Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6

"Big or small, lies still a lies"

Rasanya Nesya ingin menenggelamkan dirinya di kutub utara sekarang juga, otaknya sudah tidak bisa berfungsi dengan baik lagi.

Pagi ini, gadis itu lagi-lagi datang kembali. Padahal Nesya sudah mengusirnya dengan kasar semalam, tetapi sepertinya dia tidak menyerah.

Tidak memperdulikan adiknya yang terus saja mengejarnya, Nesya langsung masuk ke dalam mobilnya dan segera menuju ke sekolah.

Saat sudah sampai, Nesya teringat akan kejadian tadi malam. Wajahnya merah padam sekarang, bagaimana bisa ia menunjukan wajahnya di depan Rey?

"Woy!"

Suara barithon khas itu, Nesya tau siapa pemiliknya. Dengan berat hati Nesya membalikan tubuhnya untuk menatap lelaki yang sedang berdiri di belakangnya.

Nesya nyengir lebar saat melihat Rey dengan tatapan tajamnya, "Eh ada Rey, ngapain di sini?"

Bodoh.

Rey mengernyitkan dahi, "Ngapain di sini? Lo yang ngapain berdiri di depan pintu, ngalangin gue mau masuk. Minggir!" ketus Rey.

Segera Nesya memindahkan dirinya agar tidak berdiri di tengah pintu karena menghalangi orang ingin masuk kelas.

Sekarang, ia sedang merutuki dirinya sendiri. Pertanyaan macam apa tadi? Ngapain di sini? Ya buat sekolah lah, Nesya menepuk jidatnya.

"Heh!"

Lagi-lagi seseorang menepuk pundak Nesya, menyadarkan gadis itu dari lamunannya tentang kebodohan yang telah ia lakukan barusan.

"Lo kenapa sih Nes? Kayak orang bego, nepuk jidat sendiri, ngedumel kaga jelas. Mending lo duduk di bangku lo deh." Tasya menatap Nesya dengan aneh.

"Tasya." Nesya menggoyang-goyangkan lengan Tasya. "tolongin gue."

"Tolongin apa?" Tasya menaikan sebelah alisnya.

"Gue duduk sama lo ya, plis ...." Nesya memohon sembari menyatukan kedua tangannya.

"Kenapa, sih? Lo nggak tahan duduk sama Rey?" Tasya melirik Rey yang sedang duduk di bangkunya sembari memainkan ponsel.

"Bukan, nanti gue jelasin, deh. Tapi gue duduk sama lo ya, please," ujar Nesya seraya menangkupkan kedua tangannya.

Tasya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "coba lo tanya sama Rio, deh. Dia mau tukeran, nggak?"

Nesya mengangguk, kemudian ia menghampiri Rio untuk bertanya apakah boleh bertukar tempat duduk atau tidak.

Setelah mendapatkan jawaban, Nesya kembali mendatangi Tasya lagi.

"Gimana?" Tasya menaikan sebelah alisnya.

"Kata Rio, buat hari ini doang. Dia nggak mau jauh-jauh dari lo," jawab Nesya lesu.

Tasya mengangguk, kemudian mereka duduk di tempat Tasya. Dan, Rio untuk sementara pindah duduk menjadi di sebelah Rey.

Bel berbunyi 2 kali, pertanda bahwa sekarang adalah jam istirahat. Para siswa dan siswi segera melangkahkan kaki mereka menuju kantin.

Begitu pula dengan Nesya dan Tasya, daritadi dua gadis itu terus bercerita tiada hentinya. Bahkan sampai mereka sudah duduk di kantin, cerita itu masih saja belum selesai.

"Oh my god, jadi? Lo, kembar tidak identik?" ini adalah pertanyaan yang diulang Tasya sebanyak 10 kali.

"Astaga Sya, lo udah nanya itu lebih dari sepuluh kali!" Nesya mengacungkan kesepuluh jarinya ke depan wajah Tasya.

Tasya menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Ya abis, sumpah gue masih nggak habis pikir, Nes."

"Mana ada seorang Ayah yang ngejual putri kandungnya sendiri, itu kan maksud lo?" Nesya mengaduk aduk es teh yang ada di depannya.

"Sumpah ya, itu kembaran lo kenapa nggak bokap lo jual juga sih?" Tasya geregetan.

"Karena gue nggak mau ngikutin perintah bokap, dan kembaran gue mau." Nesya menundukan kepalanya.

"Perintah? Apa?" Tasya menatap Nesya penuh selidik.

"Ngedeketin cowok kaya, buat ngambil hartanya."

"What?!" Tasya memekik, hal itu sontak menjadi perhatian.

"Tasya!" Nesya meletakan telunjuknya di depan bibirnya untuk sebagai isyarat menyuruh gadis di depannya ini diam.

"Sorry, sorry," cicit Tasya. "Gila, jaman sekarang masih ada yang kayak gitu?"

"Ya, gitu lah." Nesya menghendikkan bahunya.

"Terus, lo jadi mau pindah tempat duduk gara-gara lo malu tadi malam meluk Rey?" Tasya terkikik geli.

Nesya mengangguk , "Abis gimana lagi, gue nggak punya siapa-siapa. Kebiasaan gue dari kecil, kalo gue sedih pasti gue meluk orang."

Sebuah mobil audi berwarna putih tulang terparkir rapi di depan ruang guru SMA Golden, pemilik mobil itu turun dengan anggun.

"Mama, kita cari abang di sini, ya?" ujar seorang anak kecil yang sedang menatap sekeliling sekolah ini sembari menjilai ice cream cone coklat di genggamannya.

"Iya sayang, Mama khawatir. Semalem abang nggak pulang, nanti kalo Papa tau bisa marah," sahut sang Ibu seraya tersenyum menatap malaikat kecilnya.

"Mama cari abang sendiri aja ya, Rere mau jajan di kantin," ujar Anak itu seraya menyodorkannya. "Money."

Zahra--Ibunya Rey, membuka dompetnya. Mengeluarkan selembar uang pecahan 50ribu dan memberikannya pada Rere.

"Makasih Mama, bye." Rere kemudian meninggalkan Ibunya, gadis itu berjalan sambil melompat-lompat girang ke arah kantin.

Zahra segera pergi keruang kepala sekolah untuk memastikan apakah Rey sekolah atau tidak, karena semalaman Rey tidak pulang.

Untung saja Eldy tidak di rumah, bisa terjadi pertengkarang antara ayah dan anak yang sama-sama keras kepala itu.

Rere berjalan di kantin sekolah abangnya sembari melompat-lompat girang, sudah jadi kebiasaan Rere jika ke sini pasti akan membeli sepiring siomay dan semangkuk bakso.

Tiba-tiba, tubuh Rere terhuyung ke belakang. Membuat anak kecil berumur 7 tahun itu jatuh terduduk.

Rere meringis sembari mengusap pantatnya yang terasa sakit, jika anak lain mungkin akan menangis kejer sekarang. Berbeda dengan Rere, dia malah akan memaki siapa yang baru saja menabraknya. Keturunan mamanya.

"Kakak punya mata nggak, sih?!" Rere memaki gadis berseragam SMA Golden yang sedang berdiri di hadapnnya.

"Eh, kalo ngomong yang sopan dong!" itu Angel.

"Ye! Nyolot!" Rere menggeram sembari mengacak pinggangnya dan menatap Angel dengan tajam.

"Eh! Yang nyolot itu elo, ya!" Angel mendorong tubuh Rere membuat gadis kecil itu tersungkur.

Kejadian itu menjadi tontonan seluruh siswa yang ada di kantin, Angel tidak pernah memandang siapa pun yang menjadi lawannya.

Jika baginya orang itu menyebalkan, tidak peduli jika itu nenek nenek, Angel akan tetap menyerang orang itu.

"Jangan kasar sama anak kecil, dong!"

Bukan Rere yang berbicara, seorang gadis tiba-tiba datang dan membantu Rere berdiri sembari membersihkan sedikit pakaian Rere yang kotor terkena pasir.

Itu Nesya.

"Gue nggak punya urusan sama lo ya, ini anak emang nyolot!" Angel bergerak maju ingin mendorong Rere lagi, sayangnya hal itu berhasil ditangkis oleh Nesya.

"Jangan cari lawan yang nggak sebanding sama lo, kalo mau, lawan gue."

Semua murid di kantin bersorak mendengar keberanian Nesya melawan Angel, pasalnya selama ini tidak ada yang berani melawan gadis itu.

"Cih." Angel berdecak, "gausah sok, caper."

"Gue nggak caper, gue juga nggak sok. Gue cuman gedek sama type penindas kayak elo," sahut Nesya kesal.

"Banyak bacot lo!" tangan Angel terangkat ingin menampar pipi Nesya, namun tiba-tiba ada yang menangkis.

"Kamu tampar dia, saya seret ke penjara kamu."

Semua orang sedang menatap seseorang yang sedang memegangi tangan Angel sekarang, mereka terperangah kaget. Begitu pula dengan Angel saat mengetahui siapa yang berada di sampingnya.

Itu Zahra.

------------------------------------------------------------

"Big or small, lies still a lies"

Rasanya Nesya ingin menenggelamkan dirinya di kutub utara sekarang juga, otaknya sudah tidak bisa berfungsi dengan baik lagi.

Pagi ini, gadis itu lagi-lagi datang kembali. Padahal Nesya sudah mengusirnya dengan kasar semalam, tetapi sepertinya dia tidak menyerah.

Tidak memperdulikan adiknya yang terus saja mengejarnya, Nesya langsung masuk ke dalam mobilnya dan segera menuju ke sekolah.

Saat sudah sampai, Nesya teringat akan kejadian tadi malam. Wajahnya merah padam sekarang, bagaimana bisa ia menunjukan wajahnya di depan Rey?

"Woy!"

Suara barithon khas itu, Nesya tau siapa pemiliknya. Dengan berat hati Nesya membalikan tubuhnya untuk menatap lelaki yang sedang berdiri di belakangnya.

Nesya nyengir lebar saat melihat Rey dengan tatapan tajamnya, "Eh ada Rey, ngapain di sini?"

Bodoh.

Rey mengernyitkan dahi, "Ngapain di sini? Lo yang ngapain berdiri di depan pintu, ngalangin gue mau masuk. Minggir!" ketus Rey.

Segera Nesya memindahkan dirinya agar tidak berdiri di tengah pintu karena menghalangi orang ingin masuk kelas.

Sekarang, ia sedang merutuki dirinya sendiri. Pertanyaan macam apa tadi? Ngapain di sini? Ya buat sekolah lah, Nesya menepuk jidatnya.

"Heh!"

Lagi-lagi seseorang menepuk pundak Nesya, menyadarkan gadis itu dari lamunannya tentang kebodohan yang telah ia lakukan barusan.

"Lo kenapa sih Nes? Kayak orang bego, nepuk jidat sendiri, ngedumel kaga jelas. Mending lo duduk di bangku lo deh." Tasya menatap Nesya dengan aneh.

"Tasya." Nesya menggoyang-goyangkan lengan Tasya. "tolongin gue."

"Tolongin apa?" Tasya menaikan sebelah alisnya.

"Gue duduk sama lo ya, plis ...." Nesya memohon sembari menyatukan kedua tangannya.

"Kenapa, sih? Lo nggak tahan duduk sama Rey?" Tasya melirik Rey yang sedang duduk di bangkunya sembari memainkan ponsel.

"Bukan, nanti gue jelasin, deh. Tapi gue duduk sama lo ya, please," ujar Nesya seraya menangkupkan kedua tangannya.

Tasya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "coba lo tanya sama Rio, deh. Dia mau tukeran, nggak?"

Nesya mengangguk, kemudian ia menghampiri Rio untuk bertanya apakah boleh bertukar tempat duduk atau tidak.

Setelah mendapatkan jawaban, Nesya kembali mendatangi Tasya lagi.

"Gimana?" Tasya menaikan sebelah alisnya.

"Kata Rio, buat hari ini doang. Dia nggak mau jauh-jauh dari lo," jawab Nesya lesu.

Tasya mengangguk, kemudian mereka duduk di tempat Tasya. Dan, Rio untuk sementara pindah duduk menjadi di sebelah Rey.

Bel berbunyi 2 kali, pertanda bahwa sekarang adalah jam istirahat. Para siswa dan siswi segera melangkahkan kaki mereka menuju kantin.

Begitu pula dengan Nesya dan Tasya, daritadi dua gadis itu terus bercerita tiada hentinya. Bahkan sampai mereka sudah duduk di kantin, cerita itu masih saja belum selesai.

"Oh my god, jadi? Lo, kembar tidak identik?" ini adalah pertanyaan yang diulang Tasya sebanyak 10 kali.

"Astaga Sya, lo udah nanya itu lebih dari sepuluh kali!" Nesya mengacungkan kesepuluh jarinya ke depan wajah Tasya.

Tasya menggaruk kepalanya yang tidak gatal, "Ya abis, sumpah gue masih nggak habis pikir, Nes."

"Mana ada seorang Ayah yang ngejual putri kandungnya sendiri, itu kan maksud lo?" Nesya mengaduk aduk es teh yang ada di depannya.

"Sumpah ya, itu kembaran lo kenapa nggak bokap lo jual juga sih?" Tasya geregetan.

"Karena gue nggak mau ngikutin perintah bokap, dan kembaran gue mau." Nesya menundukan kepalanya.

"Perintah? Apa?" Tasya menatap Nesya penuh selidik.

"Ngedeketin cowok kaya, buat ngambil hartanya."

"What?!" Tasya memekik, hal itu sontak menjadi perhatian.

"Tasya!" Nesya meletakan telunjuknya di depan bibirnya untuk sebagai isyarat menyuruh gadis di depannya ini diam.

"Sorry, sorry," cicit Tasya. "Gila, jaman sekarang masih ada yang kayak gitu?"

"Ya, gitu lah." Nesya menghendikkan bahunya.

"Terus, lo jadi mau pindah tempat duduk gara-gara lo malu tadi malam meluk Rey?" Tasya terkikik geli.

Nesya mengangguk , "Abis gimana lagi, gue nggak punya siapa-siapa. Kebiasaan gue dari kecil, kalo gue sedih pasti gue meluk orang."

Sebuah mobil audi berwarna putih tulang terparkir rapi di depan ruang guru SMA Golden, pemilik mobil itu turun dengan anggun.

"Mama, kita cari abang di sini, ya?" ujar seorang anak kecil yang sedang menatap sekeliling sekolah ini sembari menjilai ice cream cone coklat di genggamannya.

"Iya sayang, Mama khawatir. Semalem abang nggak pulang, nanti kalo Papa tau bisa marah," sahut sang Ibu seraya tersenyum menatap malaikat kecilnya.

"Mama cari abang sendiri aja ya, Rere mau jajan di kantin," ujar Anak itu seraya menyodorkannya. "Money."

Zahra--Ibunya Rey, membuka dompetnya. Mengeluarkan selembar uang pecahan 50ribu dan memberikannya pada Rere.

"Makasih Mama, bye." Rere kemudian meninggalkan Ibunya, gadis itu berjalan sambil melompat-lompat girang ke arah kantin.

Zahra segera pergi keruang kepala sekolah untuk memastikan apakah Rey sekolah atau tidak, karena semalaman Rey tidak pulang.

Untung saja Eldy tidak di rumah, bisa terjadi pertengkarang antara ayah dan anak yang sama-sama keras kepala itu.

Rere berjalan di kantin sekolah abangnya sembari melompat-lompat girang, sudah jadi kebiasaan Rere jika ke sini pasti akan membeli sepiring siomay dan semangkuk bakso.

Tiba-tiba, tubuh Rere terhuyung ke belakang. Membuat anak kecil berumur 7 tahun itu jatuh terduduk.

Rere meringis sembari mengusap pantatnya yang terasa sakit, jika anak lain mungkin akan menangis kejer sekarang. Berbeda dengan Rere, dia malah akan memaki siapa yang baru saja menabraknya. Keturunan mamanya.

"Kakak punya mata nggak, sih?!" Rere memaki gadis berseragam SMA Golden yang sedang berdiri di hadapnnya.

"Eh, kalo ngomong yang sopan dong!" itu Angel.

"Ye! Nyolot!" Rere menggeram sembari mengacak pinggangnya dan menatap Angel dengan tajam.

"Eh! Yang nyolot itu elo, ya!" Angel mendorong tubuh Rere membuat gadis kecil itu tersungkur.

Kejadian itu menjadi tontonan seluruh siswa yang ada di kantin, Angel tidak pernah memandang siapa pun yang menjadi lawannya.

Jika baginya orang itu menyebalkan, tidak peduli jika itu nenek nenek, Angel akan tetap menyerang orang itu.

"Jangan kasar sama anak kecil, dong!"

Bukan Rere yang berbicara, seorang gadis tiba-tiba datang dan membantu Rere berdiri sembari membersihkan sedikit pakaian Rere yang kotor terkena pasir.

Itu Nesya.

"Gue nggak punya urusan sama lo ya, ini anak emang nyolot!" Angel bergerak maju ingin mendorong Rere lagi, sayangnya hal itu berhasil ditangkis oleh Nesya.

"Jangan cari lawan yang nggak sebanding sama lo, kalo mau, lawan gue."

Semua murid di kantin bersorak mendengar keberanian Nesya melawan Angel, pasalnya selama ini tidak ada yang berani melawan gadis itu.

"Cih." Angel berdecak, "gausah sok, caper."

"Gue nggak caper, gue juga nggak sok. Gue cuman gedek sama type penindas kayak elo," sahut Nesya kesal.

"Banyak bacot lo!" tangan Angel terangkat ingin menampar pipi Nesya, namun tiba-tiba ada yang menangkis.

"Kamu tampar dia, saya seret ke penjara kamu."

Semua orang sedang menatap seseorang yang sedang memegangi tangan Angel sekarang, mereka terperangah kaget. Begitu pula dengan Angel saat mengetahui siapa yang berada di sampingnya.

Itu Zahra.

------------------------------------------------------------

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel