Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7

"You call me stupid? I fake smile everyday and you believe it."

Suasana ruang kepala sekolah sedang tegang sekarang, sang pemilik sekaligus donatur terbesar di yayasan sedang mengamuk.

Masih sama seperti dulu, walaupun sekarang sudah memasuki umur kepala tiga dan sudah memiliki dua ekor tetap saja emosi Zahra tidak bisa ditahan.

"Sebenarnya, apa yang di ajarkan oleh orang tua mu Angelina Beutrix?" Zahra menatap Angel dengan tatapan membunuh.

Kepala sekolah hanya diam saja, ia tidak berani ikut campur jika sudah kepala yayasan---Zahra yang bertindak.

Angel terus menunduk, ia takut. Apa lagi dahulu Zahra pernah menamparnya di hadapan seluruh murid SMA Golden, mengingat itu membuat Angel bergidik ngeri.

"Apa salah anak saya dengan kamu? Sampai harus mendorongnya jatuh begitu, kamu tau, Angelina? Bahkan saya tidak pernah sedikitpun memarahi putri saya, dan kamu dengan lancang mendorongnya?" Zahra menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Anak tante nyolot," cibir Angel.

"Gunakan bahasa yang sopan, Angel!" tegur kepala sekolah sembari melotot kearah Angel.

"Anak ibu sudah menabrak saya, tidak meminta maaf, malah memaki." Angel sedang menahan emosinya sekarang, sungguh ia ingin membunuh Regitha sekarang juga.

"Bohong! Orang kakak itu yang nabrak Rere, terus dorong Rere." elak Rere saat Angel berbohong mengatakan bahwa dirinya yang menabrak nenek sihir itu.

"Berani kamu memfitnah anak saya? Kamu ingin balas dendam? Karena Rey tidak menyukai dirimu? Karena saya menampar mu di depan umum waktu itu?"

Zahra ingin melanjutkan kata-katanya, namun ia melirik kearah Regitha yang sepertinya sudah bosan berada di sini.

"Kamu," Zahra menunjuk Nesya, "tolong temani anak saya, bantu dia mencari kakaknya. Raelando Wirawan. Saya minta tolong."

Nesya terdiam, kemudian ia melirik ke arah Rere yang sedang menatapnya penuh harap.

Rey lagi.

Suasana kelas Rey sekarang sedang gaduh, kejadian di kantin tadi menjadi bahan gosipan baru bagi biang kerok kelas.

Bukan hanya tukang gosip, bahkan para lelaki juga ikut memberikan komentar tentang kejadian tadi.

Tentang keberanian seorang murid baru yang menantang siswi pentolan di SMA Golden, itu resmi menjadi berita paling hot hari ini. Atau mungkin minggu ini, bulan ini, bisa jadi tahun ini.

"Sumpah Rey, gue kira Nesya itu pendiem." Rio menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Jangan menilai sesuatu dari luar, bisa aja hatinya busuk," balas Rey santai.

"Lu mah, nilai hati cewek busuk mulu," cibir Rasya dari belakang.

"Lo kenapa sih bro, kayaknya benci banget sama Nesya?" Revin menatap Rey penuh selidik.

Rey menggedikan bahunya,

"Dia, ngingetin gue sama Tiara."

"Aih, otak lo dangkal banget. Nggak semua orang itu sama, Rey." nasehat Rio.

Rey mengangguk, "Lo bener Yo, semua orang nggak sama. Tapi semua cewek yang deketin gue itu tujuannya sama, harta."

"Emang si Nesya ngedeketin lo? Ngejar-ngejar lo, kayak si Angel? Enggak 'kan?" kini Rico sudah angkat bicara.

"Awalnya Tiara juga gitu, bodo amat sama status gue. Sampe gue mikir dia itu beda, ternyata? Lebih busuk dari apa yang gue kira."

Rey bangkit dari tempat duduknya, ia berjalan menjauh dari teman-temannya. Yang mereka bahas sudah terlalu jauh sekarang, apa lagi ia jadi teringat Tiara lagi.

Saat sudah sampai di depan kelasnya, Rey menengok ke kanan dan ke kiri. Koridor nampak sepi, tentu saja karena sekarang jam pelajaran sedang berlangsung.

Mata Rey mengarah ke arah ruang guru, mobil mamanya masih terparkir rapi di sana. Ini berarti mamanya masih berasa di sini.

