumah.
“Serius deh, bro. Lu tinggal di sini sendirian?” Dika bertanya, masih terpesona.
“Yup, ini rumah keluarga. Tapi sekarang gua tinggal sendiri. Cukup luas, kan?” Bram menjawab sambil tersenyum bangga.
“Luas banget! Bikin gua pengen numpang tinggal,” Dika bercanda, membuat Rina tertawa.
Bram memimpin mereka ke ruang studio lukisnya, yang terletak di lantai dua.
“Ayo, gue mau tunjukin sesuatu yang keren!” ucapnya dengan semangat, membuka pintu studio.
Begitu mereka masuk, Rina dan Dika langsung terkesima. Ruang studio itu dipenuhi dengan kanvas-kanvas besar, cat warna-warni, dan alat lukis berserakan di mana-mana. Namun, perhatian mereka langsung tertuju pada lukisan di dinding yang paling besar.
“Wow, itu... itu Juan, kan?” Rina bertanya, langkahnya terhenti di depan lukisan.
“Yoi...! Gila, Bram. Lukisan ini hidup banget! Dia kayak ngeliatin kita!” Dika menambahkan, terpesona.
Bram mendekat, merasakan bangga dengan hasil karyanya. “Iya, ini lukisan Juan. Gue baru selesai melukisnya kemarin malam. Dia terlihat cantik, kan? Meskipun belum sepenuhnya."
Rina mengangguk, matanya tak lepas dari wajah Juan yang cantik. “Gue nggak nyangka lu bisa bikin lukisan seindah ini. Rasa-rasanya kayak Juan beneran ada di sini,” ucapnya, suara penuh kekaguman.
“Dia beneran ada di sini,” Bram menjelaskan, sedikit ragu. “Maksud gua, dia... ya, dia keluar dari lukisan kemarin malam.”
“Serius lu? Gila, itu luar biasa!” Dika menjawab, tampak tidak percaya. “Jadi, dia beneran muncul dan ngobrol sama lu?”
“Yup! Dia bilang dia terjebak di dunia mimpi dan harus bebas. Kita bahkan melawan makhluk kegelapan bareng-bareng!” Bram menjelaskan, semangatnya kembali membara.
Rina dan Dika saling pandang, tampak terkesima. “Lu bener-bener pahlawan, Bram. Ini kayak cerita dari film!” Rina berkomentar, tidak bisa menyembunyikan rasa kagumnya.
“Gue nggak tahu seberapa jauh ini bisa berlanjut, tapi gue merasa ada sesuatu yang lebih besar lagi di balik semua ini,” Bram mengungkapkan, matanya menatap lukisan dengan penuh harapan.
Ketika Bram berdiri di samping lukisan, Rina mendekat dan memeriksa detailnya. “Lihat, gaun sutra ini terlihat begitu nyata! Seolah-olah bisa melayang,” ujarnya, mengagumi setiap detail lukisan.
“Gue memang berusaha menangkap keindahan dan keanggunan dia,” Bram menjelaskan, merasakan kebanggaan yang mendalam. “Setiap warna dan detail adalah ungkapan perasaan gua untuk Juan.”
“Dan dia tampak begitu hidup! Ini gila!” Dika menambahkan, berusaha menyentuh lukisan, meski tahu itu hanya cat di kanvas. “Gua ngerasa kayak dia bisa ngomong sama kita.”
Tiba-tiba, saat Dika mengangkat tangannya, seolah-olah ada sesuatu yang bercahaya dari lukisan itu. “Eh, liat! Apa itu?” dia terkejut, mundur sejenak.
Bram dan Rina mengikuti arah pandang Dika, dan mereka melihat kilauan lembut dari mata lukisan Juan. “Kok bisa gitu?” Rina bertanya, suaranya bergetar.
“Gue nggak tahu. Mungkin... mungkin dia merespons kita,” Bram menjawab, tidak yakin. “Tapi ini kayaknya bukan hal biasa.”
“Gila, ini kayak film fantasi! Kita harus bawa ini ke media sosial!” Dika berseru, bersemangat. “Bayangin, bisa viral!”
Rina menggelengkan kepala. “Nggak, Dika. Ini bukan hanya tentang viral. Ini tentang cinta dan perjuangan. Kita harus menghormati apa yang terjadi di sini.”
“Yup, setuju dengan Rina. Ini lebih dari sekadar konten. Ini tentang perjuangan Juan dan cinta yang kita miliki untuk dia,” Bram menambahkan, hatinya terasa hangat.
Sambil berbicara, mata lukisan Juan tampak berkilau, seolah-olah dia mendengar percakapan mereka. “Aku merasa kalian mengerti,” suara lembutnya terdengar dalam pikiran Bram, membuatnya terkejut.
“Juan?” Bram berteriak, kebingungan. “Apakah itu kamu?”
“Ya, Bram. Aku ada di sini, mendengarkan kalian. Terima kasih telah memperjuangkan aku,” Juan menjawab, meskipun hanya dalam pikiran Bram.
“Gila, ini makin aneh!” Dika berbisik, tampak terkejut. “Dia bisa denger kita?”
“Ini bukan hanya sekadar lukisan. Ini adalah bagian dari jiwa Juan,” Bram menjelaskan, merasakan kedalaman emosi dari momen itu. “Dia bisa merasakan cinta kita.”
“Kalau begitu, kita harus bantu dia lebih banyak!” Rina berkata, wajahnya berseri-seri. “Apa yang bisa kita lakukan?”
Bram merasa semangatnya semakin membara. “Kita bisa menggali lebih dalam tentang dunia mistis ini. Mungkin ada cara untuk membebaskan dia sepenuhnya.”
“Setuju! Kita harus cari tahu lebih banyak tentang apa yang terjadi!” Dika menambahkan, terlihat bersemangat.
Bram mengangguk, merasakan bahwa perjalanan mereka baru saja dimulai. “Ayo, kita cari tahu lebih banyak. Kita akan berjuang bersama-sama untuk Juan,” ucapnya, tekad membara di dalam lukisan.
Ketiganya saling berpegangan tangan, dan Bram merasakan kehangatan persahabatan yang semakin kuat. Mereka bersatu untuk menghadapi tantangan yang ada di depan, dan dari sudut pandang lukisan, mata Juan menyaksikan semua itu dengan senyum bahagia.
“Terima kasih, teman-teman. Bersama kita bisa mengubah takdir,” bisik Juan penuh harapan.
***
Setelah beberapa hari berlalu, Bram dan Juan semakin akrab. Setiap malam, setelah Bram selesai melukis, dia akan terjatuh ke dalam mimpinya, di mana Juan menunggunya. Dunia mimpi itu penuh dengan keajaiban dan keindahan, dengan langit berwarna cerah dan bunga-bunga sakura yang berterbangan di angin.
“Sungguh indah di sini,” ucap Juan sambil melangkah di antara pepohonan sakura yang berwarna pink. “Seolah-olah semua impian kita menjadi nyata.”
Bram tersenyum, mengamati wajah Juan yang bersinar dalam cahaya lembut.
“Iya, ini semua berkat lukisan yang kita buat. Setiap detailnya seolah-olah membawa kita lebih dekat,” jawabnya, merasakan ketertarikan yang mendalam di antara mereka.
Mereka berjalan beriringan, tangan mereka bersentuhan, menciptakan aliran energi yang magis. “Aku tidak pernah berpikir bisa merasakan kebahagiaan seperti ini,” Juan melanjutkan, matanya bersinar cerah. “Kau membuatku merasa hidup lagi.”
Bram merasa hatinya bergetar mendengar kata-kata Juan.
“Kau juga membuatku merasa seperti ada arti di dalam hidupku yang sebelumnya tidak pernah aku rasakan,” ucapnya, menatap dalam-dalam ke mata Juan.
Mereka berhenti di tepi sungai yang berkilauan, airnya jernih dan mengalir dengan lembut.
“Mari kita duduk di sini,” kata Bram, mengajak Juan untuk duduk di atas rumput. Mereka berdua duduk bersisian, merasakan kedekatan yang semakin mendalam.
“Bram, aku tahu kita berada di dunia yang berbeda. Tapi saat aku bersamamu, aku merasa tidak ada batasan,” Juan mengungkapkan, suaranya lembut. “Apakah kau merasakannya juga?”
“Ya, aku merasakannya. Tetapi...” Bram menghela napas, khawatir. “Aku tahu kita tidak bisa bersama selamanya. Aku dari dunia nyata, dan kau terjebak di sini.”
Juan menatap Bram, wajahnya sedikit mendung. “Aku mengerti. Tapi tidak bisakah kita menciptakan dunia ini menjadi milik kita? Kita bisa melawan semua rintangan yang ada,” katanya, berusaha optimis.
“Juan, aku ingin sekali bisa melakukan itu. Tapi aku tidak bisa mengabaikan kenyataan. Ada batasan yang harus kita hadapi,” Bram menjelaskan, hatinya terasa berat. “Aku tidak ingin membuatmu berharap pada sesuatu yang tidak pasti.”
“Kenapa kau harus memikirkan batasan itu? Kita bisa bersama di sini, di dunia ini. Apa yang lebih penting dari cinta yang kita miliki?” Juan bertanya, suaranya mulai bergetar.
“Cinta kita memang kuat, tapi aku tidak ingin kau terjebak selamanya. Aku ingin kau bisa kembali ke dunia nyata, menjalani hidupmu,” Bram menjawab, merasakan air mata menggenang di matanya.
Juan menundukkan kepala, merasa sedih. “Tapi aku ingin bersamamu, Bram. Aku merasa seperti menemukan bagian diriku yang hilang ketika aku bertemu denganmu,” katanya, nada suaranya penuh emosi.
Bram menggenggam tangan Juan, berusaha memberikan kekuatan. “Aku juga merasakan hal yang sama. Tapi kita harus menemukan cara untuk membebaskan kamu. Aku tidak ingin mengikatmu di sini hanya karena cinta kita,” ucapnya, mencoba menenangkan hatinya dan Juan.
“Jika kita benar-benar mencintai satu sama lain, kita harus berjuang untuk itu. Kita tidak boleh menyerah,” Juan berkata, menatap Bram dengan penuh harapan.
Bram merasa hatinya bergetar. “Tapi bagaimana kalau ada risiko yang lebih besar? Aku tidak ingin kehilanganmu, Juan,” dia mengungkapkan ketakutannya.
“Kadang kita harus mengambil risiko untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Cinta tidak akan sempurna tanpa pengorbanan,” Juan menjelaskan, suaranya penuh semangat. “Jika kita berjuang bersama, kita bisa menemukan jalan keluar.”
Bram terdiam, berpikir sejenak. “Kau benar. Mungkin kita memang perlu berjuang untuk cinta ini. Kita bisa mencari cara untuk membebaskan mu dari dunia mimpi,” katanya, harapan mulai muncul di dalam dirinya.
“Ya! Kita akan menghadapi semuanya bersama!” Juan berseru, senyum kembali menghiasi wajahnya. “Aku percaya pada kita.”
Dengan semangat baru, mereka berdua berdiri, dan Bram merasakan aliran energi yang lebih kuat di antara mereka.
“Mari kita jelajahi dunia ini dan cari cara untuk membebaskanku. Kita akan menciptakan keajaiban!” Juan berteriak penuh semangat.
Bram tersenyum, hatinya mulai tenang. “Bersama kita bisa melakukan apa pun. Kita akan menemukan cara,” ucapnya, meraih tangan Juan dan menguatkan genggaman.
Mereka berdua mulai melangkah, menjelajahi dunia mimpi yang penuh keindahan dan misteri. Setiap langkah membawa mereka lebih dekat satu sama lain, dan Bram merasa terinspirasi untuk melukis lebih banyak, menggambarkan kekuatan cinta mereka.
Namun di balik semua itu, Bram tidak bisa menghilangkan rasa cemasnya. Dia tahu bahwa perjuangan mereka baru saja dimulai, dan ada banyak tantangan yang harus mereka hadapi. Dalam hati, dia berdoa agar cinta mereka cukup kuat untuk mengatasi semua rintangan.
“Bram, lihat! Ada sebuah tempat di depan!” Juan menunjuk ke arah sebuah lembah yang dikelilingi oleh gunung-gunung tinggi dan berbunga indah. “Mari kita lihat apa yang ada di sana!”
“Ya, ayo!” Bram menjawab, berlari sambil menggenggam tangan Juan. Dia tahu bahwa apapun yang terjadi, mereka akan menghadapi semuanya bersama. Cinta mereka adalah kekuatan yang tidak bisa dihentikan, dan dia yakin bahwa mereka akan menemukan jalan keluar dari dunia mimpi ini.
Dengan semangat baru, Bram dan Juan melanjutkan perjalanan, menjelajahi keindahan dunia mimpi, sambil menggali lebih dalam tentang cinta dan keberanian yang akan membawa mereka menuju kebebasan.
*****