Guru yang mengajar di kelas Rey sedang tidak masuk sekarang, jadi lah kelasnya sangat ribut. Apa lagi Jordan sedang tidak ada, keadaan kelas sekarang sudah mirip seperti pasar ikan.

"Abang!"

Tubuh Rey terhuyung ke belakang, sesaat setelah ada sesuatu yang memeluk kakinya.

Itu Rere.

"Re, mama mana? Kamu sama siapa?" Rey berjongkok untuk mensejajarkan dirinya dengan tinggi adiknya itu.

"Rere sama kakak cantik, yang tolongin Rere waktu di kantin tadi." Rere menunjuk Nesya yang sedang berdiri di belakangnya.

Nesya tersenyum kikuk saat Rey menatapnya, "Em, tadi gue di suruh mama lo ngantar Rere buat ketemu lo. Sekarang tugas gue udah selesai, gue masuk dulu ya."

Tanpa mendengar jawaban dari Rey, Nesya segera melenggang pergi masuk ke kelasnya. Rasanya bertambah canggung untuk berada di dekat Rey untuk waktu yang lama.

"Kakak itu baik, beda sama nenek sihir." ucap Rere sembari menatap punggung Nesya yang kian menjauh.

"Jangan nilai sesuatu dari luarnya." Rey menatap lurus kearah adiknya yang tidak mengerti apa-apa itu.

Hari sudah menunjukan pukul 4 sore, Rey terbangun dari tidurnya karena mendengar suara pintu kamarnya yang diketuk.

Dengan setengah kesadarannya, Rey berteriak untuk menyuruh orang itu masuk. Karena tarikan magnet di kasurnya saat ini sangat kuat, membuat Rey enggan untuk bangkit dari sana.

"Tumben tidur?"

Itu Zahra.

Rey masih memejamkan matanya, "Ngantuk."

"Ini hari jum'at loh, tumben nggak ke panti?"

Rey langsung mendongakan kepalanya, setelah berhasil menetralkan tubuh untuk segera sadar secara sempurna, Rey langsung melompat dan berlari kecil ke kamar mandi.

Zahra hanya geleng-geleng saja melihat kelakuan putra sulungnya itu, Rey akan marah jika ia lupa pergi ke panti asuhan dan tidak ada yang mengingatkannya.

Setelah sekitar 15 menit berkutat dengan shower dan sabun, Rey keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di pinggangnya.

Mengambil dalaman dan pakaian casual di dalam lemari, dan segera mengenakannya. Selesai berpakaian, Rey menatap pantulan dirinya di kaca besar yang ada di kamarnya.

Rambut coklat terang, kulit putih, mancung, tampan, tinggi, bermata coklat dan tajam, jangan lupakan otot yang terbentuk karena dirinya rajin berolah raga.

"Biasa aja," komentarnya saat melihat pantulan dirinya di cermin.

Kemudian ia bergegas pergi karena waktu sudah menunjukan pukul setengah 5 sore, sudah saatnya anak-anak di sana untuk mandi dan makan.

Seperti hari-hari sebelumnya, Nesya selalu berada di panti asuhan untuk bermain dengan anak-anak yang berada di sini.

Karena Nesya type orang yang tidak bisa kesepian, makanya dirinya selalu memilih untuk menghabiskan harinya di sini. Daripada di rumah hanya berdua dengan bi Narti, pikirnya.

"Hari ini kalian mau kakak ceritain apa?" seru Nesya antusias pada seluruh anak yang sudah duduk rapi di hadapannya.

"Cinderella,"

"Beauty and the best,"

"Pokemon,"

"Terserah kakak,"

"Mikey Mouse,"

"The adventure of tin tin,"

"Avatar,"

"Frozen,"

Begitu kira-kira jawaban anak-anak itu, jangan heran mengapa mereka semua bisa tau film kartun itu. Nesya lah yang menceritakannya, walaupun tidak spesifik, namun anak-anak sangat senang.

"Gini aja, kakak punya cerita baru!" Nesya mengedarkan senyumnya ke seluruh ruangan itu.

"Judulnya apa kak?" tanya salah seorang anak dari belakang.

"Judulnya, Tuan salah paham dan Nona baik hati."

Dan, Rey yang sedari tadi memperhatikan itu dari pintu merasa cerita itu di dedikasikan untuk dirinya.

"You call me stupid? I fake smile everyday and you believe it."

Suasana ruang kepala sekolah sedang tegang sekarang, sang pemilik sekaligus donatur terbesar di yayasan sedang mengamuk.

Masih sama seperti dulu, walaupun sekarang sudah memasuki umur kepala tiga dan sudah memiliki dua ekor tetap saja emosi Zahra tidak bisa ditahan.

"Sebenarnya, apa yang di ajarkan oleh orang tua mu Angelina Beutrix?" Zahra menatap Angel dengan tatapan membunuh.

Kepala sekolah hanya diam saja, ia tidak berani ikut campur jika sudah kepala yayasan---Zahra yang bertindak.

Angel terus menunduk, ia takut. Apa lagi dahulu Zahra pernah menamparnya di hadapan seluruh murid SMA Golden, mengingat itu membuat Angel bergidik ngeri.

"Apa salah anak saya dengan kamu? Sampai harus mendorongnya jatuh begitu, kamu tau, Angelina? Bahkan saya tidak pernah sedikitpun memarahi putri saya, dan kamu dengan lancang mendorongnya?" Zahra menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Anak tante nyolot," cibir Angel.

"Gunakan bahasa yang sopan, Angel!" tegur kepala sekolah sembari melotot kearah Angel.

"Anak ibu sudah menabrak saya, tidak meminta maaf, malah memaki." Angel sedang menahan emosinya sekarang, sungguh ia ingin membunuh Regitha sekarang juga.

"Bohong! Orang kakak itu yang nabrak Rere, terus dorong Rere." elak Rere saat Angel berbohong mengatakan bahwa dirinya yang menabrak nenek sihir itu.

"Berani kamu memfitnah anak saya? Kamu ingin balas dendam? Karena Rey tidak menyukai dirimu? Karena saya menampar mu di depan umum waktu itu?"

Zahra ingin melanjutkan kata-katanya, namun ia melirik kearah Regitha yang sepertinya sudah bosan berada di sini.

"Kamu," Zahra menunjuk Nesya, "tolong temani anak saya, bantu dia mencari kakaknya. Raelando Wirawan. Saya minta tolong."

Nesya terdiam, kemudian ia melirik ke arah Rere yang sedang menatapnya penuh harap.

Rey lagi.

Suasana kelas Rey sekarang sedang gaduh, kejadian di kantin tadi menjadi bahan gosipan baru bagi biang kerok kelas.

Bukan hanya tukang gosip, bahkan para lelaki juga ikut memberikan komentar tentang kejadian tadi.

Tentang keberanian seorang murid baru yang menantang siswi pentolan di SMA Golden, itu resmi menjadi berita paling hot hari ini. Atau mungkin minggu ini, bulan ini, bisa jadi tahun ini.

"Sumpah Rey, gue kira Nesya itu pendiem." Rio menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Jangan menilai sesuatu dari luar, bisa aja hatinya busuk," balas Rey santai.

"Lu mah, nilai hati cewek busuk mulu," cibir Rasya dari belakang.

"Lo kenapa sih bro, kayaknya benci banget sama Nesya?" Revin menatap Rey penuh selidik.

Rey menggedikan bahunya,

"Dia, ngingetin gue sama Tiara."

"Aih, otak lo dangkal banget. Nggak semua orang itu sama, Rey." nasehat Rio.

Rey mengangguk, "Lo bener Yo, semua orang nggak sama. Tapi semua cewek yang deketin gue itu tujuannya sama, harta."

"Emang si Nesya ngedeketin lo? Ngejar-ngejar lo, kayak si Angel? Enggak 'kan?" kini Rico sudah angkat bicara.

"Awalnya Tiara juga gitu, bodo amat sama status gue. Sampe gue mikir dia itu beda, ternyata? Lebih busuk dari apa yang gue kira."

Rey bangkit dari tempat duduknya, ia berjalan menjauh dari teman-temannya. Yang mereka bahas sudah terlalu jauh sekarang, apa lagi ia jadi teringat Tiara lagi.

Saat sudah sampai di depan kelasnya, Rey menengok ke kanan dan ke kiri. Koridor nampak sepi, tentu saja karena sekarang jam pelajaran sedang berlangsung.

Mata Rey mengarah ke arah ruang guru, mobil mamanya masih terparkir rapi di sana. Ini berarti mamanya masih berasa di sini.

Guru yang mengajar di kelas Rey sedang tidak masuk sekarang, jadi lah kelasnya sangat ribut. Apa lagi Jordan sedang tidak ada, keadaan kelas sekarang sudah mirip seperti pasar ikan.

"Abang!"

Tubuh Rey terhuyung ke belakang, sesaat setelah ada sesuatu yang memeluk kakinya.

Itu Rere.

"Re, mama mana? Kamu sama siapa?" Rey berjongkok untuk mensejajarkan dirinya dengan tinggi adiknya itu.

"Rere sama kakak cantik, yang tolongin Rere waktu di kantin tadi." Rere menunjuk Nesya yang sedang berdiri di belakangnya.

Nesya tersenyum kikuk saat Rey menatapnya, "Em, tadi gue di suruh mama lo ngantar Rere buat ketemu lo. Sekarang tugas gue udah selesai, gue masuk dulu ya."

Tanpa mendengar jawaban dari Rey, Nesya segera melenggang pergi masuk ke kelasnya. Rasanya bertambah canggung untuk berada di dekat Rey untuk waktu yang lama.

"Kakak itu baik, beda sama nenek sihir." ucap Rere sembari menatap punggung Nesya yang kian menjauh.

"Jangan nilai sesuatu dari luarnya." Rey menatap lurus kearah adiknya yang tidak mengerti apa-apa itu.

Hari sudah menunjukan pukul 4 sore, Rey terbangun dari tidurnya karena mendengar suara pintu kamarnya yang diketuk.

Dengan setengah kesadarannya, Rey berteriak untuk menyuruh orang itu masuk. Karena tarikan magnet di kasurnya saat ini sangat kuat, membuat Rey enggan untuk bangkit dari sana.

"Tumben tidur?"

Itu Zahra.

Rey masih memejamkan matanya, "Ngantuk."

"Ini hari jum'at loh, tumben nggak ke panti?"

Rey langsung mendongakan kepalanya, setelah berhasil menetralkan tubuh untuk segera sadar secara sempurna, Rey langsung melompat dan berlari kecil ke kamar mandi.

Zahra hanya geleng-geleng saja melihat kelakuan putra sulungnya itu, Rey akan marah jika ia lupa pergi ke panti asuhan dan tidak ada yang mengingatkannya.

Setelah sekitar 15 menit berkutat dengan shower dan sabun, Rey keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di pinggangnya.

Mengambil dalaman dan pakaian casual di dalam lemari, dan segera mengenakannya. Selesai berpakaian, Rey menatap pantulan dirinya di kaca besar yang ada di kamarnya.

Rambut coklat terang, kulit putih, mancung, tampan, tinggi, bermata coklat dan tajam, jangan lupakan otot yang terbentuk karena dirinya rajin berolah raga.

"Biasa aja," komentarnya saat melihat pantulan dirinya di cermin.

Kemudian ia bergegas pergi karena waktu sudah menunjukan pukul setengah 5 sore, sudah saatnya anak-anak di sana untuk mandi dan makan.

Seperti hari-hari sebelumnya, Nesya selalu berada di panti asuhan untuk bermain dengan anak-anak yang berada di sini.

Karena Nesya type orang yang tidak bisa kesepian, makanya dirinya selalu memilih untuk menghabiskan harinya di sini. Daripada di rumah hanya berdua dengan bi Narti, pikirnya.

"Hari ini kalian mau kakak ceritain apa?" seru Nesya antusias pada seluruh anak yang sudah duduk rapi di hadapannya.

"Cinderella,"

"Beauty and the best,"

"Pokemon,"

"Terserah kakak,"

"Mikey Mouse,"

"The adventure of tin tin,"

"Avatar,"

"Frozen,"

Begitu kira-kira jawaban anak-anak itu, jangan heran mengapa mereka semua bisa tau film kartun itu. Nesya lah yang menceritakannya, walaupun tidak spesifik, namun anak-anak sangat senang.

"Gini aja, kakak punya cerita baru!" Nesya mengedarkan senyumnya ke seluruh ruangan itu.

"Judulnya apa kak?" tanya salah seorang anak dari belakang.

"Judulnya, Tuan salah paham dan Nona baik hati."

Dan, Rey yang sedari tadi memperhatikan itu dari pintu merasa cerita itu di dedikasikan untuk dirinya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel